Waren Wiratama, 25 tahun adalah seorang pencuri profesional di kehidupan modern. Dia dikhianati sahabatnya Reza, ketika mencuri berlian di sebuah museum langka. Ketika dia di habisi, ledakan itu memicu reaksi sebuah batu permata langka. Yang melemparkannya ke 1000 tahun sebelumnya. Kerajaan Suranegara. Waren berpindah ke tubuh seorang pemuda bodoh berusia 18 tahun. Bernama Wiratama, yang seluruh keluarganya dihabisi oleh kerajaan karena dituduh berkhianat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 28
Pada akhirnya semua yang ada di desa Bromocorah harus mengakui, kalau Wiratama bisa mengalahkan Bragandala tanpa terkuak sedikitpun. Bahkan tanpa mengeluarkan satu tetes saja keringat.
Ki Sura Bajing menilik pemuda yang saat ini sudah berjabat tangan dengan Bragandala itu.
'Sebenarnya kekuatan macam apa itu? tingkat ilmu beladiri nya sudah melebihi tingkat sembilan. Siapa gurunya?' batin ki Sura Bajing yang memang sudah berpuluh-puluh tahun melarang buana di dunia persilatan dan belum pernah menemui kekuatan seperti yang ditunjukkan oleh Wiratama.
Mereka semua kembali ke ruangan pertemuan. Sementara para penduduk harap-harap cemas menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Akankah mereka akan tunduk dan berganti pemimpin pada seorang pemuda yang entah darimana asalnya itu. Apakah mereka akan tetap menjadi para perampok, mereka semua menunggu keputusan itu dengan cemas.
Sementara itu di tengah ruangan. Ki Sura Bajing duduk berdampingan dengan Wiratama.
"Seperti yang sudah kita sepakati, kamu telah berhasil mengalahkan murid terbaikku..."
"Tenang dulu Ki" potong Warren, "aku datang ke tempat ini bukan untuk mengambil alih desa ini. Tidak seperti itu. Ki Sura Bajing adalah pemimpin desa ini, aku tidak akan mengubah hal itu" ucap Warren yang membuat semua orang terlihat lega.
Tapi sayangnya, perasaan lega semua orang itu tidak berlangsung lama. Karena kemudian Warren memperlihatkan seringaian yang membuat semua orang terkejut.
"Aku hanya ingin menjadikan kalian pasukanku!"
Semua orang terkejut. Termasuk Ki Sura Bajing.
"Apa maksudmu?"
"Ki, aku ingin menghancurkan kerajaan. Tentu saja aku butuh pasukan!"
"Kamu ingin memberontak?" tanya komandan Jagabaya.
Dan Warren sama sekali tidak tahu untuk mengangguk.
"Tidakkah kalian pikir raja yang sekarang terlalu serakah? pajak dia naikkan tinggi sekali. Tapi tidak ada perlindungan yang sesuai. Buktinya kalian masih bisa merampok seenak kalian kan?"
Wajah komandan Jagabaya menjadi masam. Juga Bragandala.
Tapi Ki Sura Bajing yang terlihat diam, mulai kembali bicara.
"Benar! banyak rakyat yang kelaparan di desa lain" katanya.
Pria tua itu, tentu saja mengetahui hal itu karena dia kerap kali memberikan bantuan kepada desa-desa yang mengalami kelaparan dari hasil rampokan nya.
"Betul sekali. Jadi, kita tidak bisa membiarkan pemimpin seperti itu terlalu lama menguasai kerajaan!"
"Tapi prajurit istana itu jumlahnya ribuan, sedangkan ahli beladiri dan penduduk di desa ini tidak seberapa!" kata komandan Jagabaya.
"Jangan meremehkan diri sendiri. Aku punya senjata yang akan membantu kalian. Oh ya, kalian kan perampok yang sudah sangat berpengalaman apa kalian tahu di mana kerajaan menyembunyikan hartanya yang lain?" tanya Warren.
Karena emas di ruang penyimpanan sistem jumlahnya sudah tinggal sedikit. Hanya tinggal belasan. Dia membutuhkan lebih banyak harta untuk bisa melakukan pertukaran dengan apapun yang dia butuhkan.
"Di gunung Chandra Naya, di barisan bukit yang menjadi perbatasan antara ibukota dengan daerah buangan. Setiap bulannya, para pengawal membawa puluhan peti ke sana. Dengan pengawalan panglima Timena. Aku rasa disana pasti ada banyak harta kerajaan!" kata Ki Sura Bajing.
"Apa kalian pernah kesana?" tanya Warren.
"Apa kamu pikir, kami akan cari mati dengan melakukan hal itu?" tanya komandan Jagabaya.
Warren mendengus pelan.
"Aku kan hanya bertanya. Baiklah, karena kalian sudah memberitahuku tentang tempat itu. Aku akan kesana dan mengambil semua harta itu!"
