NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:178.4k
Nilai: 4.9
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemarahan Guru

Duuummmmm!!! Udara bergetar hebat, memaksa kabut air di sekitar mereka tercerai berai seperti serpihan kaca yang dihempas badai. Rubah Ekor Sembilan terhuyung ke belakang, cakarnya mencengkeram tanah keras, meninggalkan guratan dalam di bebatuan. Makhluk buas itu mendesis marah, mata emasnya menyipit penuh ancaman.

Gao Rui menoleh dengan tubuh gemetar. Di belakangnya… berdiri sesosok makhluk suci lain.

Seekor kuda berotot besar berwarna putih, tubuhnya memancarkan aura suci yang menekan. Di dahinya tumbuh satu tanduk bercahaya, tajam dan kuat seperti tombak surgawi. Dari punggungnya, sepasang sayap putih raksasa terbentang, berkilau bagaikan terbuat dari bulu perak yang meredam cahaya. Setiap helai bulunya membawa tekanan aura yang luar biasa. Makhluk itu adalah Kuda Bertanduk Bersayap yang pernah berbicara dengan gurunya beberapa bulan yang lalu.

Rubah Ekor Sembilan mendesis kasar. Ia tampak tidak suka diganggu saat ini.

Kuda itu menghentakkan kaki depannya, menciptakan gelombang energi yang mengguncang tanah. Matanya menatap ganas. Lalu hal yang tak masuk akal terjadi. Makhluk itu berbicara… dengan bahasa manusia.

"Apa yang kau lakukan, bodoh?" Suara Kuda Bertanduk terdengar begitu dalam, bergema seperti dentuman logam. "Apa kau tidak tahu membunuh bocah ini akan membangkitkan kemarahan gurunya?!"

Mata Gao Rui melebar.

“T- Tunggu, mereka berbicara bahasa manusia. Lalu mereka membahas guru? Mereka…berbicara tentang guru?”

Rubah Ekor Sembilan meringis, liurnya menetes lagi, melelehkan batu tempat ia berdiri.

"Huh, aku hanya lapar. Daging bocah ini… sangat menggoda. Kau tahu kan, daging manusia itu sangat… lezat."

Ia menjilat taringnya yang panjang, seolah menikmati bayangan santapannya.

Namun Kuda Bertanduk mengebrak tanah dengan amarah.

"Bukan itu masalahnya, bodoh! Kau tahu siapa sosok dibalik bocah ini?! Jika dia marah, dia akan membantai seluruh binatang suci di hutan ini!"

Nada suaranya serius. Bukan ancaman kosong tapi peringatan nyata.

Rubah Ekor Sembilan menyipitkan mata, ekornya bergelombang marah.

"Selama tidak ketahuan, seharusnya tidak masalah."

Makhluk buas itu melangkah maju, menunjuk moncongnya ke arah Kuda Bertanduk.

"Sekarang minggir. Ini urusanku, bukan urusanmu."

Kuda itu tidak bergerak. Sebaliknya, ia menundukkan tubuhnya sedikit, bersiap dalam posisi tempur.

"Kalau begitu, lewati dulu aku. Selama aku masih bernapas, kau tidak akan menyentuh anak itu."

Rubah Ekor Sembilan menyeringai ganas.

"Berani menantangku demi manusia rendahan? Kau sudah gila."

"Aku tidak peduli pada anak itu," jawab Sang Kuda dengan tenang. "Yang aku pedulikan hanyalah, aku tidak ingin gurunya turun tangan. Jika dia bergerak, dunia ini akan bergetar."

Dua makhluk suci itu kini saling berhadapan. Aura mereka bertabrakan, menghancurkan batu-batu di sekitar air terjun. Angin berhembus liar, pepohonan bergetar, dan tanah retak dimana-mana.

Gao Rui berdiri di tengah badai energi itu, membeku, tidak mampu bicara… hanya satu kalimat berputar di kepalanya.

"Mereka… takut pada guru? Guru… sebenarnya sekuat apa dirimu?"

Namun suasana yang tegang itu mendadak terhenti oleh sebuah suara yang tidak seharusnya ada di tengah konflik antar binatang suci.

Tepuk tangan. Pelan, santai, namun setiap hentakannya seolah menampar kesombongan dua makhluk suci itu.

Prok...Prok....Prok....

