Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Sesampai di kantor Yoto, Yola langsung masuk ke dalam ruangan Yoto. Saat itu, Yoto sedang fokus bekerja dengan menggunakan kacamata. Melihatnya, Yola sempat bertanya dalam hati, seberapa gantengnya Yoto.
Yoto merasa bingung dengan sikap Yola. Ada apa dengannya? Kenapa Yola diam saja dan tidak berbicara apa-apa?
Yoto bangun dari tempat duduknya, lalu menghampiri Yola. Jantung Yola berdegup kencang. Saat Yoto sudah berada tepat di depannya, Yola malah menutup mata. Yoto tersenyum, lalu mengusap pipi Yola dengan lembut.
“Kenapa kamu memejamkan mata? Kamu mengharapkan apa, sayang?”
Yoto terkekeh kecil sambil menggandeng tangan Yola, sedangkan Yola merasa malu dan berpikir, kenapa dirinya tadi malah menutup mata.
Sampai di sofa ruangan, Yola duduk sambil menatap sekeliling. Yoto yang masih sibuk bekerja melirik apa yang dibawa Yola.
“Kamu bawa makanan buat aku, atau gimana?”
“Ya, ini dimakan. Semoga sesuai dengan selera kamu ya. Tadi aku beli sepanjang jalan ke sini.”
“Kamu naik apa ke sini?”
“Mobil pribadi aku. Kenapa emangnya?”
Yoto hanya diam. Dalam hati ia berpikir, betapa dewasanya wanita kecilnya itu. Dulu Yola selalu mengharapkan dirinya, tapi sekarang ia sudah bisa pergi sendiri.
“Enggak. Aku cuma nggak nyangka aja kalau kamu sekarang benar-benar sudah dewasa. Aku bangga sama kamu, Yola.”
Yola yang mendengar itu merasa senang. Entah kenapa, pujian dari Yoto selalu bisa menghiburnya tanpa sadar.
“Makasih, Yoto. Bahkan suami aku sendiri nggak pernah bangga sama aku. Mungkin sekarang dia posesif sama aku, tapi aku merasa dia bukan sayang sama aku. Dia hanya nggak mau aku dekat dengan pria lain. Sejak aku kenal kamu, dia mendadak posesif. Kadang aku takut dengan keposesifannya. Aku bingung harus gimana. Mau minta tolong ke kamu, tapi kamu jauh. Sedangkan aku masih menjadi istri sah dia.”
Yoto kaget saat mendengar perkataan Yola. Ia tidak habis pikir kenapa Yola tiba-tiba bicara seperti itu. Membuatnya berpikir, apa yang harus ia lakukan.
“Kamu mau aku lakuin apa, sayang, buat bantu kamu?”
Yoto tahu, Yola selalu saja merepotkannya. Padahal, Yola sendiri yang menarik garis batas. Jika Yola terus mengeluh tentang pernikahannya, bisa-bisa Yoto tidak menikah dan hanya mengurus rumah tangga orang lain. Lalu, apa kata orang?
“Saat ini kamu masih mikirin aku soal pendapat orang lain. Kenapa sih kamu nggak pernah bisa berubah? Kamu lihat, mau aku dibicarakan atau tidak, sama aja. Jadi untuk apa kamu mementingkan pendapat orang lain? Lebih baik pendapat kamu sendiri. Aku merasa pendapat kamu lebih penting. Ingat itu.”
Yola berpikir, apa mungkin dirinya terlalu memikirkan orang lain hingga membuat semua orang malas kepadanya. Padahal ia hanya ingin kebaikan untuk orang lain, tapi lupa memikirkan dirinya sendiri.
Ia merasa dirinya tidak pantas dicintai, tapi di sisi lain ia juga ingin dicintai. Yola bingung harus bertindak sejauh apa agar dirinya bisa diterima dan dicintai dengan tulus tanpa sakit hati.
Yoto mencoba berbicara dari hati ke hati. Ia ingin Yola berhenti berpikiran buruk tentangnya. Karena sebenarnya, Yoto benar-benar mencintainya tanpa paksaan. Ia bahagia bisa mencintai Yola, dan demi Yola ia mau melakukan apa saja.
“Dengarin aku ya. Aku nggak akan mengulang lagi perkataan aku. Sekarang aku mau dengar langsung dari mulut kamu. Kamu sayang nggak sama aku?”
Yola hanya mengangguk pelan. Tapi dalam hatinya ia merasa bersalah pada suaminya, Leon. Sebab saat ini, ia masih berstatus istri Leon, namun sedang menjalin perasaan dengan Yoto. Ia bingung bagaimana cara mengakhiri hubungannya dengan Leon.
