Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASUK MA'HAD SEKOLAH X
Nomor hpku ditambahkan oleh seseorang yang tak kuketahui. Ternyata nomer hpku dimasukkan ke grup ma'had oleh seseorang tersebut. Ada pengumuman di grup tersebut tentang pelunasan uang ma'had sebelum para santri baru berada di sana.
Assalamualaikum
Kepada para wali santri baru diharapkan untuk segera melunasi biaya asrama sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah sebelum para santri memasuki asrama.
Atas perhatian bapak dan ibu, Saya mengucapkan terima kasih.
Setelah membaca pengumuman tersebut, hatiku terasa kalut karena saat ini aku belum memiliki uang sama sekali untuk membayar biaya asrama tersebut.
Aku beranjak dari peraduan ke arah dapur dan harus segera makan sesuatu. Saat memikirkan sesuatu yang begitu sulit, kadang aku tidak nafsu makan sama sekali. Bila tidak makan sekali, badanku akan bergetar hebat karena aku memiliki sakit maag akut. Kuambil nasi dan kuletakkan di piring serta sayur bening sawi. Berselera makan ataupun tidak, aku harus segera makan karena saat ini kepalaku sudah mulai terasa pening.
Setelah selesai makan dan pikiranku terasa lebih tenang, aku kembali ke kamar dan mengecek gawaiku lagi. Ternyata ada Wa dari Fida disana.
Mbak
Maaf baru balas
Aku sibuk sekali
Ini anak keduaku juga lagi sakit
ini ada pinjaman sebanyak dua juta rupiah
Tapi nanti masih dipotong biaya admin, tabungan dan lain sebagainya
Nanti terima uangnya
aku kurang tahu berapa
Karena sekarang ketentuan yang berbeda
Angsuran ini bayarnya dua minggu sekali sebesar seratus lima ribu rupiah
Bila berminat segera kirim foto KK dan KTP
Agar bisa secepatnya saya kirimkan ke petugas
mungkin cairannya lima hari lagi saya tunggu ya
Aku mencari foto KK dan KTP di galeri. Setelah menyekrol galeri dan mendapatkan foto tersebut, aku mengirimkan foto tersebut kepada Fida.
Ini adalah pinjaman keduaku setelah melakukan pinjaman di Sekar Harum. Aku merasa mampu untuk membayar pinjaman tersebut, mengingat aku telah memiliki pekerjaan mengojek anak tetangga yang bersekolah di sekolah gratis di desa sebelah.
Hari ini adalah pencairan pinjaman keduaku. Untuk pinjaman kali ini, ada pertanyaan lebih detail. Aku diberi pertanyaan tentang pekerjaanku apa, gaji yang kudapat per bulan serta uang ini akan digunakan untuk hal apa. Ternyata pinjaman ini hanya boleh digunakan untuk kegiatan usaha. Aku menjawab semua pertanyaan tersebut dengan arahan dari Fida agar pinjaman itu bisa cair. Aku menjawab dengan usaha makanan ringan. Setelah mendengarkan penjelasan dari petugas tentang tata cara pembayaran angsuran, aku harus menandatangani berkas yang dibawa oleh petugas tersebut. Setelah selesai wawancara dan tanda tangan tersebut, aku menerima uang dengan sebesar satu juta tujuh ratus ribu rupiah. Tidak apa-apa aku hanya mendapatkan uang dengan jumlah tersebut. Bagiku yang terpenting saat ini adalah uang asrama Zahrana tercukupi. Minggu ini, Zahrana hanya membawa sedikit uang saku. Semoga minggu depan, aku bisa memberi uang saku yang lebih cukup lagi.
Setelah menerima uang, aku segera pulang karena ini adalah waktunya Zahrana untuk berangkat ke asrama.
Sesampainya di rumah, aku menata seluruh keperluan Zahrana agar semua peralatan tersebut bisa masuk pada tas yang berukuran kecil, mengingat aku hanya membawa motor yang tak memungkinkan bagiku untuk membawa barang dalam jumlah yang banyak.
Setelah acara mengepaki barang selesai, kusiapkan motor matic ku di halaman dan menata seluruh barang Zahrana di motor tersebut. Hari ini aku meminta bantuan tetanggaku untuk menjaga Mumtaz dan Arsenio barang sejenak karena aku akan mengantar Zahrana ke asrama karena tak memungkinkan bagiku untuk membawa mereka berdua ikut serta. Barang Zahrana yang harus dibawa sangat banyak, meskipun aku sudah memilah dan memilih barang tersebut.
