Bukan Yang Pertama

Hanif, tanpa terasa dia menangis. Mungkin menyesal atau dia malu atas apa yang pernah di lakukan kepada Shofia.

Tiba-tiba saja Hanif teringat akan Naina putri kecilnya. Dia tak kuasa menahan tangisnya, lalu pergi meninggalkan pesta. menjauh dari keramaian dan duduk di pinggir pantai luas yang terlihat sepi dan gelap.

Mungkin menyesal karena setiap kesalahan yang di perbuat, tidak akan pernah kembali dan mengulang semuanya. Dan setiap kesalahan akan ada di mana seseorang merasa sangat menyesal akan sesuatu yang pernah di lakukan. Akan merasa sakit saat semua sudah benar-benar pergi. Apakah Hanif merasakan itu, atau dia hanya merasa bersalah saja.

Suara ombak terdengar keras, menghantam batu karang yang tegak tinggi bagai bukit. Batu karang itu tetap terlihat kuat meski berulang-ulang di hantam ombak. Tapi tidak kah di sadari sebenarnya sedikit demi sedikit batu karang itu rapuh dan siap hancur.

Manusia tidak jauh berbeda dengan batu karang. sekeras-kerasnya, pasti akan melunak juga. seperti es batu akan cair, seperti air hujan akan reda dan tanah kembali mengering. Karena manusia tercipta paling sempurna.

●~●~●~●~●~●~●~●~●~●~●~●

Shofia tampak menikmati suasana pesta para bos besar itu, meski duduk sendiri tapi Shofia merasa lebih nyaman dan tenang, hingga pada akhirnya seorang laki-laki muda yang mempunyai postur tubuh gagah dan wajah campuran bule.

"Selamat malam Nona cantik." Sapa Laki-laki tampan itu berdiri di dekat Shofia.

"Malam, anda siapa?"

"Saya Jerry, boleh saya menemani anda?"

"Oh, silahkan duduk,"

"Terimakasih,"

Shofia kembali fokus dengan Handphonenya, dan tidak lagi memperdulikan Jerry, laki-laki yang duduk di sebelahnya. Karena Shofia tidak kenal dan lebih menjaga diri saja.

"Minum," Jerry menyugugkan gelas yang berisi bir.

"Maaf saya tidak minum bir," Jawab Shofia sopan masih menghargai dengan senyumnya.

"Jangan sok suci, ini bali. Kalau kamu bisa menghargai orang lain Kamu juga akan di hargai." Ujar Jerry sedikit marah.

"Oh, Maaf. Bagi saya menghargai orang lain bukan karena harus minum juga. Dan hak asasu manusia itu harus di hormati. Bali yang saya tahu adalah tempat bebas, tapi punya rasa persuadara yang tinggi dan saling menghargai yang sangat di jungjung oleh semua pengunjung. Bukan seperti anda yang memaksa saya untuk minum Bir. Anda itu hanya pendatang saja, jadi bersikaplah baik jangan sampai anda di usir oleh petugas Hotel ini." Shofia pun marah, sejak tadi masih menghargai karena merasa dirinya hanya pengunjung. Tapi Shofia tahu batasan yang mana yang harus di hormati dan mana yang harus di lawan.

"Perempuan sok Suci," maki Jerry yang sudah setengah mabuk. Dan memegang tangan Shofia kuat.

"Lepaskan atau saya akan teriak," Ujar Shofia marah. Sambil berusaha melepaskan tangan Jerry yang mencengkram pergelangan tangannya.

Karena sudah lelah dan merasa kesakitan Shofia lebih keras lagi. Hingga pada akhirnya tangan kokoh membantu memukul Jerry.

Bruk.. Tubuh Jerry terpental jauh, Seorang scurity langsung mengangkat tubuhnya dan di bawa keluar.

"Terimakasih Bapak."

"Kamu harus bisa jaga diri, kalau kamu seperti itu kamu akan di permainkan, sudah tahu banyak orang mabuk, kok malah santai saja disini. Apa kamu memang sengaja biar di goda laki-laki yang mabuk." Bapak Fakhri marah, dia memang senang berkumpul dengan para Bos besar yang sering minum bir. Tapi Bapak Fakhri tidak suka dengan minuman alkohol.