“Jawab aku. Aku mau kamu jawab, aku nggak mau kamu cuma mengangguk. Kalau begitu, aku jadi salah paham dan bingung harus melangkah ke mana. Kita ini butuh komunikasi biar nggak salah paham. Kamu ngerti kan?”
“Ya, aku sayang sama kamu. Aku nggak rela kamu sama cewek lain. Tapi aku juga harus sadar diri dengan status aku. Aku sudah jadi istri orang. Aku juga harus tahu diri. Kenapa aku terus mempertahankan diri aku sama kamu?”
“Kita akan wujudkan itu kalau kamu mau cerai dengan Leon. Apa kamu sanggup cerai dengan Leon?”
“Sanggup… tapi aku takut Leon akan menyakiti kamu. Aku nggak mau dia menyakiti kamu. Aku punya alasan kuat kenapa aku tidak mau cerai sama dia. Jadi aku minta maaf kalau terkesannya aku tidak tegas dengan pilihan aku terhadap kamu.”
Yoto senang mendengar perkataan Yola. Tapi hatinya berat karena alasan Yola tidak bercerai ada kaitannya dengan dirinya. Apa Yoto harus membocorkan rencana jahat Leon?
Namun ia juga takut, setelah membocorkan itu, Yola malah membencinya. Yoto harus memikirkan cara agar Yola tetap sayang padanya dengan tulus, tanpa paksaan.
Tiba-tiba, ponsel Yoto berdering. Ternyata dari Liza, temannya di Malaysia.
Yoto langsung mengangkat telepon itu di depan Yola, karena memang tidak ada hubungan apa-apa dengan Liza. Jadi tidak ada salahnya bila Yola tahu siapa saja yang dekat dengannya.
“Liza, ada apa kok kamu telepon aku?”
“Ya, aku mau nanya kabar kamu, Yoto. Sudah lama kita nggak ketemu. Terakhir pas kuliah, teman-teman ngajak kita reunian. Apa kamu ikut?”
“Maaf, Liza. Aku nggak lagi di Malaysia. Aku lagi di kampung halaman.”
“Yah, sayang banget. Padahal aku rindu kamu. Tapi tidak apa-apa, lain kali saja kita ketemu ya.”
Yoto hanya tersenyum. Tak lama, telepon pun terputus. Yola merasa curiga, apakah Liza itu wanita yang pernah dekat dengan Yoto semasa di Malaysia.
Kenapa mereka terdengar akrab, seakan lebih dari sekadar teman? Yola mendadak merasa posesif. Ia tidak suka dengan dirinya sendiri, tapi sulit untuk tidak merasa cemburu.
Yoto menghampiri Yola, paham kenapa Yola diam saja. Ia lalu mendekap Yola dari belakang dengan erat.
“Biasanya kalau wanitaku diam, artinya dia lagi cemburu aku teleponan sama cewek. Atau dia lagi overthinking. Benar nggak?”
Yola menatap Yoto dengan tajam. Ia kesal karena Yoto seperti sedang meledeknya.
“Tidak kok, kata siapa.”
“Ternyata ya, cemburu.”
Yoto tiba-tiba mengangkat Yola, membuatnya kaget. Saat Yola duduk di pangkuan Yoto, ia terkejut melihat sikap Yoto yang makin berani setiap harinya.
“Kamu cemburu? Kenapa? Cemburu sama Liza? Aku sama Liza itu cuma teman. Dia sahabat baik aku di Malaysia. Dia juga sudah punya pacar, namanya Bram, dan Bram itu sahabat aku juga. Aku sering jadi obat nyamuk mereka kalau lagi pacaran. Puas? Mau aku cerita apalagi biar kamu percaya dan nggak cemburuan lagi, sayang cantik?”
Yola hanya diam. Ia heran kenapa Yoto selalu terbuka padanya, bahkan menjelaskan detail sesuatu tanpa ia tanya.
“Kalau kamu masih cemburu, nggak apa-apa. Aku kasih kamu waktu sampai kamu percaya sama aku. Gimana, sayang?”
Yola tetap diam, menerima perkataan Yoto, meski kadang ia merasa tidak enak karena Yoto seolah selalu membuang waktunya hanya untuknya.
Yola menatap mata Yoto. Tanpa sadar, ia mendekap kedua pipi Yoto. Yoto sempat bingung, tapi tersenyum.
Yola kemudian memeluk Yoto erat-erat. Yoto semakin bingung, tapi membalas pelukan itu.
“Makasih ya, kamu selalu mau buang waktu demi aku. Aku beruntung banget ada kamu di hidup aku. Aku benar-benar bersyukur ada kamu.”
“Kenapa kamu bicara begitu? Kata siapa aku buang waktu? Aku justru senang ada kamu, dan aku bersyukur bisa ketemu kamu kembali, sayang. Jadi jangan pernah anggap dirimu sebagai beban di hidup aku. Mengerti?”