Season 2 'Married With Ketos'
Menjalani hubungan jarak jauh itu susah dijalani bagi sebagian orang yang tidak kuat menahan rindu. Seperti kata Dylan, rindu itu berat dan..
Begitu juga yang sedang dijalani oleh pasangan muda Alsava dan Gerald. Ibarat kata baru diajak terbang tinggi kemudian harus terhempas pada sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa salah satu dari mereka harus mengejar cita-cita dan impian.
Lalu bagaimana pertemuan mereka setelah lama terpisah? masih samakah hati yang dulu dirasa?
Jawabannya ada di kisah cinta mereka yang baru ya gaes 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Sakit
Perlahan Gerald melangkah maju untuk membuka pintu ruangannya. Yang biasanya dia akan berteriak untuk mengijinkan masuk. Lain halnya dengan sekarang. Gerald sendiri yang memilih untuk membukakan pintu ruangannya.
"Kenapa sih?" tanya Alsa melihat sikap aneh Gerald.
"Stop! lo tunggu di situ Al," suruh Gerald dan diangguki oleh Alsa.
Alsa memang tidak curiga dengan sikap aneh Gerald sekarang.
Sementara Gerald kembali melangkah maju dimana orang tersebut sedang menunggu di depan pintu.
Ceklek
Disaat pintu berhasil dia buka dengan sedikit. Gerald bisa bernapas dengan lega. Ternyata yang tadi mengetuk pintu bukanlah Digo, tetapi salah satu sekertaris di kantor Ivander.
Gerald memang sudah antisipasi terlebih dahulu. Seakan tidak mau sampai makan hati berkali-kali jika Digo lah orang yang berada di depan pintu saat ini. Yang pastinya akan membuat Alsa bersikap aneh lagi.
"Pak Gerald meeting akan segera dimulai, klien sudah menunggu di ruangan," ucap sekertaris tersebut.
Gerald tersadar, lalu mengangguk dengan perasaan yang sudah lega. "Sebentar lagi saya ke sana," jawab Gerald dan diangguki oleh sekertaris tersebut seraya pamit untuk pergi.
"Dor!"
Gerald terkejut saat meliha Alsa yang sudah berdiri di belakangnya.
"Segitu amat liatin karyawannya pak?" goda Alsa membuat Gerald tersenyum tipis.
"Kenapa? cemburu?" goda Gerald dengan sengaja Alsa.
"Paan sih Rald!" elak Alsa membuat Gerald mengacak puncuk rambut Alsa.
"Lo lucu kalau lagi ngambek," jelas Gerald seraya mengambil beberapa materi yang akan dia jelaskan di meeting kali ini.
"Buruan sana kalau mau meetin**g!" usir Alsa membuat Gerald tersenyum.
Cup
Dengan spontan Gerald mengecup bibir Alsa. "Bentar ya...tunggu di sini dan jangan kemana-mana." Gerald kembali memperingati Alsa.
"Siap bos!" jawab Alsa melambaikan tangannya.
Selama menunggu Gerald meetin**g, Alsa lebih memilih untuk memainkan ponselnya. Bahkan beberapa kali dia sudah meminta kepada salah satu asisten kantor untuk membelikan cemilan yang sedang dia inginkan.
Sampai akhirnya pesan dari nomor yang tidak dikenal membuat Alsa terdiam beberapa saat.
+233333000
Boleh kita bicara berdua? Leona
Alsa menghela napas dalam. Tadi dia sudah melupakan tentang kedua orang tuanya dan juga hadirnya gadis itu di tengah keluarganya. Tetapi pesan singkay yang Leona kirimkan membuat Alsa teringat lagi.
Alsa mengabaikan pesan yang Leona kirimkan. Dia lebih baik memilih untuk menghindar dari pada bertemu dengan gadis yang secara tidak langsung menambah luka dalam batinnya.
"Capek," gumamnya memejamkan mata sebentar.
Pikirannya teringat dimana Mami Eva tadi malam begitu perhatian akan Leona. Sangat berbeda ketika Mami Eva memperlakukan dirinya. Bahkan masih sangat jelas ingatan Alsa dimana beberapa tahun lalu Mami Eva sama sekali tidak membelanya untuk menolak perjodohan yang dilakukan oleh Papi Dion.
Sikap Mami Eva seakan tidak begitu peduli akan hidup Alsa.
Ting
Nomor yang sama kembali mengirim pesan. Alsa hanya melirik isi pesan tersebut. Tetapi isi pesan hang Leona kirimkan akhirnya membuat Alsa beranjak dari duduknya.
"Fine," gumamnya seraya melangkah pergi dari ruangan Gerald.
Di cafe tomad, tempat yang sudah Leona janjikan mereka kini berada. Leona sudah lebih dulu datang, sementara Alsa baru saja sampai.
Terlihat senyum manis dari Leona. Ekor matanya melirik ke seluruh penjuru ruangan cafe.
"Nyaman ya di sini?" ucap Leona yang tidak ditanggapi oleh Alsa.
"Gue dikasih tahu Mami ini cafe lo," ucap Leona lagi.
"Bukan punya gue, tapi suami gue," jelas Alsa yang diangguki oleh Leona.