"Jangan salahkan saya, kenapa Bapak marah, bukan membela tapi saya yang di marahi." Ujar Shofia kesal lalu pergi. Sudah teraniaya, tapi masih di salahkan.

Saat sampai di kamar Shofia segera beristirahat karena jam menunjukkan pukul 00.25, Shofia berganti baju tidur, dan langsung tidur. Dia sudah lelah dengan acara seharian ini. Dan i tambah harus bertemu dengan Hanif, sungguh sangat lelah.

Malam sudah menguasai diri Shofia, dia tertidur dengan pulas. sedangkan di luar sana masih ramai dengan pesta. Semua tampak bahagia, bebas tidak ada aturan apapun. Para pengunjung juga sangat menikmati pesta di pinggir pantai.

●•~●•~•●•~•●•~•●•~•●•~•●

Keesokan harinya jam Enam pagi, Shofia pergi untuk menikmati suasana pantai di pagi hari, sambil berjemur dan melihat ramainya pantai di depan Hotel mulia.

Suara Handphone Shofia mengejutkan Shofia. setelah di lihat ternyata Bapak Fakhri yang menelpon. Shofia segera menerimanya.

"Cepat ganti baju, kita akan kunjungan Ke Hotel di Ubud."

"Baik."

Tanpa banyak bicara Shofia segera menuju kamar, saat hendak masuk kamar Shofia bertemu Hanif. Shofia pura-pura cuek, karena memang tidak ingin bicara dengan Hanif.

"Tunggu," Ujar Hanif.

Shofia menghentikan langkahnya, dan berbalik arah menghadap Hanif.

"Ada apa?" Tanya Shofia tanpa senyum menatap mata Hanif tajam

"Aku minta maaf, mungkin selama ini aku sudah sangat menyakiti kamu, Jujur aku kehilangan Putri kita. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. " suara Hanif terdengar sedih seperti merasa sangat bersalah.

"Sudah terlambat, tidak perlu menyesali. kalau sudah tidak ada kepentingan saya pergi."

"Tunggu,"

"Apalagi?"

"Selamat, ternyata kamu hebat, aku salah menilai kamu selama ini. sekali lagi maaf atas apa yang pernah aku perbuat."

"Sudah selesai bicaranya? jangan pernah membicarakan masa lalu yang sudah di tutup rapat dan sudah berakhir. Tidak baik, permisi."

Shofia langsung masuk ke kamar hotel dan berganti baju. Ada rasa kesal dan benci, entah sampai kapan rasa marah itu akan hilang saat bertemu Hanif.

Setelah berganti baju Shofia segera pergi menemui Bapak Fakhri, berdiri di depan kamar Bapak Fakhri. Tidak berani mengetuk pintu, karena Shofia tahu Bos wajah temboknya itu sangat kaku dan tidak dapat di ajak bicara baik-baik.

Setelah hampir tiga puluh menit, Akhirnya Bapak Fakhri keluar juga, Shofia hanya memberi hormat lalu mengikuti Bapak Fakhri keluar menuju mobil yang sudah di sediakan di depan Loby.

Mobil Alhpad warga hitam, dengan dua mobil pengawal dan satu mobil polisi yang mengaeal didepan. Membuat Shofia tidak habis pikir dengan bosnya itu, sampai-sampai membawa polisi segala.

Shofia duduk di sebelah Bapak Fakhri. Tidak berani menoleh kearah Bapak Fakhri, Shofia lebih fokus pada Handphonenya, sambil mempelajari pekerjaan proyek besar itu.

Perjalanan dari nusa dua ke ubud tidak terlalu lama hanya menempuh kurang lebih satu jam, itupun jika tidak macet. Setelah sampai di Hotel keluarga Alfakhri mereka semua turun. Semua karyawan memberikan hormat kepada Bapak Fakhri. Saat henak masuk kedalam Hotel, seorang wanita menghampiri Bapak Fakhri dan memeluknya tanpa malu.

"Hello Fakhri bagaimana kabar kamu?" Bapak Fakhri hanya diam, wajahnya masih sama tidak ada senyum atau menyapa kepada perempuan yang memeluknya itu.

Tangan Bapak Fakhri melepaskan tangan Wanita itu, tanpa melihat wajahnya.

"Perempuan tidak tahu malu," Ujar Bapak Fakhri sini.