Nayla dan Dante berjanji untuk selalu bersama, namun janji itu pudar ketika Nayla mendapatkan pekerjaan impiannya. Sikap Nayla berubah dingin dan akhirnya Dante menemukan Nayla berpegangan tangan dengan pria lain. Hatinya hancur, tetapi sebuah kecelakaan kecil membawanya bertemu dengan Gema, kecerdasan buatan yang menjanjikan Dante kekayaan dan kekuasaan. Dengan bantuan Gema, Dante, yang sebelumnya sering ditolak kerja, kini memiliki kemampuan luar biasa. Ia lalu melamar ke perusahaan tempat Nayla bekerja untuk membuktikan dirinya. Dante melangkah penuh percaya diri, siap menghadapi wawancara dengan segala informasi yang diberikan Gema.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restu ibu
Di penthouse mewah Lucas yang membentang di atas pemandangan malam Los Angeles, Freya berdiri di dekat jendela setinggi langit-langit.
Apartemen itu adalah museum untuk kesombongan. Dipenuhi dengan marmer Carrara, kaca anti peluru, dan seni kontemporer bernilai jutaan dolar. Namun, bagi Freya, kemewahan itu terasa lebih dingin dan mematikan daripada sel penjara.
Punggungnya kaku dan tegak, seolah terbuat dari baja yang ditempa oleh tekad. Selama satu bulan di bawah kendali Lucas, Freya telah belajar untuk mengubah rasa takut menjadi kekakuan yang mutlak.
Jarak fisik adalah satu-satunya benteng yang tersisa baginya. Ia menjaganya dengan fanatisme, sebuah perlawanan kecil yang mutlak.
Lucas mendekat dari belakang, siluetnya tercermin di kaca gelap. "Kau tahu, Freya," suaranya rendah, diwarnai kekuasaan yang santai, "kita bisa menjadi pasangan yang... nyaman. Anggap saja ini liburan yang panjang. Kau hanya perlu menghentikan penolakan kekanak-kanakan ini."
Lucas mengulurkan tangan, hendak menyentuh garis rahang Freya. Sentuhan itu, meskipun belum terjadi, adalah ancaman.
Gerakan Freya terjadi dalam sepersekian detik. Ia menepis tangan itu dengan kecepatan yang dingin dan menjauh, berputar sehingga wajahnya kini menghadap Lucas.
Matanya jernih, tajam, dan sama sekali kosong dari kehangatan. Ia telah membuang semua emosi, semua kelembutan, hanya menyisakan batu yang tak bisa dihancurkan.
"Jangan sentuh saya, atau kau akan melihat mayat yang hanya menatapmu dengan pandangan kosong" katanya, nadanya datar dan tanpa emosi. Itu adalah perintah yang diucapkan dengan otoritas seorang CEO, bukan permintaan seorang sandera. Ketenangan itu menyakitkan Lucas.
Lucas terdiam sejenak, wajahnya mengeras. Egonya tersentak oleh penolakan yang begitu terang-terangan. "Freya, hentikan sandiwara ini. Kau adalah milikku sekarang. Kita sudah setuju. Hani dan ayahmu aman selama kau berperilaku baik."
Freya tahu apa yang ia lakukan. Lucas haus akan dominasi total. Penolakan fisik Freya adalah satu-satunya wilayah yang tidak bisa ia taklukkan. Setiap sentuhan yang ia biarkan adalah penyerahan diri, pengkhianatan terhadap perasaannya pada Dante.
"Perjanjiannya adalah saya menjadi jaminan," balas Freya, menjaga suaranya tetap bernada tunggal. "Bukan boneka yang bisa Anda cium atau sentuh seenaknya. Saya akan memenuhi perjanjian itu, tapi saya berhak memilih bagaimana saya melakoninya. Ini adalah satu-satunya pilihan yang Anda tinggalkan bagi saya."
