Sequel dari Sang Pemilik Cinta
Sebelumnya, mohon maaf karena cerita ini banyak mengandung bawang, karena memang saya membuat karya ini seperti nano nano, ada sedih, bahagia, komedi, dan kebucinan seorang suami pasa istrinya.
Novel ini bukan mengedepankan tentang poligami atau pelakor, tetapi ini tentang psikologi Mario yang di hantui rasa bersalah pada adik kembarnya semasa remaja, juga tentang seorang gadis bernama Inka yang broken home, psikologi seorang anak korban perceraian di usia yang sama.
Kemudian, mereka menikah karena kesepakatan yang saling menguntungkan.
Mario yang tak percaya dengan ikatan pernikahan dan memilih live together bersama pacar-pacarnya, di jodohkan oleh sang ayah dengan anak sahabat ayahnya. Mario menolak dan lebih memilih menikahi Inka, teman dari istri sahabatnya yang baru sekali bertemu.
Di tengah pernikahan yang mulai adanya benih-benih cinta, mereka di uji dengan ujian yang membangkitkan psikologi masa lalu keduanya muncul.
Jadi, siapkan mental kalian dan hanya yang berhati baja, yang bisa membacanya sampai end.
Terima Kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eiffel... i'm in Love
Mario benar-benar menunjukkan perhatiannya. Ia hanya di beri waktu oleh Dhani selama lima hari. Itu berarti kebersamaan dengan Inka hanya tiga hari, karena dua hari di pakai untuk perjalanan pulang pergi. Jakarta Paris memang sangat jauh, membutuhkan waktu seharian untuk sekali berangkat. Waktu yang singkat bersama istrinya di sini, benar-benar Mario manfaatkan. Ternyata ini hal yang sangat menyenangkan untuk Mario. Ia terlihat bahagia. Mereka seperti pasangan pengantin baru yang tengah melakukan honeymoon.
"Sini." Mario mengambil piring Inka yang berisikan steak.
Mario melihat Inka yang kesulitan memotong steak itu, sehingga ia berinisiatif untuk memotongnya. Hati Inka tersentuh melihat perhatian yang diberikan Mario. Terjadi desiran aneh di hatinya yang paling dalam.
"Ini.." Mario meletakkan lagi, piring itu di hadapan Inka, setelah selesai memotong daging steak menjadi kecil-kecil.
Inka teringat Raka, sang ayah yang kerap melakukan hal yang sama, ketika ia masih kecil. Ketika keluarganya masih menjadi keluarga yang utuh.
Inka tersenyum, "terima kasih."
Mario pun tersenyum, "makanlah."
Mario mengajak Inka ke sebuah mall, membelikan banyak pakaian, tas, coklat dan berbagai pernak pernik khas Paris.
"Untuk apa membeli sebanyak ini?" Tanya Inka.
"Memang kamu tidak ingin membelikan oleh-oleh untuk sahabat-sahabat kamu? untuk karyawan-karyawan kamu?" Jawab Mario.
"Hmm..." Inka menghamburkan pelukan ke tubuh Mario.
"Awas, nanti kamu jatuh cinta!" Senyum ledek Mario.
"Ck.. Pe-De banget." Inka langsung melepas pelukannya.
Menjelang senja, Inka di kejutkan lagi dengan Mario yang membawanya ke menara Eiffel. Sungguh, sudah hampir satu bulan di Paris. Namun, baru kali ini Inka benar-benar menikmati wisata kota Paris. Selama ini ia hanya pergi apartemen kantor, kantor apartemen. Kalau pun bepergian, hanya ke Cafe atau Resto saja. Itu pun Bella yang membawanya.
Menara Eiffel sudah menjadi ikon bagi para wisatawan yang berkunjung ke Paris. Wisata eropa ke Menara Eiffel juga menjadi ikon dan symbol bagi kota paris di Negara Perancis. Sejarahnya, Menara Eiffel dibangun di lokasi Champ de Mars persis di pinggir sungai Seine. Menara ini di rancang oleh Gustave Eiffel dengan ketinggian 325 M dan pada tahun 1930 menjadi menara tertinggi di dunia.
"Wah.. Eiffel.. I'm in love." Teriak asal Inka sambil berlari kecil menuju bangunan itu.
Mario menoleh seketika, mendengar teriakan Inka. Ia mengeryitkan dahinya.
"I'm in love? sama siapa?" Mario meminta penjelasan perkataan Inka tadi.
"Iya, Eiffel.. i'm in love, itu judul film yang pernah fenomenal itu kan?" jawab polos Inka.
"Halah.. gue kira.." Gumam Mario.
"Emang apa yang ada di pikiran kamu?" Tanya Inka.
"Hmm.." Mario mengangkat bahunya.
"Fotoin donk!" Inka menyuruh Mario dengan ponsel yang sudah di julurkan pada wajahnya.
Mario meraih ponsel Inka, "view yang bagus tuh di sini." Mario menarik lengan Inka, yang belum siap untuk berjalan cepat. Sekaligus melampiaskan kesalnya, karena ia kira Inka tadi sedang menyatakan cintanya.
Inka kesal dengan perilaku kasar Mario.
"Lepas.. aku bisa jalan sendiri." Inka mengibas lengan Mario dengan nada sedikit ketus.
"Nah di sini view nya bagus." ucap Mario santai, seolah tidak melakukan kesalahan.
Inka sudah berpose dengan ragam macam gaya. Gayanya pun bukan gaya seperti Inka yang orang-orang lihat. Ia bergaya imut sekali, membuat Mario geli sendiri melihatnya. "Perempuan ini, benar-benar selalu penuh kejutan." Batin Mario.
Tak lupa Mario pun melihat-lihat galeri pada ponsel Inka, di saat istrinya itu sedang sibuk sendiri mengagumi tingginya menara Eiffel. Mario lagi-lagi tersenyum dengan isi galeri ponsel Inka. Pasalnya Inka selalu berpose dengan gaya tak biasa. Ada yang sedang memonyongkan bibirnya, menaikan lubang hidungnya, atau memfoto dirinya yang sedang tidur dipenuhi air liur. Sontak membuat Mario tergelak. Inka mendengar Mario yang sedang tertawa terbahak-bahak sambil memegang ponselnya.
"Balikin handphone aku!" Suara Inka menghentikan aktifitas tawa Mario.
"Nih.." Mario langsung menyerahkan ponsel Inka sambil terus tertawa.
Sayangnya, Mario belum mentransfer foto-foto itu ke ponselnya. Padahal lumayan untuk menghilangkan stres, jika ia sedang penat di kantor. Terbesit di benaknya, untuk menyadap semua isi di ponsel itu. Karena untuk Mario, hal itu tidaklah sulit.
Menjelang malam, Mario membawa Inka ke sebuah Resto dengan menyuguhkan pemandangan indah menara Eiffel di malam hari. Inka di buat ternganga dengan kejutan Mario ini.
"Ini ngga gratis ya! seperti biasa." Senyum licik Mario seraya menaikkan alisnya, membuat Inka malas melihatnya. Seketika senyum Inka berubah menjadi kecut.
"Hufft.. alamat tubuhku akan remuk lagi, pagi nanti." Gumam Inka sambil menghela nafasnya kasar.