NovelToon NovelToon
Aplikasi Penghubung Dunia

Aplikasi Penghubung Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Menjadi Pengusaha / Kultivasi Modern / Toko Interdimensi
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak

Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.

Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26 Gala Premiere

Arzhel berhenti sejenak, menatap langit-langit seakan bicara pada dirinya sendiri. “Adikku itu… mungkin satu-satunya alasan aku tidak menyerah pada keluarga ini.”

Lily diam. Matanya berkaca-kaca, tapi kali ini bukan karena sedih—melainkan karena kagum. Ia lalu tersenyum lebar.

“Kalau begitu, aku tidak salah menganggapmu sebagai kakak. Kau memang pantas jadi panutan, Kak Arzhel.”

Arzhel menoleh, sempat tertegun mendengar kata-kata polos itu. Perlahan, senyum tipis merekah di wajahnya.

“Dasar bocah…”

Arzhel menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap kosong ke meja makan yang kini hanya tersisa piring kotor dan sisa tulang ayam.

“Padahal kalau dipikir-pikir, aku sebenarnya bisa saja mengirim uang ke orang tuaku,” gumamnya lirih. “Hasil judi kemarin cukup besar, ditambah tabungan dari pekerjaanku sebagai aktor figuran. Bukannya aku tidak mau memberi… masalahnya ada di siapa yang harus kupercayakan untuk memberi mereka.”

Lily menoleh, wajahnya penuh rasa ingin tahu. “Maksudmu?"

Arzhel tersenyum hambar. “Orang tuaku kolot soal teknologi. Telepon saja mereka masih bingung harus menekan tombol yang mana. Jadi, satu-satunya cara paling mudah untuk mengirim uang… ya, lewat kedua kakakku. Dan kau sudah tahu sendiri siapa mereka.”

Nada getirnya kembali terasa. Lily ikut mengerutkan kening.

“Kalau aku titip uang lewat mereka, bisa-bisa yang sampai ke orang tuaku hanya sepotong. Atau malah tidak sampai sama sekali. Jadi… percuma. Aku tidak bisa mengandalkan mereka.”

Arzhel mengusap wajahnya pelan, lalu melanjutkan, “Sebenarnya ada cara yang lebih aman, tapi juga menjengkelkan: pulang langsung ke kampung. Urus biaya sekolah adikku sendiri, pastikan ibuku menerima uang itu dengan tanganku. Dengan begitu aku bisa tenang. Tapi…” ia mendengus kesal, “yang menjengkelkan adalah aku harus bertemu lagi dengan kedua kakak laknat itu.”

Keheningan melayang sejenak. Lily menatapnya penuh iba, lalu tersenyum tipis. “Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan, Kak?”

Arzhel menghela napas panjang, menatap jauh ke luar jendela. “Mungkin… minggu depan aku harus pulang ke kampung halamanku, kau mau ikut?”

Mata gadis itu berbinar riang. "Boleh? Kalau begitu kakak tidak usah khawatir, aku akan memukul kepala kakakmu itu dengan sekop kalau berani mengganggumu!"

Arzhel terkekeh pelan. "Tidak perlu sejauh itu, tapi kalau pakai tongkat baseball kurasa tidak masalah."

"Siap!" jawab Lily dengan antusias sambil mengulurkan telapak tangannya mengajak tos, Arzhel menerimanya.

"Tos!" ucap mereka bersamaan.

...

Usai sarapan pagi, Arzhel dan Lily akhirnya berpisah. Arzhel mendapatkan undangan menghadiri konferensi pers bersama dengan pemeran film lainnya yang terlibat dalam pengerjaan film The Hero Who Saved the Princess.

Arzhel sebagai pemeran utama penjahat tentu harus hadir juga bersama yang lainnya. Sementara Lily pergi entah kemana untuk merekrut pembantu baru untuk rumah mereka. Namun, Arzhel sudah menyerahkan sepenuhnya tugas itu kepadanya.

Arzhel melangkah ke tepi jalan dan menunggu taksi. Begitu sebuah mobil kuning berhenti, ia masuk dan duduk di kursi belakang.

Jalanan kota dipenuhi hiruk pikuk, klakson bersahut-sahutan, dan billboard iklan filmnya sendiri tampak menjulang di beberapa sudut jalan.

Arzhel bersandar, menatap keluar jendela. Mobil-mobil mewah melintas, sementara dirinya masih duduk di taksi yang berderit. Ia teringat rencananya untuk membeli mobil pribadi, tapi untuk sekarang itu bisa menunggu setelah dia kembali dari kampung halamannya.

Sesampainya di lokasi gala premiere, suasana sudah meriah. Karpet merah terbentang, lampu sorot menyala terang, dan kerumunan wartawan sibuk berteriak-teriak memanggil nama aktor dan aktris besar yang baru keluar dari mobil mewah mereka.

Sorotan utama saat itu jatuh pada Laura dan Austin. Keduanya melangkah berdampingan, penuh pesona dengan busana elegan. Para wartawan langsung menyerbu, kamera berkilatan tanpa henti.