Semua kepala menoleh. Termasuk Gao Rui, yang baru saja hampir mati. Dengan tubuh masih gemetar, ia mendongak, mengikuti arah suara itu…dan ia membeku.

Di puncak pohon tertinggi, di atas dahan tipis selebar dua jari yang seharusnya mustahil menopang tubuh manusia, berdiri seseorang. Jubah putihnya berkibar ringan, rambutnya sedikit berantakan oleh angin pegunungan. Tatapannya tajam, penuh tekanan namun bibirnya mengukir senyum yang membuat udara seketika menjadi berat.

Orang itu tentunya adalah Boqin Changing. Guru Gao Rui yang tiga hari ini melakukan pelatihan tertutup.

Aura yang terpancar darinya… bukan seperti manusia biasa. Napas alam seolah tunduk padanya, bagaikan gunung yang berhenti runtuh hanya karena ia menginginkannya begitu.

Gao Rui menghirup napas yang tertahan.

“Guru…”

Kuda Bertanduk yang tadi begitu garang, kini menelan ludah. Sayapnya yang terbentang gagah perlahan menurunkan diri. Kaki-kakinya gemetar tanpa ia sadari.

Rubah Ekor Sembilan, makhluk yang barusan nyaris menerkam Gao Rui secara refleks melangkah mundur. Seluruh bulu di tubuhnya berdiri. Sembilan ekornya yang sebelumnya bergelombang garang kini menekuk waspada. Pupil matanya mengecil. Rasa lapar hilang total dari wajahnya, tergantikan oleh sesuatu yang jauh lebih besar, ketakutan.

Boqin Changing menepuk tangan pelan.

“Sungguh… menghibur.”

Suara itu terdengar datar. Tidak keras, tidak mengandung amarah. Tapi justru karena itulah ia lebih menyeramkan. Seakan badai tak perlu berteriak untuk menenggelamkan dunia.

Suara tepuk tangan berhenti. Boqin Changing menatap Rubah Ekor Sembilan di hadapannya.

Matanya berkilat dingin.

“Jadi…” katanya perlahan. “Kau berani menyentuh muridku?”

Satu kalimat itu mengguncang jiwa. Udara menjadi berat, bagaikan langit runtuh.

Rubah Ekor Sembilan mendadak terdiam. Kuda Bertanduk juga menundukkan kepala dalam. Mereka berdua sama-sama tahu… guru dari bocah itu sedang dalam kondisi yang marah.

Boqin Changing berdiri di atas dahan yang tipis, tapi kehadirannya seperti gunung yang tak tergoyahkan. Tatapannya menembus jiwa Rubah Ekor Sembilan, membuat binatang suci itu menunduk dengan napas tercekat.

Lalu, tanpa peringatan.

Wuuuuummm...!!!

Aura mengerikan mulai keluar dari tubuh Boqin Changing. Udara mendadak menjadi padat dan bergetar, lalu tanah di bawah kaki semua makhluk di sana berguncang hebat. Dari puncak pohon hingga dasar lembah, getarannya menyebar seperti gelombang air.

Tanah retak! Pohon-pohon tumbang satu per satu, akar-akar terangkat dari bumi seperti ular yang ketakutan. Batu-batu besar berguling, air di sungai berombak liar, dan bahkan udara terasa seperti terbakar oleh tekanan kekuatan yang tak dapat dijelaskan. Boqin Changing baru saja mengeluarkan aura pertamanya, aura pendekar bumi.

Kuda Bertanduk langsung menundukkan kepala, gemetar hebat.

“Sial, dia benar-benar akan mengamuk,” bisiknya dengan nada gentar.

Rubah Ekor Sembilan bahkan tidak berani menatap. Ia merasakan tulangnya bergetar, napasnya tersendat. Setiap detik di bawah tekanan itu terasa seperti disiksa ribuan pedang.

Namun itu baru permulaan.

Boqin Changing menurunkan tangannya perlahan. Bibirnya bergerak pelan, hampir seperti doa, namun dari tubuhnya keluar aura lain. Lebih berat dan lebih mencekam. Itu adalah aura kematian.

Warna merah darah merambat dari tubuh Boqin Changing, menyelimuti lembah itu dalam kabut pekat yang membuat dada siapa pun terasa sesak. Bunga-bunga layu seketika, dan hawa kehidupan lenyap digantikan oleh dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Gao Rui terhuyung. Ia menatap sekeliling dengan napas tercekat, jantungnya berdetak tak karuan.

