Calia Averie Katarina, seorang model berbakat yang selalu disebut sebagai figuran.
Pengkhianatan yang ia terima dari sang kekasih membuat Calia terikat dalam sebuah pernikahan bersama pria yang baru saja ia kenal, Ronan Lysander. Pria sederhana berprofesi sebagai kurir yang mendapatkan pengkhinatan yang sama dari tunangannya.
Namun siapa sangka, pria yang selalu melakukan pekerjaan sebagai kurir itu menyimpan rahasia besar.
Ketika Calia menunjukkan kepada publik bahwa ia bisa menjadi model sesungguhnya, Ronan menunjukkan identitas aslinya dan membuat rahasia dibalik pernikahan mereka terungkap. Lalu, bagaimana dengan nasib pernikahan mereka?
Ikuti kisah mereka....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Penyusup
"Kenapa Grandma tidak mengatakan kebenaran ini sejak awal?"
Ronan segera mengeluarkan suara protesnya begitu ia berada di dalam sebuah kamar hotel dengan fasilitas lengkap yang ditempati sang nenek untuk bermalam, duduk di sofa berhadapan dengan wanita lanjut usia yang masih mampu duduk dengan tegap seakan usia yang dimilikinya bukanlah penghalang untuk memperlihatkan kewibawaan yang masih melekat di wajahnya.
"Apakah begitu caramu berbicara dengan Grandma-mu, Lyn?" sambut Grand Bertha seraya menyesap teh di tangannya.
"Jika Grandma mengatakan hal yang sebenarnya tentang siapa Calia di awal, kau tentu tidak mau mendekatinya. Kau akan menganggap Calia adalah gadis manja. Tapi, saat kau tahu dia diperlakukan tidak adil sebagai gadis biasa, kau mengusahakan banyak hal untuknya. Kamu bahkan mengajaknya menikah tanpa mengenali dia lebih dalam," sambungnya.
"Jadi,,, Alia,,,"
"Alia?"
Kalimat Ronan seketika terputus saat tamu yang kini duduk di sofa berdampingan dengan sang nenek mengulang apa yang Ronan ucapkan sembari memicingkan mata.
"Saya menggunakan panggilan Alia untuk istri saya, Tuan Chaderik," terang Ronan.
Tuan Sander Chaderik, pria lanjut usia yang masih memiliki sisa kegagahan yang tak sirna dari wajah tampannya. Sosok yang menjadi kakek dari Calia kini duduk dengan menyilangkan kaki sembari sesekali menyesap secangkir teh yang disuguhkan di depannya.
"Begitukah caramu memanggilku? Apakah kau tidak menganggap aku sebagai kakekmu bahkan setelah kau menikahi cucuku?" sindir Tuan Sander.
"Haruskah saya mengganti panggilan Anda, Tuan? Jika Anda tidak keberatan saya memanggil Anda dengan sebutan Kakek, saya akan melakukannya," sahut Ronan tersenyum samar.
Tuan Sander hanya tersenyum tipis, kembali menyesap teh dari cangkir yang ada di tangannya dan kembali menatap lekat pria muda yang kini masih tetap duduk tenang di hadapannya.
"Apakah kau mencintai cucuku? Kalian menikah tanpa dasar cinta, jadi aku ingin memastikan apa yang aku dengar dari Bertha," tanya Tuan Sander seraya meletakkan cangkir di meja.
"Awalnya tidak, tapi seiring waktu saya tinggal bersamanya perasaan itu berubah. Saya mencintai Alia dari lubuk hati saya," jawab Ronan.
"Lalu, bagaimana dengan mantan kekasihmu yang sejak awal ingin kau nikahi?" tanya Tuan Sander lagi.
"Hubungan saya dengannya sudah berakhir, saya tidak lagi mencintai wanita itu. Yang saya cintai saat ini hanya satu orang, dan itu adalah istri saya," jawab Ronan.
Tuan Sander mengangguk, melihat ketulusan yang Ronan perlihatkan dari sorot mata pria itu.
"Aku hanya ingin mendengar itu secara langsung darimu, sekarang kau bisa kembali ke kamarmu," ucap Tuan Sander.
"Apa?"
