NovelToon NovelToon
Jangan Pernah Bersama

Jangan Pernah Bersama

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 4.Kecelakaan.

Hujan mengguyur deras, suara klakson truk dan teriakan orang-orang terdengar panik di sekitar. Mobil yang ditumpangi Clara dan Arman kini terbalik, ringsek parah. Asap tipis keluar dari kap mesin, bercampur bau bensin yang menyengat.

Clara terbaring miring, wajahnya penuh darah, napasnya tersengal. Tangannya masih refleks menutupi perutnya. Pandangannya kabur, namun ia bisa melihat samar sosok Arman di sampingnya yang juga terkulai, tubuhnya bersandar pada setir yang penyok.

“Mas…” suaranya lirih, hampir tak terdengar di tengah hujan yang menghantam kaca pecah. Air matanya bercampur dengan darah di pipi. “Aku..aku harap kita tidak perlu bersama..kau sudah mengecewakan kami..”

Arman membuka mata dengan susah payah. Darah mengalir dari pelipisnya, bibirnya pecah. Dengan sisa tenaga, ia menoleh ke arah Clara. Sorot matanya redup, tapi ada rasa sesal yang dalam di sana.

“Clara… maksudmu?…” suaranya parau, hampir tenggelam oleh deru hujan. “Apa yang..kamu maksud dengan kami? ”

Clara tersenyum samar, meski bibirnya bergetar. “Aku…tidak akan memaafkan mu Arman..”

Air mata Arman jatuh, bercampur darah di wajahnya. Dengan sisa tenaga, ia meraih tangan Clara yang gemetar. Genggaman itu lemah, tapi hangat.

“Seandainya… kita bisa mulai lagi… aku janji… kita tidak akan bersama” bisik Arman.

Clara menutup matanya, air matanya mengalir deras. “Aku harap itu terjadi..”

Detik-detik itu terasa panjang. Di luar, suara sirene ambulans mulai terdengar mendekat, tapi tubuh mereka sudah terlalu lemah.

Arman menghela napas berat untuk terakhir kali, kepalanya miring, genggamannya di tangan Clara perlahan terlepas. Clara menatap wajah suaminya sekali lagi, bibirnya bergerak pelan, “Selamat tinggal Arman..” sebelum akhirnya napasnya pun berhenti.

Keheningan menyelimuti mobil yang ringsek itu, hanya suara hujan deras yang terus mengguyur.

Di detik terakhir, sebelum nyawa benar-benar pergi, hati keduanya sama-sama diliputi penyesalan dan cinta yang tidak seharusnya bersama.

Malam itu, cinta mereka dan ikatan pernikahan mereka terputus.

Percikan api kecil dari kabel yang putus menjalar cepat ke arah tangki bensin. Hujan deras tak mampu memadamkan bara yang semakin membesar. Dalam hitungan detik, nyala api menyelimuti bagian depan mobil, menjilat ke dalam kabin yang sudah dipenuhi darah dan pecahan kaca.

Tubuh Clara dan Arman yang terkulai tak bergerak lagi kini terperangkap di dalam. Wajah mereka yang masih basah oleh air mata dan darah tampak tenang, seolah sedang tertidur. Namun takdir tidak memberi kesempatan lain.

“Menjauh! Menjauh dari mobil itu!” teriak seorang petugas penyelamat panik ketika melihat api mulai membesar.

Sirene ambulans meraung-raung di kejauhan, tapi mobil itu sudah berubah menjadi kobaran neraka. Dalam sekejap, ledakan keras mengguncang jalanan. Api membumbung tinggi ke langit malam, bercampur hujan deras yang terus mengguyur, menciptakan pemandangan mengerikan.

“BOOM!”

Gelombang panas membuat para relawan dan orang-orang yang berusaha menolong mundur ketakutan. Tak ada yang berani mendekat. Hanya suara retakan besi dan ledakan kecil susulan yang terdengar, disertai jeritan orang-orang yang menyaksikan tragedi itu dengan ngeri.

Mobil yang ringsek kini hanya menyisakan rangka besi yang terbakar, menjadi peti mati api bagi Clara dan Arman. Tak ada yang bisa menyelamatkan, tak ada yang tersisa selain abu dan kepingan logam hitam.

Malam itu, hujan deras seolah tak lagi mampu membersihkan dosa, penyesalan, dan luka yang tertinggal.

Clara dan Arman benar-benar pergi bersama cinta yang hancur, janji yang tak pernah ditepati, dan bayi kecil dalam kandungan yang tak sempat lahir melihat dunia.

Yang tersisa hanyalah bau hangus menyengat, dan teriakan orang-orang yang berdiri jauh, menyaksikan cinta yang terbakar habis bersama bangkai mobil yang meledak.

Hening. Gelap.

Setelah ledakan besar itu, Clara merasakan tubuhnya melayang dalam ruang tak bernama. Tidak ada suara, tidak ada rasa sakit, hanya sunyi yang menelan semuanya. Ia sempat berpikir, mungkin ini akhir dari segalanya. Namun tiba-tiba, cahaya hangat perlahan menyelimuti pandangannya.

Gelap itu perlahan berganti terang. Clara dan Arman merasa tubuhnya melayang, lalu jatuh ringan ke sebuah tanah berumput. Hembusan angin segar menerpa wajahnya.

Sma pelita,2016.

Mereka membuka mata dengan terengah yang tak ada lagi darah, tak ada luka, tak ada api.

