Lihat, dia kayak hantu!"
"iya dia sangat jelek. Aku yakin sampai besar pun dia akan sejelek ini dan tidak ada yang mau mengadopsinya."
"Pasti ibunya ninggalin dia karena dia kutukan."
"Coba lihat matanya, kayak orang kesurupan!"
"iya ibunya membuangnya Karena pembawa sial." berbagai macam cacian dan olokan dari teman-temannya,yang harusnya mereka saling mengerti betapa sakitnya di buang tetapi entah mengapa mereka malah membenci Ayla.
Mereka menyembunyikan sendalnya, menyiramkan air sabun ke tempat tidurnya, menyobek bukunya, bahkan pernah mengurungnya di kamar mandi hingga tengah malam. Tapi Ayla hanya diam,menahan,menyimpan dan menelan semua dengan pahit yang lama-lama menjadi biasa.
Yang paling menyakitkan adalah bahwa tidak ada satu pun orang dewasa di panti yang benar-benar peduli. Mereka hanya melihat Ayla sebagai anak yang terlalu pasrah. Kalau ia dibully, itu pasti karena ia sendiri yang terlalu lemah.
Di sekolah, semuanya lebih buruk lagi..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widya saputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Baru, Cahaya Baru
Tiba-tiba suara mobil berhenti di depan gerbang. Dari dalam turun sepasang suami istri anggun dengan wajah penuh kehangatan. Rani sontak kaget matanya berkaca-kaca.
"Mama! Papa!" Rani berlari memeluk mereka berdua
Tangis Rani pecah, pelukan itu begitu erat seolah ingin melepas kerinduan bertahun-tahun.
"Nak kau sudah tumbuh menjadi gadis yang hebat. Kami bangga padamu. Dan kami tahu, Rumah Harapan inilah tempat yang membuatmu menjadi kuat." Kata mama Rani sambil mengelus rambut putrinya
Semua mata ikut berkaca-kaca menyaksikan momen itu.
Rani memperkenalkan orang tua angkatnya kepada semua anak panti, Nina menggandeng tangan Bu Mirna, sementara Bu Asih berdiri di tengah, merasa keluarganya semakin besar.
Namun kejutan belum berhenti. Disaat Rani sibuk memperkenalkan orang tuanya pada anak panti,dari mobil lain, turun seorang wanita paruh baya dengan senyum yang Ayla kenal betul. Hati Ayla bergetar keras, langkahnya terhenti.
"Bu Mirna…!" Ayla terisak dan berlari memeluknya. Selama ini Bu Mirna pergi ke kampung halamannya dan Ayla nggak tahu kapan dia kembali.
Wanita itu adalah orang yang dulu menolong Ayla saat kabur dari panti, memberinya makanan dan tempat berlindung di rumahnya. Pertemuan itu seolah membawa Ayla kembali pada masa-masa gelap, tapi juga pada titik di mana ia pertama kali merasakan uluran tangan tulus dari seseorang yang asing.
Bu Mirna langsung merentangkan tangannya, memeluk Ayla erat-erat.
"Nak Ibu selalu berdoa suatu hari kita bertemu lagi. Dan lihatlah dirimu sekarang kau sudah menjadi cahaya untuk banyak orang. Maafkan ibu karena pergi begitu lama."
Ayla menangis di pelukan wanita itu. Semua orang di sekitar terharu. Bu Asih ikut mendekat, menggenggam tangan Bu Mirna.
"Terima kasih, Bu. Kalau bukan karena uluran tangan Ibu dulu, mungkin Ayla tak akan ada di sini bersama kita sekarang.”
Beberapa Minggu kemudian,suasana Rumah Harapan semakin meriah. Bukan hanya karena tamu istimewa yang hadir, tetapi juga karena berita bahagia persiapan pernikahan Ayla dan Arman telah resmi dimulai. Semua sibuk dengan tugas masing-masing.
Rani sibuk mengatur dekorasi, menata bunga dan lampion di taman Rumah Harapan yang akan jadi tempat acara inti. Nina membantu menyiapkan dokumen resmi pernikahan dan daftar undangan.
Tentang pakaian yang akan mereka gunakan, semua disediakan oleh Bu Mira mama Rani karena di mempunyai butik.
Bu Asih terus mendampingi Ayla, memberikan nasihat tentang rumah tangga.
"Nak, menikah bukan hanya janji di depan penghulu terapi itu tentang bagaimana kau dan Arman saling menopang ketika badai datang.”