Dahi Ronan berkerut tajam, menatap lekat pria yang ia perkirakan berusia lebih dari enam puluhan, tetapi masih memiliki ketegasan yang sangat kuat di wajahnya.
"Bukankah Anda meminta saya datang menemui Anda karena Anda ingin menjelaskan sesuatu?" tanya Ronan.
"Akan kukatakan semua jawaban dari pertanyaan yang ada di dalam pikiranmu, tapi tidak sekarang. Untuk saat ini, cukup bagimu untuk tahu bahwa Averie adalah cucuku. Dan kau perlu berhati-hati terhadap Max Morgen, pria yang pernah menjadi kekasih cucuku," jawab Tuan Sander.
"Selain itu, aku ingin bertemu cucu menantuku," imbuhnya.
"Mohon maaf sebelumnya, Tuan,,, ehm,,, Kakek,,," Ronan segera meralat kalimatnya sendiri saat mendapatkan tatapan tajam dari Tuan Sander.
"Tapi, apakah Kakek mengenal Max Morgen?" tanya Ronan.
"Bukan Max Morgen, tapi ayah dari Max Morgen," jawab Tuan Sander.
"Aku tidak tahu apa yang akan mereka rencanakan, tapi firasatku mengatakan mereka akan melakukan hal buruk. Tentang apa yang akan mereka lakukan, itu menjadi tugasmu," ucap Tuan Sander.
"Saya sudah menduga akan hal itu, Kakek tidak perlu khawatir," sahut Ronan.
"Aku akan menemui kalian lain kali, sekarang kembalilah ke kamarmu atau dia akan bertanya banyak hal karena kau pergi terlalu lama," ucap Tuan Sander.
"Alia tidak akan bertanya karena saya meninggalkannya saat dia tertidur," sahut Ronan.
"Tidur?" ulang Tuan Sander tak percaya, lalu melirik jam yang melingkar di tangannya yang menunjukkan waktu belum sampai tengah malam. "Di jam ini?"
"Ya," jawab Ronan singkat.
"Kalau begitu, saya pamit," Ronan melanjutkan seraya melangkah mendekat pada neneknya, memberikan pelukan singkat sebelum pergi meninggalkan kamar hotel.
"Rencana kita menyatukan mereka berhasil, Bertha. Dan itu berkat rencanamu," ucap Tuan Sander saat Ronan menghilang di balik pintu.
"Pada awalnya, aku tidak masalah jika Calia tidak menjadi cucu menantuku. Tapi, setelah mengetahui dia menjalin hubungan bersama Max Morgen, hatiku tidak rela. Calia cucu perempuanku," sahut Grand Bertha.
"Aku bahkan mengetahui bagaimana tingkah Retha sebenarnya juga berkatmu. Membuktikan bahwa firasatku tentang wanita itu benar adanya,"
Grand Bertha tersenyum tipis saat bertemu pandang dengan sahabatnya, sahabat yang senantiasa mendukungnya sejak ia masih muda.
...>>><<<...
.
.
Kantor Calia yang sebelumnya terlihat gelap tanpa penerangan, tiba-tiba muncul cahaya yang berasal dari ponsel bersamaan dengan seseorang melangkah perlahan menuju satu ruangan.
Sosok berjaket hitam yang membungkus tubuhnya tanpa celah, wajah yang tertutup masker serta kedua tangan yang terbungkus sarung tangan membuat sosok itu tidak bisa dikenali.
Sosok berjaket itu menghentikan langkahnya saat mencapai pintu ruang kerja Luis, membuka pintunya perlahan dan melangkah masuk.
Dia mengedarkan pandangan sejenak, menyorot kegelapan ruangan menggunakan ponsel di tangannya dan terhenti pada meja kerja Luis. Tanpa ragu, dia melangkah, membuka tiap laci meja dan mengeluarkan beberapa peralatan yang biasa Luis gunakan dalam merancang pakaian dan menyelipkannya ke balik jaket yang ia kenakan.
Dia bahkan merusak beberapa peralatan yang ada disekitar termasuk mesin jahit, merobek sketsa yang Luis tinggalkan sebelum keluar dari ruangan itu dan pergi meninggalkan kantor seolah tidak terjadi apa-apa.
. . .
. . .
To be continued...