"Benarkah kalian menjalin hubungan romantis?”

“Apakah cinta lokasi itu nyata?”

“Nona Laura, apakah ada konfirmasi resmi?”

Laura tersenyum lembut, elegan, lalu menjawab, “Itu hanya spekulasi publik. Kami memang berperan sebagai pasangan di film ini, jadi wajar kalau ada yang salah paham dan membawanya ke dunia nyata.”

Austin hanya tersenyum kaku, tapi Arzhel bisa melihat rahangnya mengeras, jelas ia tidak menyukai klarifikasi itu.

'Pffft... Setelah dilihat-lihat rupanya dia tidak semenakutkan yang aku kira pada awalnya...' batin Arzhel sambil menahan tawanya.

Kemudian, seolah disengaja, mata Laura bertemu dengan mata Arzhel. Ia melambai pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya.

'Oh, tidak…'

Arzhel merasakan darahnya turun ke kaki. Seketika semua kepala menoleh mengikuti pandangan Laura, dan kini, puluhan mata wartawan menatapnya seperti kawanan singa melihat daging segar.

Blitz kamera mendadak berpindah ke arahnya.

“Siapa itu?”

“Apakah dia aktor juga?”

“Kenapa aku belum pernah melihat wajahnya?”

Belum sempat ia melangkah, dua orang security menghadang. “Tunggu sebentar, Tuan. Ini hanya untuk aktor dan kru—”

“Dia adalah aktor,” sebuah suara berat terdengar. Sutradara Raymond muncul, senyum penuh keyakinan terpasang di wajahnya. “Pemuda ini disini adalah pemeran utama penjahat di film kita. Seorang aktor baru yang luar biasa berbakat.”

Seakan aba-aba, blitz kamera kembali menyerbu.

“Apa yang membuatmu bisa mendapatkan peran besar ini?”

“Bagaimana hubunganmu dengan Nona Laura? Kalian tampak akrab!”

“Sepertinya Sutradara Raymond sangat mempercayaimu, apakah kau sehebat itu?”

Arzhel nyaris kaku di tempat, lidahnya seolah terikat. Ini pertama kalinya ia dikerubungi media, suara wartawan datang bertubi-tubi, bagai gelombang yang menenggelamkan.

Ia membuka mulut, mencoba berkata sesuatu—namun sebelum sempat, sebuah tangan lembut menggenggam tangannya.

Laura.

Dengan wajah tenang seolah ini bagian dari skenario, ia berkata pada wartawan, “Permisi, kami harus masuk dulu.”

Lalu, ia menarik Arzhel melewati kerumunan. Blitz kamera semakin gencar, sorakan wartawan makin ramai.

Austin yang masih berdiri di karpet merah, menatap pemandangan itu dengan ekspresi penuh bara. Rahangnya mengeras, bibirnya berdecak kesal.

Arzhel yang masih digandeng Laura hanya berbisik lirih. "Apa yang kau lakukan?"

Laura tersentak kaget begitu menyadari ia masih menggenggam tangan Arzhel. Dengan cepat, ia melepaskannya, wajahnya sedikit memerah.

“Maaf… aku tidak sadar,” ujarnya pelan. “Aku hanya… kau tadi terlihat tertekan dengan pertanyaan para wartawan.”

Arzhel mengusap tengkuknya yang sedikit kaku, tidak menanggapi terlalu serius.

Laura melanjutkan, kali ini suaranya lebih serius, “Ingat, saat menghadapi media, kau harus tenang. Pikirkan dulu sebelum bicara. Satu kalimat saja bisa dipelintir dan dijadikan berita sensasional yang sama sekali berbeda dari maksudmu. Jangan biarkan mereka mengendalikan narasi.”

Arzhel menatapnya sejenak, lalu mengangguk dalam-dalam. “Mengerti.”

Suasana hening menyergap. Keduanya berdiri canggung di lorong menuju aula utama, hingga akhirnya suara berat Raymond memecah kebekuan.

“Kalian berdua, ayo. Penayangan sudah hampir dimulai. Ini momen pertama kita melihat hasil final.”

Mereka bertiga berjalan bersama menuju sebuah ruangan besar yang mirip bioskop modern. Lampu-lampu meredup, layar raksasa menyala, dan film The Hero Who Saved the Princess pun dimulai.

1
Jujun Adnin
kopi dulu
Depressed: "Siapa bilang Iblis itu tak punya hati? Temukan kisahnya dalam Iblis Penyerap Darah."
total 1 replies
Redmi 12c
lanjuuttt
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
El Akhdan
lanjut thor
Caveine: oke bang👍
total 1 replies
REY ASMODEUS
kerennn 2 jempol untuk othor🤭🤭🤭
REY ASMODEUS
siap nona bos kecil
Redmi 12c
kreeeenn
Redmi 12c
anjaaaiii dewa semproolll🤣🤣🤣🤣🤣🤣
REY ASMODEUS
Thor up banyak ya, ini karya dengan tata bahasa simple tapi masuk akal....
REY ASMODEUS
dewa kuliner dewa gila rasa /Smirk//Smirk//Smirk/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!