Aku mengendarai motor matic dengan kecepatan sedang sambil menikmati suasana di kanan kiri yang terasa sejuk dipandang. Sesampainya di sekolah X, motor maticku tidak bisa masuk ke lokasi karena banyak sekali kendaraan mobil roda empat di sana. Aku segera memarkir motorku sembarangan, yang penting aku bisa masuk ke lokasi tersebut. Setelah turun dari motor, aku berjalan ke arah masjid yang berada di tengah lingkungan sekolah. Di sana terlihat para wali Santri tengah berkumpul untuk mendengarkan wejangan dari para dewan asrama.
Setelah acara wejangan tersebut selesai, para wali Santri segera menuju ke gerbang pintu asrama yang terletak di belakang masjid sambil membawa seluruh peralatan santri. Aku berjalan menuju ke arah motor matic dan menurunkan seluruh barang milik Zahrana dan membawanya ke pintu masuk asrama.
Seperti cerita Zahrana sebelumnya, ia mendapatkan teman baru yang bernama Ghania. Aku ingin bertemu dengan temannya tersebut untuk menyampaikan sesuatu. Aku ingin mengatakan pada Ghania agar ia mau menemani Zahrana selama mereka berada di asrama.
Seorang perempuan tampak berjalan ke arahku untuk menemui Zahrana. Perempuan itu memiliki kulit wajah yang putih dan hidung yang mancung. Aku sudah mengira pasti ini adalah Ghania. Wajahnya seperti yang pernah diceritakan oleh Zahrana tempo hari. Ghania terlihat sangat dewasa dan wajahnya begitu cantik. Ia tampak sedang menghampiri Zahrana.
"Ini teman Zahrana ya?" tanyaku pada gadis cantik tersebut.
Ghania hanya menganggukkan kepala.
"Namanya siapa?" tanyaku lagi.
"Ghania bu," jawab gadis tersebut dengan malu-malu.
"Nitip Zahrana ya nduk. Mohon Zahrana ditemani selama di asrama. Dia tidak memiliki teman dari satu sekolahnya dulu, " pintaku pada Ghania.
"Iya bu," ucap Ghania padaku.
"Terima kasih ya nduk," ucapku pada gadis tersebut.
Ghania dan Zahrana tampak saling mengobrol dan terlihat sangat akrab.
"Mohon untuk para santri segera mendekat ke pintu asrama dengan membawa seluruh barang bawaannya sendiri. Para wali Santri harap tidak membantu anaknya," ucap ustadzah dari mikropon yang dibawanya.
Ghania dan Zahrana berbaris berderet untuk masuk ke lokasi asrama. Aku hanya bisa melihat mereka dari jauh karena ada aturan dari para ustadzah agar para wali Santri hanya mengantarkan putra-putri mereka sebatas pintu gerbang asrama.
Setelah suasana tidak terlalu ramai, aku segera menghampiri Ustadzah Nadia dan menyerahkan uang asrama pada beliau. Tak lupa aku menitipkan sedikit uang saku pada Zahrana.
"Maaf ustadzah, saya baru baru bisa membayar uang asrama hari ini. Terima kasih. Saya juga menitip uang saku untuk Zahrana," ucapku pada Ustadzah Nadia.
"Tidak apa-apa Bunda. Iya nanti saya sampaikan kepada Miss Lili yang mengurusi masalah uang saku," jawab ustadzah Nadia.
"Terima kasih ustadzah."
Aku berjalan ke arah taman dan duduk sejenak. Menunggu sesaat untuk mengecek, apakah Zahrana akan keluar untuk menemuiku karena masih membutuhkan sesuatu lagi ataukah tidak. Atau Zahrana ada kekurangan pada bawaannya ataukah tidak.
Setelah tiga puluh menit menunggu, ternyata Zahrana tidak keluar juga. Aku merasa Zahrana telah baik-baik saja di dalam asrama. Aku berjalan menuju ke arah parkiran untuk mengambil motor. Kutatap sekeliling lokasi sekolah X, mulai terlihat para wali Santri banyak yang sudah meninggalkan lokasi asrama. Aku menyelah motor matic dan mengendarai motor tersebut menyusuri jalan yang biasa aku lewati. Senja ini terasa begitu indah bagiku.
"Aku menitipkan Zahranaku padamu ya Allah. Semoga ia baik-baik saja di asrama. Aamiin," doaku pada sang pencipta.