kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 30 kejujuran ayu
Linda langsung menghambur ke arah Rifa'i, matanya berbinar. "Sayang! Kok kamu bisa di sini? Aku kaget banget!" serunya sambil memeluk Rifa'i erat.
Rifa'i membalas pelukan Linda, senyumnya merekah. "Kan aku khawatir sama Ayu. Lagian, kangen juga sama kamu," bisiknya di telinga Linda, membuat pipi gadis itu merona.
Wati tersenyum melihat kemesraan Linda dan Rifa'i. "Cieee, yang lagi kasmaran. Udah, sana duduk dulu. Biar martabaknya kita bagi-bagi," kata Wati, menggoda.
Rifa'i melepaskan pelukannya dari Linda, lalu beralih menatap Ayu yang masih berbaring di sofa. "Ayu, gimana keadaannya? Udah mendingan?" tanyanya dengan nada khawatir.
Ayu membuka matanya perlahan, berusaha tersenyum. "Udah lumayan kok, bang. Makasih ya udah dateng," jawabnya lirih.
Rifa'i mendekat ke arah Ayu, lalu berjongkok di samping sofa. "Jangan dipaksain ya. Istirahat aja yang banyak. Kalau ada apa-apa, bilang aja sama kita," ucapnya dengan lembut, tangannya menyentuh kening Ayu, memeriksa suhu tubuhnya.
Sentuhan Rifa'i membuat jantung Ayu berdegup kencang. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia tahu, perhatian Rifa'i hanya sebatas perhatian seorang sahabat, bukan lebih. Namun, hatinya tetap saja berharap lebih.
Linda yang melihat kedekatan Rifa'i dan Ayu, tersenyum simpul. Ia tidak menyadari, senyumnya itu justru menambah luka di hati Ayu.
"Udah, yang biar mbak Ayu istirahat aja. Kita makan martabak dulu yuk. Aku udah laper banget nih," ajak Linda, menarik tangan Rifa'i.
Rifa'i mengangguk, lalu berdiri. "Yaudah, Ayu istirahat ya. Nanti kalau udah enakan, kita ngobrol lagi," ucapnya, lalu mengikuti Linda ke ruang tengah.
Ayu hanya bisa mengangguk lemah, memejamkan matanya kembali. Air mata akhirnya lolos dari sudut matanya, membasahi bantal. Ia merasa semakin sakit hati, semakin tidak berdaya.
Di ruang tengah, Ardi dan Wati sudah menyiapkan martabak di atas meja. Aroma manis dan gurih martabak memenuhi ruangan, namun tidak mampu mengalahkan aroma kesedihan yang menyelimuti hati Ayu.
"Wah, Rif, tumben banget bawa martabak. Pasti ada maunya nih," goda Ardi, sambil mengambil sepotong martabak.
Rifa'i tertawa. "Enak aja! Emang gak boleh gitu, sesekali nraktir kalian?" jawabnya, pura-pura kesal.
"Boleh dong, boleh banget malah. Sering-sering aja ya, bang ," timpal Wati, sambil mengunyah martabak dengan nikmat.
Linda duduk di samping Rifa'i, menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. "Makasih ya, sayang, udah dateng. Aku seneng banget," bisiknya, manja.
Rifa'i mengusap rambut Linda dengan sayang. "Sama-sama, sayang. Aku juga seneng bisa nemenin kamu," balasnya, lalu mencium puncak kepala Linda.
Ayu yang mendengar percakapan mesra Linda dan Rifa'i, semakin merasa terpuruk. Ia berusaha untuk tidak mendengarkan, namun suara-suara itu terus menghantuinya.
Siang itu, Ayu merasa seperti berada di neraka. Ia harus menyaksikan orang yang dicintainya bermesraan dengan sahabatnya sendiri. Ia harus menahan rasa sakit hatinya seorang diri. Ia merasa tidak ada seorang pun yang peduli padanya.
Setelah makan martabak, mereka melanjutkan acara menonton film. Linda duduk di samping Rifa'i, berpelukan mesra. Ardi dan Wati juga terlihat menikmati film tersebut. Hanya Ayu yang tidak bisa menikmati apa pun. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan Linda dan Rifa'i.
Ayu memutuskan untuk keluar dari kamar, mencari udara segar. Ia berjalan menuju taman belakang rumah Ayu, berharap bisa menenangkan hatinya.
Di taman, Ayu duduk di sebuah bangku, menatap pepohonan hijau yang tertanam rapi di pekarangan rumah ayu . Ia merasa kecil dan tidak berarti di alam semesta ini. Ia merasa tidak ada seorang pun yang bisa memahami perasaannya.
Tiba-tiba, ia merasakan seseorang duduk di sampingnya. Ia menoleh, dan melihat Ardi menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Kamu kenapa, Yu? Kok malah di sini?" tanya Ardi dengan lembut.
Ayu menggeleng pelan, berusaha menyembunyikan air matanya. "Enggak kok, Ar. Cuma pengen cari udara segar aja," jawabnya lirih.
Ardi menghela napas. "Kamu gak bisa bohong sama aku, Yu. Aku tahu ada sesuatu yang gak beres," kata Ardi, menatap Ayu dengan intens.
Ayu terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak ingin membebani Ardi dengan masalahnya.
Ardi menggenggam tangan Ayu, memberikan dukungan. "Yu, kalau ada apa-apa, cerita aja sama aku. Aku siap kok dengerin semua keluh kesah kamu," ucap Ardi dengan tulus.
Ayu akhirnya tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia menangis tersedu-sedu di hadapan Ardi.
Ardi memeluk Ayu dengan erat, membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Ia tahu, Ayu sedang mengalami masa-masa sulit. Ia ingin menjadi tempat bersandar bagi sahabatnya itu.
