Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25
" Dion, kamu sudah minum sebanyak ini. Kamu jangan menyiksa diri sendiri Dion." teriak Anggy sambil mengguncang bahu putranya.
" Amara" ucap Dion sambil terus meneguk minuman keras di tangannya.
" Dion, sadarlah. Apa kamu tidak ingin balas dendam setelah Amara mempermalukan mu di depan umum?."
Dion menatap ibunya dengan dingin. " Ibu selalu saja menghasut ku untuk berbuat buruk. Ibu juga memaksaku untuk menceraikan Amara dan ini yang aku dapat. Dan ibu mau aku balas dendam?. Ibu keterlaluan!." Dion tak habis pikir dengan ibunya yang berhati jahat.
"Semenjak ibu datang kerumah ini semuanya jadi berantakan. Ibu, Alis, kalian semua penyebab perceraianku dan Amara." Dion berteriak frustasi.
" Dion, kamu sadar. Kamu juga yang ingin bercerai kan. Lagipula kalau ibu tahu Amara putri keluarga Sinclair, mana mungkin ibu memaksamu bercerai."
Anggy melirik Dion yang masih minum. " Gimana kalau kita balas dendam." ucap Anggy.
" pergi Bu, aku tidak ingin di ganggu." ucap Dion dengan nada datar. Anggy tak berani lagi untuk berkata, ia perlahan menjauh dan kembali ke kamarnya.
Dion bangkit dari duduknya dengan sempoyongan, ia berjalan menuju kamar dimana dulunya merupakan kamarnya dan Amara. Ia melihat setiap sudut kamar itu, seolah bayangan Amara masih melekat di sana. Dion membayangkan Amara yang dulu sering bercanda dengannya sebelum tidur, cerewet saat pagi pagi karena membangunkannya, menyiapkan perlengkapan kantor, memasang dasi, dan Dion teringat kembali dengan malam pertama hangat mereka." Amara..." air mata luruh tak bisa dihentikan. Kini Amara bukan miliknya lagi.
Dion duduk bersandar pada dinding kamar, ia membenturkan kepalanya berkali kali pada dinding. " Amara." lirihnya.
.
.
" Nona, Beatrice menyetujui pertemuan dengan anda." ucap Clarissa di seberang telepon.
" Katakan padanya aku akan berkunjung ke yayasan." ucap Amara.
" Baik nona. Ucap Clarissa.
Beatrice adalah sahabat lama Amara, mereka bertengkar dan tak pernah lagi berhubungan sampai sekarang. Dulu, Amara bersikeras menikah dan memilih memutuskan persahabatannya dengan Beatrice. Setelah Amara pikir pikir, Beatrice memiliki naluri tepat. Beatrice mengatakan pada Amara jika Dion bukan pria baik. Dulu Amara tak percaya, mereka bertengkar dan tak pernah berkabar hingga sekarang. Amara ingin memperbaiki semuanya.
Beatrice saat ini mengelola sebuah yayasan yang menampung wanita dan anak anak yang terlantar, korban kdrt, dan anak yatim piatu. Amara sudah merindukan sahabatnya itu. Mereka sudah berteman sejak kecil jadi Amara tak bisa melupakan persahabatan mereka begitu saja.
.
.
Pagi hari tiba, Amara sudah siap dengan setelan formalnya. " Nona, kita berangkat sekarang." ucap Clarissa.
Amara mengangguk, lalu mereka mulai menyusuri jalanan dengan mobil. Selama di perjalanan, Amara melihat pemandangan laut yang begitu indah. Senyumnya merekah indah.
Clarissa ikut bahagia menyaksikan senyum manis Amara yang berada di belakangnya. " Pemandangannya bagus ya nona."
" iya, aku suka." ucap Amara.
Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di sebuah gedung yayasan. Bangunannya tampak sangat indah, bunga warna warni mengisi halaman, sungguh sangat memanjakan mata. Amara berjalan pelan sambil menyentuh beberapa bunga yang dapat di jangkau tangannya.
Suara anak kecil yang tertawa mengisi suasana, mereka semua bermain riang di taman.
" Amara." panggil seseorang yang menyita perhatian Amara.
" Beatrice."
Wanita usia dua puluh sembilan tahun itu melangkah cepat menuju Amara. Ia memeluk Amara dengan linangan air mata. " Aku sudah mendengar tentangmu. Kenapa kamu selama ini hanya diam Amara?." ungkap Beatrice merasa bersalah.
" Sudah jangan menangis, kita bertengkar bagaimana aku bisa cerita?."
" Aku tak pernah membencimu Amara!." Beatrice menatap Amara dengan tulus.
"aku juga Beatrice." senyum ramah terukir di bibirnya. mereka kembali berpelukan, melepas rindu yang selama ini tertahan.
" Ayo masuk." ajak Beatrice saat kesedihan sudah mereda. Mereka masuk ke dalam, Amara menelisik setiap sudut ruangan. Lalu matanya fokus pada sebuah foto yang memperlihatkan tiga orang anak yang tersenyum bahagia di taman. Tanpa sadar, senyum Amara terukir di bibirnya.