"Mami sering cerita tentang lo sama suami lo, katanya juga dia dapat beasiswa di oxford?" tanya Leona dan dijawab Alsa dengan anggukan kepala.
Lalu tatapan mata Leona lurus ke depan. Dimana kini Alsa sedang duduk di depannya. Bibirnya kembali tertarik ke atas. "Gue seneng banget bisa ketemu sama lo akhirnya."
Alsa masih bungkam. Tidak tahu sekali Leona jika sebenarnya Alsa sangat enggan bertemu dan hanya berdua saja dengannya. Alsa ingin cepat pergi. Melihat waja Leona yang juga memiliki kemiripan dengan Mami Eva membuat dada Alsa kembali sakit.
Meski tidak dipungkiri. Di sini sepenuhnya salah Mami Eva yang tidak berterus terang sejak dulu. Leona juga merupakan korban dari kisa cinta Mami Eva.
"Meski dengan cara gini, gue minta maaf Al. karena gue. Mami jadi jarang di sisi lo," lanjut Leona penuh penyesalan.
Alsa masih bungkam, tetapi tangannya terkepal dengan kuat. Kepalanya mendongak menatap Loena.
"Gue udah biasa hidup sendiri," jawab Alsa dengan sudut bibir tertarik ke atas.
Meski tidak dipungkiri senyum itu hanya hiasan di wajah cantiknya. Jika hatinya menjerit tangis mengingat Maminya yang sama sekali tidak peduli akan dirinya.
Leona mengangguk paham. "Sekarang kita kembali untuk memperbaiki semuanya, tolong pahami Mami Al," pinta Leona membuat senyum Alsa semakin lebar.
Bukan senyum kebahagiaan, melainkan senyuman miris akan hidupnya. Dengan mudahnya mereka akan memperbaiki semuanya, bahkan dengan adanya Leona sekarang.
Karena tidak mendapat tanggapan dari Alsa. Membuat Leona langsung menarik dan menggenggam tangan Alsa. Air mata yang jatuh di wajahnya membuat Alsa terkejut.
"Pleas, kita sekarang saudara Al, gue tahu lo sakit tapi gue juga sama kayak lo," ucap Leona membuat Alsa menghela napas dalam.
Mereka sama-sama merasakan sakit. Bedanya jika Leona merasa dikhianati atas hadirnya Alsa, sedangkan Alsa merasa dicampakan seakan tidak berati dalam hidup kedua orang tuanya.
"Hati gue udah hancur." Alsa melepaskan tangannya dari genggaman Leona.
Tidak ada tangis dari wajah cantiknya. Sakit yang Alsa rasa sudah tidak bisa lagi digambarkan. Seakan tidak ada lagi air mata untuk meluapkan.
"Dan mungkin udah nggak berbentuk lagi, sakit. Gue merasa nggak pernah dianggap." Alsa menunjuk dadanya yang teramat sakit.
Merasa panas di sekitar matanya membuat Alsa mendongak.
"Dari kecil gue udah sendiri, baru ngerasain hangatnya keluarga setelah menikah," jelas Alsa lagi.
Leona mengangguk. Dia paham, ini semua karena Mami Eva yang selama ini mementingkan pekerjaannga dan juga merawatnya.
"Sorry Al." Leona menunduk dengan air mata deras di wajah cantiknya.
Alsa menghela napas. Dia sendiri tidak sepenuhnya menyalahkan Leona. Tetapi hadirnya Leona memang membuat rasa sakitnya semakin dalam.
"Kita sa-"
Bruk
Leona ambruk di tempatnya. Alsa terkejut melihat Leona yang sudah tidak sadarkan diri. Dia segera meminta tolong untuk membawa Leona ke rumah sakit.
Dan kini di rumah sakit. Alsa sedang menunggu kedatangan orang tuanya. Dia tidak tahu kenapa Leona tiba-tiba pingsan begitu saja. Sementara Leona sedang ditangani oleh dokter di ruang inapnya.
Tidak lama Mami Eva dan Papi Dion datang menghampiri mereka. Alsa segera bangkit dari duduk.
"Mi Leo-"
Plak
Sebuah tamparan cukup keras mengenai pipi kiri Alsa. Alsa tersentak kaget dengan perlakuan Mami Eva kepadanya.
"Eva!" sentak Papi Dion tidak terima.
"Jangan bela Alsa. Ini semua pasti karena dia!" tunjuk Mami Eva kepada Alsa.
Alsa tersenyum kecut. Dia memegangi papinya yang kini terasa kebas karena tamparan Maminya. Sorot matanya tajam, penuh akan kebencian terhadap Maminya.
"Aku benci Mami," ucapnya berlalu pergi.
"Alsa!" teriak Papi Dion tetapi tidak lagi ditanggapi oleh Alsa.
Alsa berlari dengan tangis yang sudah tidak dia bisa bendung lagi. Dadanya semakin sesak, tamparan Maminya membuatnya semakin yakin, jika Alsa tidak berati apa-apa untuknya. Leona lebih berati bagi Maminya.
Harusnya tidak usah kembali jika hanya menambah luka Batin Alsa dengan air mata yang terus bercucuran.
"Ini sakit, teramat sakit," gumamnya memejamkan mata sejenak.