Clara tercengang melihat sosok yang tidak asing didepan matanya,di depannya berdiri seorang pemuda yang begitu ia kenal. Kemeja putih, celana abu-abu, rambut masih basah karena hujan gerimis kecil yang turun. Clara tertegun. Itu Arman. Bukan Arman berusia 25 tahun yang bersama dengan dirinya kecelakaan dalam mobil dengan wajah penuh darah di mobil ringsek, melainkan Arman remaja.Arman muda saat masih SMA.

Arman, kenapa wajahnya seperti remaja?. atau aku juga?. pikir Clara yang kebingungan.

Clara lalu menunduk menatap tubuhnya sendiri. Seragam putih abu-abu, dasi abu-abu dengan logo sekolah nya dulu di kerah, sepatu kets hitam nya yang sudah lama ia tinggalkan. Jantungnya berdegup kencang. “Ini… apa? Apa aku bermimpi?”

Arman yang berdiri di depannya juga kebingungan. Ia meraba wajahnya, menatap tangan tanpa luka. “Clara…? Kau juga…?”

Clara mendekat pelan, tatapannya penuh tanya. “kau juga… kita… bukannya tadi…” suaranya tercekat, bayangan mobil ringsek dan api masih jelas di kepala mereka. “Kita sudah mati… bukan?”

Arman menatap sekeliling. Lapangan sekolah, suara bel, tawa siswa-siswi yang berlarian. Semua tampak nyata. “Ini… SMA kita dulu,” bisiknya lirih. “Tempat sekolah kita dulu, lalu seragam ini dan wajahmu seperti dulu. maksudku kita kembali ke waktu sma?”

Clara menggigit bibirnya, tubuhnya gemetar. “Jadi… kita kembali ke masa sma? Atau ini semacam… kesempatan kedua?”

Arman menatapnya lama. Ada getir, ada rasa senang karena banyak penyesalan dalam hidupnya, ada juga harapan samar di matanya untuk merubah semuanya. Ia maju selangkah, lalu meraih tangan Clara yang hangat, nyata, tak seperti genggaman lemah terakhir mereka di mobil.

Clara menatap tangan Arman yang menggenggamnya erat. Hangat, nyata, begitu berbeda dengan detik terakhir mereka di mobil. Namun, justru itu yang membuat dadanya sesak.

Dengan tiba-tiba, ia menepis genggaman itu. “Jangan sentuh aku, Arman!” serunya dengan suara bergetar. Wajah Arman terkejut, sorot matanya kosong, tak mengerti.

Namun Clara tidak memberi kesempatan. Ia berbalik dan berlari kencang ke arah gerbang sekolah. Nafasnya terengah, dadanya terasa berat, tapi langkahnya tak bisa berhenti.

Air matanya menetes saat pikirannya kembali ke masa lalu bukan tentang cinta atau pernikahannya dengan Arman, melainkan tentang ibunya, Luna.

Kalau tidak salah hari ini dimana aku menembak Arman, lalu aku kehilangan mamaku. jika benar, aku harus pulang!, pikir Clara yang cemas.

Ia tahu persis… hari ini adalah hari di mana ibunya mengalami serangan jantung. Hari yang dulu merubah seluruh jalan hidupnya.

Dalam kehidupan sebelumnya, saat bel sekolah berbunyi, ia justru sibuk memikirkan Arman. Ia berlarian menemuinya di lorong, mengungkapkan perasaan cintanya untuk pertama kali. Arman tersenyum, menerimanya, dan hari itu menjadi awal hubungan mereka.

Namun di saat bersamaan… ibunya, yang sedang sendirian di rumah, tergeletak di halaman belakang rumah nya. Clara terlambat. Ketika ia sampai, semua sudah tidak ada. Ibunya pergi untuk selamanya.

Dan setelah itu, hidupnya hancur. Ayahnya menikah dengan Rosi, wanita bermuka manis tapi berhati busuk, membawa anak perempuan bernama Desi ke dalam rumah. Mereka berdua perlahan-lahan menguasai segalanya harta ayahnya, perhatian, bahkan kasih sayang yang seharusnya untuk Clara. Ia dituduh keras kepala, dihasut, hingga ayahnya sendiri menjauh darinya.

Hidupnya berubah gelap sejak hari itu. Semua bermula karena ia tidak ada di sisi ibunya, itu merupakan penyesalan terbesar dalam hidupnya.

Clara berlari semakin cepat, melewati lapangan, menembus gerbang sekolah yang samar-samar ia kenali. Air matanya mengaburkan pandangan, tapi hatinya sudah bulat.

“Tidak kali ini…” bisiknya pada diri sendiri, suaranya penuh tekad. “Aku tidak akan membiarkan mama sendirian lagi. Aku tidak peduli dengan Arman, aku tidak peduli dengan cinta. Yang harus kuselamatkan adalah mama!”

Di belakangnya, Arman berteriak, suaranya tertelan oleh hujan gerimis.

“Clara! Tunggu! Apa maksudmu?! Kenapa kau lari?!”

Tapi Clara tidak menoleh. Baginya, ini bukan sekadar kesempatan kedua untuk cinta. Ini adalah kesempatan untuk menyelamatkan keluarganya, menyelamatkan dirinya sendiri dari takdir pahit.

Ia harus sampai di rumah. Ia harus bersama ibunya.

1
Putri Ana
thorrr lanjuttttt dong.🤭
Putri Ana
lanjutttt thorrr 😭😭😭😭😭😭😭
penasaran bangetttttttt🤭
Putri Ana
bagussss bangettttt
Putri Ana
lanjutttttttttytttttttttt thorrrrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!