"Kamu masih menyimpan foto ini?." tanya Amara.
Beatrice tersenyum, " Aku tidak mungkin melupakan kalian berdua." ungkap Beatrice.
Amara hanya mengangguk. " Leo sekarang dimana ya?." gumam Amara pelan.
Beatrice yang awalnya sedang menuangkan teh pada gelas seketika berhenti dan beralih menatap Amara. " Kamu tidak mengenalinya?." tanya Beatrice heran.
Amara tersenyum bingung, " Maksudnya?." tanya Amara yang tidak mengerti.
" padahal kemarin dia baru saja menandatangani kontrak dengan Leo, apa Amara tidak mengenal Leo?." gumam Beatrice dalam hati.
" Amara, berarti kamu belum mengenal Leo?."
" Ya, aku melihatnya saat masih kecil. Bagaimana aku bisa mengenalnya." kekeh Amara.
Beatrice hanya tersenyum kecil. " Ini di minum." ucap Beatrice sambil menyodorkan nampan berisi teh hangat. Ia tak lagi melanjutkan perbincangan tentang Leo.
" Teh buatanmu enak ya, aku suka." ucap Amara seusai menyeruput teh buatan Beatrice.
Beatrice tertawa kecil, " Jangan bilang kamu mau ngejek aku." ucap Beatrice yang mulai curiga.
" Dulu kamu sangat payah buat teh, tapi sekarang kamu sudah jago."
Beatrice kembali terkekeh saat mendengar ucapan Amara. Ia mulai teringat masa lalu " Dulu kamu sempat muntah karena teh buatanku pahit. Jadi aku belajar dengan baik supaya bisa membuat teh yang enak. Kamu puas kan?."
" Ya, sangat puas."
Perbincangan hangat berlangsung, Amara tertawa lepas saat bersama Beatrice. Amara suka dengan sikap Beatrice yang tidak membahas masalah pernikahannya, Beatrice bahkan menceritakan hal lain yang lebih menghibur.
" Oh ya, aku mau menanggung sebagian biaya yayasan. Apa kamu tidak keberatan Tris?( Beatrice di singkat Tris )." tanya Amara.
Beatrice terdiam mendengar permintaan Amara. " Tak ada yang melarang mu Amara." ucap Beatrice merasa bahagia.
Amara tersenyum senang mendapat penerimaan dari Beatrice. Di tengah perbincangan, tiba tiba seorang anak kecil datang menghampiri mereka.
" Beatrice, dimana om ganteng?. Aku mau main sama dia. Kapan dia ke sini?." ucap gadis kecil itu sambil memeluk boneka. Para anak anak di sana sudah terbiasa memanggil Beatrice dengan namanya, dan Beatrice juga tidak keberatan. Bahkan dia suka di panggil dengan namanya.
" Om ganteng hari ini ga datang, besok baru bisa datang. Lily sabar ya." Beatrice mencoba menghibur gadis kecil yang kecewa itu. Dengan wajah manyun Lily melamun di tempatnya.
" Aku mau jumpa sama om ganteng." rengeknya.
"Iya, besok ya sayang." Beatrice meminta Rossi yang terlihat lebih dewasa untuk membawa Lily masuk ke kamarnya. Rossi mengangguk lalu membawa Lily pergi.
" Siapa? Pacar kamu?." tanya Amara penasaran.
Beatrice tertawa kecil. " Bukan, dia juga bagian dari yayasan ini. Dia yang menanggung semua biaya yayasan. Jadi anak anak mengenalnya karena sering berkunjung. Terutama Lily, dia sangat dekat dengan pria itu." ungkap Beatrice dengan senyuman.
Amara mengangguk paham. " Apa kamu juga menyukainya?." tanya Amara menggoda.
"Tidak, aku tidak berpikir ke hal itu." Beatrice terlihat salah tingkah. Terlihat dari sikapnya Beatrice seperti menyimpan sesuatu.
" Oke, aku paham. Jadi bagaimana?.aku sudah fix bisa ikut biayain yayasan kan?." Tanya Amara lagi mengharap kepastian.
" Iya amara, kamu bisa ikut membantu. Malahan aku senang, kita bisa sering ketemu." ungkap Beatrice bahagia.
Keduanya kembali menikmati teh hangat sambil melihat ke arah taman, anak anak sedang bermain dengan ceria.
" Aku hampir lupa, besok ada acara di yayasan. Acara memperingati berdirinya yayasan." ucap Beatrice sambil menepuk jidatnya pelan.
" Benarkah?." ucap Amara.
" Ya, kamu harus datang Amara."
" Pasti." ucap Amara.
Tiba tiba Clarissa datang " Nona, kita harus ke perusahaan. Ada meeting hari ini." ucapnya.
Amara mengangguk, ia lalu berpamitan pada Beatrice. " Terimakasih atas jamuannya, sampai bertemu besok." ucap Amara.
Beatrice mengangguk dan tersenyum ramah.
Beatrice mengantar Amara sampai gerbang. Sebelum pergi mereka sempat berpelukan singkat.