Setelah beberapa saat, tangisan Ayu mulai mereda. Ia melepaskan pelukannya dari Ardi, lalu menyeka air matanya.
"Makasih ya, Ar, kamu selalu ada buat aku," ucap Ayu dengan suara serak.
Ardi tersenyum lembut. "Sama-sama, Yu. Aku selalu ada buat kamu," balasnya.
Ayu menatap Ardi dengan tatapan penuh terima kasih. Ia merasa beruntung memiliki sahabat seperti Ardi.
Ardi mengelus puncak kepala Ayu lalu bertanya, "Coba kamu cerita sama aku, kamu ada masalah apa?"
Ayu menggeleng pelan sambil mengusap matanya. "Gak papa, Ar," jawabnya lirih.
Ardi tersenyum lembut. "Iya sudah, kalau gak mau cerita gak papa. Tapi kapan pun kamu butuh dan mau cerita, cerita aja ya. Aku akan selalu dengerin kamu," ucapnya dengan tulus.
Ayu mengangguk pelan, merasa terharu dengan perhatian Ardi. Ia tahu, Ardi adalah sahabat yang sangat baik.
"Ar," panggil Ayu, ragu-ragu.
"Iya?" jawab Ardi, menatap Ayu dengan penuh perhatian.
Ayu menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Sebenernya... aku ada sesuatu yang pengen aku ceritain ke kamu. Tapi... aku takut."
Ardi menggenggam tangan Ayu dengan erat, memberikan keberanian. "Jangan takut, Yu. Aku janji, aku gak akan nge-judge kamu. Aku akan dengerin semua cerita kamu," ucap Ardi dengan tulus.
Ayu menatap Ardi dengan tatapan penuh harap. Ia merasa lega karena akhirnya bisa menceritakan perasaannya kepada seseorang.
"Aku... aku suka sama seseorang," ucap Ayu, dengan suara bergetar.
Ardi terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Aku udah tahu kok," ucapnya, membuat Ayu terkejut.
"Kamu... kamu tahu?" tanya Ayu, dengan nada bingung.
Ardi mengangguk. "Iya. Aku udah lama merhatiin kamu. Aku tahu, kamu suka sama Rifa'i," jawab Ardi, dengan jujur.
Ayu terkejut mendengar pengakuan Ardi. Ia tidak menyangka, Ardi bisa tahu perasaannya.
"Tapi... tapi kok kamu bisa tahu?" tanya Ayu, dengan nada penasaran.
Ardi tertawa kecil. "Kamu itu terlalu keliatan, Yu. Setiap kali kamu ngeliat Rifa'i, mata kamu selalu berbinar-binar. Setiap kali dia deket sama kamu, kamu selalu salah tingkah. Aku udah lama merhatiin itu semua," jelas Ardi, membuat pipi Ayu merona.
Ayu menunduk malu. Ia tidak menyangka, perasaannya begitu mudah terbaca oleh Ardi.
"Terus... terus kamu marah sama aku?" tanya Ayu, dengan nada khawatir.
Ardi menggeleng pelan. "Kenapa aku harus marah? Kamu gak salah kok. Perasaan itu wajar. Yang salah itu, kalau kamu nyakitin diri kamu sendiri karena perasaan itu," jawab Ardi, dengan bijak.
Ayu menatap Ardi dengan tatapan penuh terima kasih. Ia merasa lega karena Ardi tidak marah padanya.
"Tapi... aku bingung, Ar. Aku gak tahu harus ngapain. Aku gak mau merusak hubungan Linda dan Rifa'i. Tapi aku juga gak bisa terus-terusan nyimpen perasaan ini," ucap Ayu, dengan nada putus asa.
Ardi berpikir sejenak, lalu berkata, "Yu, menurut aku, kamu gak perlu ngelakuin apa-apa. Biarin aja semua berjalan apa adanya. Jangan dipaksain. Kalau emang Rifa'i ditakdirkan buat kamu, dia pasti akan jadi milik kamu. Tapi kalau enggak, ya berarti dia bukan yang terbaik buat kamu."
Ayu menatap Ardi dengan ragu. "Tapi... apa aku bisa?" tanya Ayu, dengan nada tidak yakin.
Ardi tersenyum lembut. "Aku yakin kamu bisa, Yu. Kamu itu kuat. Kamu bisa ngadepin semua masalah ini. Aku akan selalu ada buat kamu. Aku akan selalu nyemangatin kamu," ucap Ardi, memberikan dukungan.
Ayu tersenyum, merasa sedikit lega. Ia tahu, ia tidak sendirian. Ia memiliki Ardi, sahabat yang selalu ada untuknya.
"Makasih ya, Ar. Kamu emang sahabat terbaik aku," ucap Ayu, dengan tulus.
Ardi mengacak-acak rambut Ayu dengan gemas. "Udah ah, jangan melow gitu. Gak cocok sama kamu. Mendingan sekarang kita balik ke dalem. Kasihan temen-temen pasti nyariin kamu," ucap Ardi, berusaha mencairkan suasana.
Ayu tertawa kecil. "Iya deh, iya. Yaudah, yuk," ajak Ayu, berdiri dari bangku.
Ardi dan Ayu berjalan kembali ke dalam rumah, bergandengan tangan. Meskipun Ayu masih merasa sakit hati, ia merasa sedikit lebih baik setelah berbicara dengan Ardi. Ia tahu, ia tidak sendirian. Ia memiliki sahabat yang selalu ada untuknya, dalam suka maupun duka.
Di dalam rumah, Linda dan Rifa'i sedang asyik bercanda dan tertawa. Mereka tidak menyadari, Ayu baru saja mengalami pergolakan batin yang hebat. Mereka tidak tahu, persahabatan mereka sedang diuji.