Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan Devi.
"Bagaimana menurutmu? lumayan, kan?" ucap Ivan sambil tersenyum puas menatap Devan.. Devan menganggukkan kepalanya beberapa kali sambil memasuki ruang apartemen yang di tunjukkan Ivan.
Ruangan dengan luas 22 meter persegi itu, terdiri satu ruang yang cukup untuk di tempati ranjang, lalu ada kamar mandi, dan tepat di depannya ada meja dapur mungil. Dan yang paling berkesan, ada pintu besar dari kaca yang mengarah ke balkon di dekat dapur mungil itu. Balkon mungil itu cukup di gunakan untuk menjemur baju. Sirkulasi udara juga cukup, karena pintu kaca itu bisa di buka lebar.
"Ruangan ini bisa diisi ranjang single, TV bisa di tempel ke dinding, lalu agar ruangan tak terlalu penuh sesak, kamu bisa beli ranjang yang ada laci-laci kecil di bawahnya untuk menyimpan baju," jelas Ivan sambil menunjuk tempat-tempat yang tepat untuk di letakkan perabotan yang dia maksud.
Devan tersenyum sambil mengangguk, dia menyukainya. Ruangan ini pasti sangat sesuai untuk Devi. Bukankah Devi juga pernah bilang jika dia takut tinggal di tempat yang luas, jadi studio sederhana ini pasti cocok dengannya.
"Berapa, kak?" tanya Devan.
"200 juta lebih sedikit, cocok kan?" tanya Ivan sambil menaikan sebelah alisnya.
Devan mengangguk, "ambil!" ucapnya bersemangat.
"Sekalian beli perabotan yang Kak Ivan sebutkan tadi. Sekalian kompor listrik biar nggak perlu susah cari tabung gas! oh iya, kulkas kecil juga ya kak, yang satu pintu saja biar hemat tempat juga. Oh ya, mesin cuci satu tabung juga supaya lebih simple... lalu... oh, TV sekalian di pasang." Devan mengambil ponselnya dan mengutak-atik nya sekejap.
"Aku kirim 300 ke rekening kak Ivan, buat semua yang aku minta tadi."
Ivan mendengus sambil menggelengkan kepala, "dasar bocah bucin!"
"Nanti kalau ada kembalian, Kakak kirim balik."
"Santai aja, kak. Jadi kapan semuanya selesai dan bisa di tempati?"
Ivan kembali mendengus, "beri aku dua minggu ya?"
"Sepuluh hari! usahakan selesai dalam sepuluh hari, ya kak?"
Ivan memutar bola matanya dengan jengah, "oke bos!"
"Iklas bantuin aku, kan?"
"Iklas! iklas!" ucap Ivan sambil mengangguk.
"Harus dong! kak Ivan harus balas budi ke aku, yang dulu sudah bantuin kak Ivan supaya bisa balikan sama Kak Vinvin!" ucap Devan mengingatkan Ivan.
"Aku ingat Devan, aku akan ingat selamanya!" jawab Ivan sambil meletakkan tangan kanannya di dada.
Devan terkekeh, "Terima kasih. Aku pergi dulu, ada syuting!"
"Silahkan, yang mulia," canda Ivan sambil membukakan pintu apartemen mungil itu.
Ivan melihat kepergian Devan sambil komat kamit kesal, "Hutang budi memang nggak bakalan pernah lunas sampai mati! sial!" geram Ivan sambil menyunggingkan senyum masamnya.
***
Devi duduk di salah satu bangku taman yang ada di kampusnya. Entah kenapa perasaannya tak enak beberapa hari ini. Ada sesuatu yang mengganggunya.
Siluet seseorang yang sangat Devi kenal, beberapa waktu lalu itu adalah penyebabnya. karena siluet itu persis sekali dengan perawakan ayahnya.
"Tapi nggak mungkin, kan? Bapak ke kota ini?" gumamnya.
"Mau apa coba? atau jangan-jangan mau minta uang!" gumam Devi bermonolog.
"Aku kan tak pernah telat mengiriminya uang, walaupun hanya 250 ribu tiap bulannya," gumamnya lagi.
