NovelToon NovelToon
Suami Ku Yang Relakan

Suami Ku Yang Relakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4

Yoto merasa betapa menyeramkan papanya, seperti mama tiri yang sedang mencari anaknya untuk dijadikan pelayan.

“Yoto, kamu kenapa diem aja? Emangnya siapa sih yang ngirim pesan ke kamu? Kayaknya sampai pucat gitu mukanya.”

“Dari papa aku.”

“Kamu kayaknya nggak suka dapat pesan dari dia?”

“Emang nggak suka. Aku berharapnya dapat pesan dari Mama aku, tapi nggak mungkin... soalnya Mama aku udah nggak ada.”

Yoto merasa lelah akan hidupnya dengan kekurangan figur seorang ibu. Baginya, itu sangat-sangat terasa kurang.

“Terkadang aku suka mikir, kenapa ya orang yang masih memiliki Mama nggak terlalu bersyukur, sedangkan aku yang nggak memiliki malah mau banget punya.”

“Terkadang mah hidup itu lucu, bisa kebolak-balik. Tapi ya... kita selalu bersyukur aja.”

Yoto tersenyum mendengar ucapan Yola, lalu menatapnya.

“Aku juga bersyukur ada kamu di hidup aku. Kalau nggak ada kamu, aku juga bingung harus gimana.”

“Kayaknya kamu selalu bersyukur deh kalau ada aku. Dan aku juga bingung kenapa kamu selalu bersyukur, padahal aku bukan orang yang sempurna. Kenapa harus bersyukur?”

“Nggak tahu ya... mungkin karena aku udah kebucinan banget sama kamu. Makanya aku kayak begini.”

Keduanya tertawa tanpa arah. Setelah selesai makan, mereka berdua menonton TV.

Setelah menonton, handphone Yola berdering. Dari papanya. Ia menyuruh Yola pulang.

Yoto sebagai pasangan Yola mencoba untuk tidak memberi tahu Yola. Walau caranya salah, tapi ini semua demi kebaikan Yola.

Keesokan paginya.

Yola bangun dan kaget, karena Yoto tidak ada. Ia mencoba mencari, dan akhirnya menemukan Yoto sedang memberi makan kucing di luar.

“Yoto, kenapa kamu nggak bilang ke aku kalau mau pergi? Kan aku jadi panik. Aku kira ada apa-apa sama kamu.”

“Aku di sini aja, sayang. Kenapa sih kangen aku terus? Kan aku jadi nggak tega mau tinggalin kamu. Yaudah, lain kali aku bilang deh biar kamu nggak khawatir sama aku, ya.”

Yola hanya diam. Ia merasa dirinya sudah keterlaluan terhadap Yoto. Seharusnya ia tidak selalu ikut campur dengan urusan Yoto.

Yoto kembali ke rumah pohon dan menghampiri Yola. Yola hanya diam di pojokan. Bukan marah, tapi berpikir... apa perbuatannya sudah benar kepada Yoto, yang masih pacar dan bukan siapa-siapa.

“Maafin aku ya, sayang. Aku janji deh nggak bakal begitu lagi sama kamu.”

Yola malah merasa kasihan pada dirinya sendiri yang tidak toleran kepada Yoto. Seharusnya ia tahu kalau Yoto memang pria yang seperti itu.

“Aku yang harusnya minta maaf, bukan kamu. Maaf aku terlalu berlebihan. Nggak seharusnya aku ngatur kamu. Kalau aku baik, aku nggak mungkin ngatur kamu, benar?”

“Tidak kok, kamu baik. Aku tahu kamu sayang sama aku. Kalau kamu nggak sayang, ngapain kamu harus capek-capek ngatur orang. Benar, kan?”

“Tidak gitu dong konsepnya. Kalau kamu mau ngatur, ya berarti kamu sayang aku. Simple sih sebenarnya, jangan terlalu dipikir berat-berat. Menurut aku, aku malah makasih banget kamu mau sayang aku.”

Yoto yang mendengar itu merasa—apa semuanya karena salah dirinya, ya, yang tidak memberi kabar kepada Yola? Jadinya Yola sekarang jadi neting ke dia.

“Yaudah sekarang aku harus gimana biar kamu nggak neting sama aku, sayang?”

“Semua ini bukan salah kamu. Emang aku aja yang terlalu melarang kamu.”

Yoto mencoba untuk menenangkan Yola. Tetapi rasa tenang itu tidak ada, karena Yoto merasa Yola sudah tidak percaya kepadanya.

Ia membiarkan Yola punya waktu sendiri agar bisa berpikir dengan baik. Tidak lama, Yoto dapat telepon lagi dari papanya.

“Yoto, kamu kemana?”

“Aku masih di rumah teman. Kenapa, Pa?”

“Kenapa nggak kasih tahu Papa? Teman kamu yang mana? Kamu itu harus ada di kegiatan sekolah. Kalau kamu nggak ada, gimana OSIS mau berjalan? Kamu itu kan sudah mau lulus. Jangan cari hal-hal yang aneh. Paham kamu?”

“Baik, Pa.”

Yola menghampiri Yoto, langsung mendekap dari belakang. Yoto kaget saat melihat siapa yang memeluknya.

Saat menatap, ternyata wanita cantik—siapa lagi kalau bukan Yola. Itu membuat Yoto sangat senang dengan pandangan Yola kepadanya. Akhirnya Yola sudah tidak marah lagi.