Freya berdiri menantang, kedua tangannya terkunci di depan tubuhnya, menciptakan batas yang tidak dapat ditembus. Ia tidak pernah memberinya senyum, sentuhan, atau bahkan tatapan mata yang lembut. Ia tidak memberinya apa-apa selain kehadiran fisik yang kosong.
Lucas mencoba lagi, ekspresinya dipaksakan menjadi simpati yang mengerikan. "Hanya ciuman selamat malam. Apa susahnya? Kau tahu apa yang dipertaruhkan, bukan? Jangan membuat situasi ini lebih sulit bagi kita berdua."
"Saya tahu persis apa yang dipertaruhkan, Tuan Lucas," jawab Freya, suaranya tetap terkontrol sempurna. "Justru karena itu, saya tidak akan memberi Anda kepuasan sedikit pun dari hubungan palsu ini. Saya menolak dicium. Saya menolak disentuh. Anda memiliki jaminan Anda. Anda memiliki tubuh ini, tapi tidak akan pernah memiliki pikiran atau jiwa saya. Tidak lebih."
Bibir Lucas berkedut. Ia menurunkan tangannya, wajahnya merah padam, nyaris ungu, karena amarah yang terkendali. Freya telah memenangi pertarungan kecil ini.
Setiap penolakan Freya terasa seperti teriakan nama Dante tepat di telinga Lucas. Itu adalah pengingat bahwa hati dan pikiran Freya tidak pernah menjadi miliknya.
"Kau benar-benar menjijikkan," gumam Lucas kepada dirinya sendiri, kata-kata itu keluar seperti desisan.
Ia berbalik dan berjalan menuju bar mini. Perasaan gagal ini adalah racun yang asing baginya. Di dunia Lucas, uang dan kekuasaan selalu membeli kepatuhan. Freya, dalam kemewahan ini, adalah kegagalan termahalnya.
Ia menuang scotch tunggal yang mahal dan menenggak minumannya hingga tandas. Rasa pedasnya gagal memadamkan bara kekesalan di dadanya.
Kekesalan terhadap Freya kini dialihkan sepenuhnya ke bisnis. Ia mengalihkannya ke medan perang di mana ia selalu menjadi pemenang mutlak.
Ia meraih ponselnya dan memanggil asistennya, Mark, tanpa melihat jam. Jarum jam menunjukkan pukul 2:00 dini hari.
"Mark," suaranya serak, tajam, dan dingin, "batalkan semua pertemuan non-esensial besok pagi. Aku ingin tabel data terbaru tentang XY Group di mejaku pukul tujuh pagi. Dan aku ingin data itu sekarang. Aku tidak peduli mereka baru tidur tiga jam."
"Tuan, tim analisis sedang bekerja tanpa henti. Permintaan agresif di pasar saham kemarin cukup membebani mereka, mereka hampir tidak punya waktu untuk beristirahat..." jawab Mark hati-hati. Kehati-hatian dalam suara itu adalah pengakuan akan kegilaan Lucas saat ini.
"Aku tidak bertanya tentang kondisi lelah tim, Mark," potong Lucas mendesis, jedanya mengancam. "Aku bertanya tentang data. Aku tidak membayar mereka untuk mengeluh, tapi untuk menghancurkan."
"XY Group harus lumpuh. Aku ingin detail kecil dari kelemahan mereka—setiap utang, setiap aset yang dapat dicuri, setiap celah keamanan siber. Jika timmu terlalu lambat menganalisisnya, maka mereka tidak berguna."
"Aku ingin tahu apa yang bisa kita serang selanjutnya, dan aku ingin laporan itu detail, lengkap dengan prediksi kehancuran finansial."
Lucas mengakhiri panggilan dengan membanting ponsel ke sofa kulit di sebelahnya. Itu bukan hanya tentang menghancurkan XY Group, itu adalah tentang menghancurkan warisan Freya. Itu adalah satu-satunya cara untuk melukai Dante saat ini.