“Gu-Guru menyimpan aura kematian?!” serunya dalam hati.

Sementara itu, dua binatang suci itu tak sanggup bergerak. Rubah Ekor Sembilan terengah-engah, matanya melebar ketakutan.

“Sial, sepertinya aku membuat kesalahan besar,” desisnya. Suaranya tampak bergetar.

Kuda Bertanduk juga menunduk semakin dalam, sayapnya terlipat rapat.

“Rubah sialan. Andai kau tidak membuat kesalahan ini, kemarahannya tidak perlu terjadi.”

Boqin Changing membuka matanya perlahan. Dalam tatapan merahnya, ribuan jiwa seakan menjerit di balik pandangan itu.

Di tengah tekanan mengerikan itu, semua makhluk hidup di lembah itu merasakan hal yang sama. Namun ternyata Boqin Changing belum berhenti.

Wuuuuuuummmmmmm…!!

Gelombang aura ketiga bangkit dari tubuhnya. Tanah yang sebelumnya sudah retak kini terbelah semakin dalam. Batu-batu besar pecah berkeping-keping. Udara bergetar hebat seolah dunia menahan napas.

Aura ketiga keluar.

Aura itu berbeda dari dua sebelumnya. Tidak hanya menekan, tapi juga mendominasi. Aura ini bersifat menguasai dan memerintah. Aura yang membuat semua makhluk secara insting menunduk… karena yang berdiri di depan mereka bukan lagi sekadar manusia.

Ini adalah Aura Raja. Aura yang konon tidak bisa dilatih karena hanya orang tertentu yang memilikinya. Konon pemilik aura ini hanya satu dibanding seratus juta kelahiran.

Krakkk!!!!!

Batang-batang pohon yang masih berdiri tersayat-sayat seperti dirajam ribuan pedang tak kasatmata. Dedauan runtuh berjatuhan, terpotong tanpa bentuk. Rumput-rumput, ilalang, dan tanaman yang masih tegak tunduk! Seolah mereka mematuhi perintah tak terlihat, batang-batang kecil itu melengkung menempel pada tanah.

Rubah Ekor Sembilan langsung jatuh bersimpuh, sembilan ekornya menyentak ke bawah seperti ditarik oleh beban raksasa. Tubuhnya bergetar tak terkendali, mulutnya berusaha bersuara tapi tak mampu. Ia tahu telah membuat kesalahan yang besar.

Gao Rui, saksi tunggal yang masih berdiri, kini berlutut dengan tubuh gemetar. Napasnya berat.

Tulangnya terasa diremukkan. Hatinya bergetar.

Namun di matanya, terpancar sesuatu yang lain. Kekaguman, keterkejutan, dan kebanggaan yang membuncah di dalam jiwanya.

Ia menatap gurunya, sosok agung yang kini terbang di atas. Pohon pohon di sekitarnya sudah tumbang karena tidak bisa menahan tekanan aura miliknya.

Dengan suara lirih yang hampir tak terdengar, ia berbisik namun kata-katanya menggema dalam hatinya.

“Jadi… ini… kekuatan guru yang sebenarnya.”

1
Ryan Sutardjo
Baru sekarang sepertinya sangat asyik di baca. Sebelumnya sangat membosankan sama seperti pendeker Changing bosan bosa.... tak elok utk dinikmati
Yurisman Aris
lanjutkan
opik
cuma satu Thor?
Hendra
sangat membantu untuk di baca 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁
Mahayabank
Mantap Lanjuuuut lagi.. 🔁👍
Mahayabank
/Good//Good//Good/🤭🤭
BOIEL-POINT .........
very niCe Thor ..........
Mahayabank
Mantap Lanjuuuut lagi.. 🔁👍
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁
Mahayabank
/Good//Good//Good//Doge//Doge/
Mahayabank
Mantap Lanjuuuut lagi.. 🔁👍
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁
Mahayabank
Mantap Lanjuuuut lagi.. 🔁👍
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁
Mahayabank
Mantap Lanjuuuut lagi.. 🔁👍
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagi 🔁🔁
Mahayabank
/Good//Good//Good//Ok//Ok/
Rinaldi Sigar
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!