“Sayang, kamu ngapain?”

“Eh, sayang. Kirain kamu masih marah sama aku. Ini aku lagi abis teleponan sama Papa aku. Si bawel.”

“Kenapa Papa kamu?”

“Biasalah, suka memaksa aku untuk hal yang nggak aku suka. Tapi aku selalu nurutin dia sih. Karena aku merasa, apa yang dia bicarakan terkadang itu hal yang penting buat aku.”

Yola mengusap kepala Yoto dan tersenyum. Ia tidak tahu kenapa, tapi merasa dirinya tidak salah pilih dengan adanya Yoto di dekatnya.

“Yoto, maafin aku ya, yang suka melarang kamu untuk hal yang baik. Kalau andai kamu marah sama aku pun nggak apa-apa. Aku terima. Karena mungkin aku nggak memberi kamu informasi yang penting.”

“Kamu bicara apa sih? Aku nggak pernah merasa kamu salah kok. Lagian, apa yang kamu perbuat pasti ada sebab dan akibatnya. Jadi menurut aku nggak apa-apa.”

“Jadi kamu nggak marah sama sekali dengan sikap aku yang bikin kamu terganggu?”

Yoto hanya senyum-senyum mendengar perkataan Yola. Tapi Yola justru merasa kesal, karena Yoto selalu lembut kepadanya.

“Yoto, kamu tahu nggak sih, sifat kamu itu merugikan kamu sendiri. Aku jadi nggak takut sama kamu, malah memanfaatkan kamu.”

“Justru itu yang aku harapkan. Kalau kamu nggak gitu ke aku, mana aku tahu kamu bakal manja ke aku.”

“Jadi kamu suka kalau aku manfaatin kamu? Itu emang agak aneh sih. Tapi kalau orangnya kamu... entah kenapa aku jadi nggak bisa marah. Makasih ya, Yoto.”

“Ya sayang, sama-sama.”

Yola sebenarnya merasa geram, tapi Yoto malah menganggap itu hal yang membuat Yola semakin sayang kepadanya.

Yoto mencoba untuk sabar kepada Yola. Tapi entah kenapa, justru itulah yang selalu membuat Yola semakin menyayanginya.

“Kadang aku suka mikir, kenapa ya ada orang kayak kamu di dunia ini?”

“Menurut kamu kenapa?”

“Kalau aku tahu, ngapain aku nanya.”

Yoto hanya tersenyum. Baginya, semua hal yang ia lakukan untuk Yola adalah demi kebaikan mereka bersama.

Handphone Yola berdering kembali. Dari papanya.

“Anak nggak tahu diri! Kemana kamu sekarang? Akan saya jemput kamu!”

“Mau ngapain Papa jemput aku? Kan aku bukan anak Papa lagi.”

Yoto yang mendengar itu hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sekali lagi, itu tentang keluarga Yola, yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.

Bagi Yoto, nggak semua hal tentang Yola adalah tanggung jawabnya. Hanya satu tanggung jawabnya: membahagiakan Yola.

Yola mengangkat telepon dengan perasaan takut, tapi tetap berusaha optimis dan berani menghadapi apa yang ia dengar.

Yoto merasa dengan sikapnya yang seperti itu terhadap Yola membuatnya senang. Namun dirinya juga terkadang bertanya—apa benar sifatnya ini baik, agar Yola tidak tersinggung?

Selesai telepon.

Yoto melihat ke arah Yola dan tidak berkata apa-apa. Bahkan tidak bertanya apapun. Yola pun merasa bingung.

“Sayang, kenapa kamu nggak nanya apa-apa? Apa aku salah ya? Kok kamu diam aja. Kamu marah ya sama aku, sampai nggak bicara apa-apa?”

“Tidak apa-apa kok. Aku nggak ada bicara apa-apa. Lagian, kalau kamu nggak mau cerita, untuk apa aku paksa. Benar nggak?”

“Tapi lucu ya, kamu bisa ngerti aku tanpa aku minta.”

Yoto hanya tersenyum mendengar ucapan Yola. Ia tidak mau banyak bicara, agar tidak menyakiti perasaan Yola.

“Makasih ya, karena kamu nggak pernah nanya. Makasih juga kamu selalu memahami aku tanpa aku minta. Makasih ya, sayang.”

“Ya sayang, sama-sama.”

“Yaudah, kalau gitu... kita mau kemana?”

“Hah? Kenapa jadi kemana? Bingung aku sama kamu, nggak biasanya kamu nanya aku mau kemana.”

Yola hanya diam, bingung, tidak bisa berkata apa-apa. Tidak lama, Yoto mencoba mengajak Yola pergi ke tempat yang indah untuk menghiburnya.

Sampai di taman yang ada danau besar.

“Ini tempat apa, sayang? Bagus tempatnya.”

“Ya, bagus kan? Ini tempat healing aku kalau lagi jenuh dan butuh motivasi.”

“Bagus tempatnya, aku suka.”

“Aku tahu pasti kamu suka, soalnya tempatnya emang bagus.”

Yola hanya diam. Secara alami, ia lupa akan semua masalah yang penuh di otaknya. Terkadang, hal-hal indah bisa membuat dirinya lebih baik, dibanding tidak sama sekali.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!