Ia bertekad untuk menghancurkan segalanya—bisnis Dante, harapan Freya—sebelum Dante sempat menyadari bahwa sandiwara Freya hanyalah sebuah pengorbanan. Lucas ingin memastikan, ketika Freya kembali, ia akan kembali pada kehancuran total.
Jauh dari kemewahan menyesakkan Lucas, di dalam kantor darurat Gemagroup yang terenkripsi, Dante duduk di depan monitor yang memancarkan cahaya biru dingin.
Wajahnya tenang setelah Liam mengonfirmasi bahwa Hani, ibunya, telah aman total dan dibawa ke lokasi rahasia. Sandera utama Lucas kini bebas.
Mendengar konfirmasi itu, Dante memproses gelombang bantuan. Bahunya yang tegang akhirnya kendur sedikit, sebuah pelepasan fisik dari kekhawatiran yang menindas.
Tetapi rasa lega itu dengan cepat digantikan oleh rasa bersalah yang menusuk. Ia terlalu fokus pada dendam lama dan perang korporat hingga ia lalai melindungi satu-satunya orang yang paling ia sayangi. Kesalahan ini, ia berjanji, tidak akan pernah terulang lagi.
Ia meraih ponselnya, menggunakan saluran aman, dan menelepon ibunya.
"Ibu? Aku ingin minta maaf," Dante memulai, suaranya sedikit bergetar, jujur. "Aku minta maaf karena terlalu sibuk, terlalu fokus pada perusahaan dan dendam."
"Aku mengabaikanmu, Bu, dan karena kelalaianku, kau terancam bahaya. Ini adalah kebodohanku. Itu tidak akan pernah terjadi lagi."
Di ujung telepon, Hani menjawab dengan kelembutan seorang ibu. "Ibu tahu perjuanganmu, Nak. Ibu melihat bagaimana kau bangkit setelah kecelakaan itu. Dante, kau tidak lalai. Kau hanya sedang membangun kembali dirimu. Kau telah melalui masa-masa yang sulit, dan Ibu bangga denganmu. Kau selalu aman di mata Ibu."
"Tidak, Bu," kata Dante tegas, rasa bersalahnya menuntut pertanggungjawaban. "Mulai sekarang, Gemagroup akan bekerja untuk memastikan keamananmu."
"Aku berjanji, aku akan menjadi anak yang berbakti. Prioritas utamaku bukan lagi hanya Gemagroup, tapi juga kebahagiaanmu. Janji itu terpatri di hatiku."
Hani terharu, sebuah isakan tertahan terdengar samar-samar. "Ibu memaafkanmu, Nak. Selalu. Ibu tahu kau berjuang untuk menjadi lebih baik. Sekarang, Ibu sudah aman. Ibu dengar dari Liam bahwa Freya..."
"Freya dipaksa oleh Lucas. Ia berkorban untuk melindungimu," jelas Dante, suaranya dipenuhi rasa hormat yang mendalam. "Semua ini sandiwara."
Hani menarik napas, kini mengerti beban berat yang ditanggung Freya. "Freya anak yang baik, berhati mulia. Kau harus membawanya pulang, Nak. Pergilah. Selamatkan Freya. Ibu memberimu restu. Berjanjilah, kau akan kembali dengan selamat bersamanya."
Restu itu, bersamaan dengan janji bakti dan kabar bahwa Hani aman, adalah katalis. Beban emosional terangkat. Rasa bersalahnya kini berubah menjadi tekad yang tajam dan fokus. Ia menutup telepon.
[Selesai, Dante. Permintaan maaf telah diselesaikan. Sekarang, Ayah Freya.] Suara Gema terdengar, logis dan mekanis, tanpa basa-basi emosional.
Dante mengangguk. Matanya menatap skema pertahanan siber di layar, memvisualisasikan tantangan berikutnya. "Ya," jawab Dante. "Kita selesaikan tantangan itu dan kita bebaskan Freya. Kita tidak punya waktu lagi."