Semua orang segera memiliki wajah terkejut. Mereka semua kaget mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Wiratama. Bukankah sama saja mau cari mati. Kalau dia ke tempat itu. Dan mengambil harta kerajaan.
"Penjaga di tempat itu, semuanya pendekar tingkat sembilan" kata Bragandala.
"Memangnya kenapa kalau tingkat 9? mereka bahkan bukan tandinganku!" kata Warren sombong.
Ya, bukan salahnya juga Kalau dia sampai bersikap sombong seperti itu karena memang dia memiliki sistem yang bisa membuatnya mempunyai ilmu pertahanan dan bela diri tanpa tanding. Siapa yang tidak akan sombong jika dia pada kenyataannya melawan siapapun dia memang tidak akan terkalahkan selama itu manusia tentunya.
Bragandala berdecak, sedangkan Ki Sura Bajing tetap menanggapi kesombongan Wiratama itu dengan tenang.
"Wiratama, jika memang melawan manusia kamu pasti menang. Belum tentu dengan jebakan yang ada di dalam gunung itu. Mereka menyimpan semua harta kerajaan di tempat itu tentu saja banyak jebakan yang mereka buat di sana. Tidak ada yang pernah kembali saat mereka masuk diam-diam ke tempat itu" jelas Ki Sura Bajing.
"Kalau begitu, aku yang akan pertama kembali! jika aku kembali dengan selamat. Kalian harus mau jadi pasukanku. Tenang saja, aku juga akan memberikan keuntungan untuk kalian. Aku, akan mengajarkan kalian Bagaimana membuat senjata yang lebih canggih dan juga lebih kuat dari hanya sekedar tombak atau anak panah biasa"
Tawaran dari Wiratama itu sangat menarik. Bukankah mereka sudah melihat sendiri bagaimana kehebatan senjata milik Wiratama. Jika, mereka memiliki senjata itu maka mereka akan menjadi perampok paling kuat di kerajaan Suranegara ini.
"Baiklah, kalau begitu tunjukkan kan semua omong besarmu itu dan kembalilah dengan selamat dengan semua harta itu!" kata Ki Sura Bajing.
"Kamu butuh berapa kereta kuda?" Tanya komandan Jagabaya.
Warren segera menggelengkan kepalanya ketika mendengar tawaran dari komandan Jagabaya tentang kereta kuda. Karena dia memang tidak membutuhkan kereta kuda untuk mengangkut semua harta yang diacuri nanti dari gunung Candra Naya. Dia kakak langsung memindahkan semua harta itu ke dalam sistem ruang yang dia miliki.
"Aku tidak butuh kereta kuda!" jawab Warren.
Tentu saja, jawaban dari Wiratama itu membuat semua orang terkejut memangnya kalau tidak memakai kereta kuda akan dengan apa Dia membawa semua hasil jarahan dan rampokannya itu.
"Kamu semakin tidak masuk akal Wiratama!" kata komandan Jagabaya.
"Masuk akal atau tidak, kita lihat saja nanti!" ujarnya penuh percaya diri.
Warren sama sekali tidak membuang waktu karena dia masih meninggalkan keluarganya di atas bukit. Warren menukar emas yang tersisa di dalam sistem penyimpanan dengan semua peralatan yang dibutuhkan untuk membuat granat tangan.
Warren mengajari beberapa orang yang terampil di desa Bromocorah itu bagaimana cara membuat senjata yang cukup mematikan itu. Setelah berhasil, Warren pun meminta komandan Jagabaya mengantarnya ke gunung Candra Naya. Keduanya tidak membawa pasukan sama sekali. Hanya dua ekor kuda, bersama dengan komandan Jagabaya dan juga Warren saja.
Di malam hari, mereka sampai di dekat gunung Candra Naya. Kuda itu berhenti. Dan komandan Jagabaya menunjukkan gimana letak pintu masuk menuju ke gua penyimpanan seluruh harta kerajaan di tempat itu.
"Wiratama, lihat dua obor itu. Itu pintu masuknya. Di depannya memang terlihat tidak ada penjaga akan tetapi saat kamu sudah sampai di sana mereka semua akan keluar! kamu yakin?" hanya komandan Jagabaya yang Bahkan tidak berniat sama sekali untuk pergi ke tempat itu.
Warren tersenyum miring.
"Kamu lihat saja dari sini komandan Jagabaya. Dan ceritakan apa yang kamu lihat nanti ke desa Bromocorah ya!" kata Warren turun dari kudanya sambil tersenyum menyombongkan diri pada komandan Jagabaya.
Komandan Jagabaya tampak cemas. Karena bagaimanapun juga Wiratama sudah membantu mereka membuat senjata yang sangat bagus. Kalau orang seperti dia harus mati di tempat ini rasanya sangat disayangkan.
"Buktikan omong besarmu itu Wiratama!" gumamnya sambil melihat Warren yang sudah mengendap-ngendap menuju ke arah dua obor yang jaraknya sekitar 100 meter dari tempat komandan Jagabaya berada saat ini.
***
Bersambung...