Arman sendiri tak pernah lelah menemani Ayla, meyakinkan bahwa ia ada untuknya. Orang tua Arman pun kini memberi restu penuh.
"Ayla, kau bukan hanya calon istri putraku. Kau adalah cahaya yang akan membimbing keluarga kami." Kata Adrian dengan tulus
"Terima kasih om,sudah menerimaku di keluarga kalian." Ayla sangat terharu mendengar perkataan pak Adrian.
"Tidak ada alasan kami untuk tidak menerimamu." mereka semua tersenyum bahagia.
Arman juga menunjukkan sisi yang lebih dewasa. Ia menemani Ayla dalam setiap rapat kecil, memastikan tidak ada keputusan yang membuat Ayla kewalahan. Bahkan orang tua Arman kini tampak benar-benar merestui hubungan mereka.
"Kau beruntung, Nak. Ayla bukan hanya calon istri, tapi cahaya yang bisa menuntunmu." Kata Adrian pada anaknya.
"Iya pa,aku sangat beruntung,dan aku tidak akan menyia-nyiakannya."
Di tengah hiruk pikuk persiapan, Ayla membawa kabar besar buku terbarunya akhirnya selesai.
Judulnya: “Rumah Harapan: Dari Luka Menjadi Cahaya.”
Buku itu berisi kisah nyata perjalanan hidupnya, juga cerita Rani, Nina, dan anak-anak lain. Ia menulis tentang panti, luka, perjuangan, hingga kebangkitan.
Penerbit besar langsung menyambut hangat naskah itu. Dalam waktu singkat, buku Ayla resmi diterbitkan dan dijual di pasaran.
Peluncuran buku diadakan sederhana di aula kecil kota. Anak-anak panti duduk di barisan depan, sementara para undangan termasuk orang tua Rani, orang tua Arman, Bu Asih, dan Bu Mirna hadir dengan wajah bangga.
Saat Ayla naik ke panggung, ia sempat terdiam, air matanya jatuh.
“Buku ini adalah suara dari anak-anak yang dulu tak pernah didengar. Suara kami yang luka, tapi memilih berubah menjadi cahaya. Terima kasih untuk semua yang menjadi bagian dari perjalanan ini terutama untuk orang-orang yang pernah menolongku, bahkan saat aku hanyalah seorang anak yang melarikan diri tanpa arah. Ibu Mirna terima kasih. Pertolongan kecil itu adalah awal dari semua ini. Jika tidak ada ibu saat itu,mungkin aku sudah tidak ada di sini." Ayla berbicara dengan suara yang gemetar menahan tangis
Seluruh ruangan berdiri memberi tepuk tangan panjang. Bu Mirna menunduk, air matanya mengalir deras. Setelah acara selesai,semua memberi selamat pada Ayla. Banyak wartawan yang datang. Di televisi ramai disiarkan "pengusaha muda Ayla Ramadhani kini resmi meluncurkan buku terbarunya".
Ruangan dipenuhi isak haru. Buku Ayla langsung laris di pasaran, banyak yang menganggapnya inspirasi dan bukti nyata bahwa luka bisa berubah menjadi kekuatan.
Malam itu, anak-anak panti menyalakan lilin di halaman, membentuk tulisan: “Selamat untuk Kak Ayla & Kak Arman. Semoga kak Ayla selalu diberikan kebahagiaan."
Di bawah cahaya lilin, Arman meraih tangan Ayla.
"Buku ini menyentuh banyak hati, Ayla. Tapi bagiku, kau sendiri adalah buku yang paling indah. Aku ingin membaca setiap halamannya, selamanya.”
"Buku selanjutnya aku ingin menuliskan kisah baru bersamamu. Dan aku semakin yakin, bersamamu, aku bisa melewati semua badai." Kata Ayla berbisik dan tersenyum.
Malam itu bukan hanya tentang persiapan pernikahan, tapi juga tentang rekonsiliasi, tentang menemukan kembali orang-orang yang pernah hadir di persimpangan jalan, dan tentang janji bahwa Rumah Harapan akan terus menjadi cahaya bagi siapa pun yang membutuhkannya.
Di balik senyum, hati Ayla bergetar. Ia tahu, pernikahannya dengan Arman bukan hanya perayaan cinta, tapi juga awal dari babak baru babak di mana mereka berdua akan memimpin Rumah Harapan bersama, menjaga janji untuk anak-anak yang dulu tak pernah punya suara.
kok teror melulu sich 🤦
maaf y thooor 🙏