"Ah! bukan! nggak mungkin! pasti hanya perasaanku saja." Devi menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Tiba-tiba ponsel Devi berbunyi, buru-buru Devi mengangkatnya saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"Ya, Dev? gimana?"
"Minggu depan, tanggal 15,kosongkan jadwal mu ya! aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ucap Devan dari sebrang telpon.
Devi mengangguk, "oke, nggak masalah. Mau ke mana memangnya?"
"Adalah, kejutan pokoknya. Oh ya, hari ini sepertinya aku nggak bisa les, ada syuting sampai malam. Nanti kalau sudah selesai syuting, aku telpon, ya?"
"Hati-hati, jangan terlalu capek. Jaga kesehatan," celoteh Devi.
"Iya sayang... bye!" Devan langsung menutup telponnya.
Devi bengong, dengan ponsel mati yang masih menempel di telinganya.
"Bilang apa dia tadi?" gumamnya sambil nyengir kayak kuda.
"Aaahhh!! gemesss!" girang Devi sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Eh? minggu depan tanggal 15? bukankah itu hari ulang tahunku? gumam Devi.
"Apakah Devan ingin merayakan ulang tahunku?" tanya Devi pada dirinya sendiri. Jika itu benar, betapa bahagianya hati Devi, karena di ulang tahunnya yang ke 20 tahun, dia merayakannya dengan sang pujaan hati.
Jantung Devi langsung berdebar-debar membayangkan apa yang akan terjadi saat ulang tahunnya nanti. Tapi Devi langsung menyingkirkan angan-angan indah itu, "jangan berharap terlalu tinggi Devi! sakit jatuhnya nanti! saat ini memiliki Devan saja sudah merupakan hadiah besar yang Tuhan berikan..."
"Maaf Pak! pemulung di larang masuk ke area kampus!"
Tiba-tiba suara seorang satpam mengalihkan perhatian Devi. Devi menoleh ke asal suara, dan terkejut.
Jantung Devi berdebar hebat saat melihat orang yang sedang di peringati oleh security. Devi segera berlari, bersembunyi di manapun dia bisa. Lalu dia mengintip untuk melihat sekali lagi, takut jika dia salah mengenali orang.
Devi menelan salivanya "Bapak?" gumamnya.
"Aku bukan pemulung! dasar satpam kurang ajar! aku mau cari anakku yang kuliah di sini! awas, minggir!" teriak Bapak Devi sambil mendorong si security hingga jatuh terjengkang ke belakang.
Devi menahan napas, melihat kelakuan ayahnya yang sangat kasar. Ternyata dua tahun berlalu, ayahnya masih tetap sama. Gampang tersulut emosi dan suka main kasar, pada siapapun.
"Pak! Anda sudah di peringati baik-baik, ya!" ucap security sambil bangun dan berdiri kembali di depan ayah Devi.
"Kau itu yang di beri tahu tapi nggak percaya!" kesal ayah Devi sambil menunjuk-nunjuk wajah security.
"Kalau beneran anak, kan bisa di telpon! dasar tukang ngibul!"
"Apa kau bilang!" Ayah Devi langsung melayangkan tinju nya dan mengenai pipi kiri si security. Dia pun jatuh tersungkur di tanah.
Devi membekap mulutnya sendiri, agar tak berteriak.
Lalu tiga orang security berlari mendekat dan menangkap ayah Devi dan menyeretnya menuju pos keamanan untuk di tindak lanjuti.
Jantung Devi berdebar hebat, seluruh tubuhnya pun gemetar. Dia benar-benar ketakutan melihat ayahnya muncul di sini. Bagaimana dia bisa sampai di sini? di tempat yang jauh ini? dari mana dia punya uang hingga bisa menyusul Devi ke kota?
Devi benar-benar ketakutan, dia terus bersembunyi sambil sesekali mengintip ke arah keributan itu.
Saat para security itu membawa ayah Devi menjauh, dengan cepat Devi berlari. Dia harus cepat-cepat pulang, jangan sampai bertemu dengan ayahnya. Dan mungkin untuk sementara, Devi tak akan berangkat kuliah dulu sampai situasi aman.
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