NovelToon NovelToon
Cinta Laki-laki Penghibur

Cinta Laki-laki Penghibur

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / PSK
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ibnu Hanifan

Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAAB 23

Malam itu, lampu-lampu neon menyala terang di langit-langit klub eksklusif di pusat Jakarta. Di ruangan VIP, dentuman musik EDM mengguncang lantai dansa. Tante Jesika, mengenakan gaun berkilau merah darah, menggandeng Galih, yang malam itu terlihat tampan dengan kemeja hitam dan rambut yang disisir rapi.

Mereka berjoget bersama di bawah cahaya strobo, sementara gelas-gelas wine dan minuman keras lainnya tak berhenti dibawa oleh para pelayan. Tawa, musik, dan aroma parfum mahal bercampur dalam satu pesta liar.

Namun setelah beberapa jam menikmati malam bersama Tante Jesika, Galih mulai sempoyongan. Kepalanya berat karena alkohol. Ia meminta izin ke toilet untuk menenangkan diri.

---

Cermin panjang dan keran air menyala. Galih membungkuk, membasuh wajahnya yang panas. Ia mencoba sadar. Ia ingin cepat kembali lalu pulang. Dunia gemerlap ini tak lagi membuatnya senang. Yang ada hanya rasa hampa.

Tiba-tiba, pintu terbuka. Dua pria masuk, suara mereka keras dan arogan. Galih sedikit menoleh lewat pantulan kaca. Salah satunya adalah Aldo.

Teman Aldo (tertawa keras):

“Gila sih cewek-cewek sini, semuanya gampang banget dibawa pulang, bro.”

Aldo (menjawab cuek):

“Iya, mending yang begini daripada harus pura-pura romantis terus sama cewek sok polos itu…”

Temannya:

“Bukannya lo bentar lagi tunangan sama anak pengusaha itu? Si Lauren, kan?”

Aldo (dengan suara malas):

“Halah, gue cuma nurut omongan bokap. Biar dapet proyek gede dari bokapnya Lauren. Gue mah gak cinta, bro. Bosen banget. Sok-sok lugu padahal ngebosenin. Enakan cewek-cewek disini udah bodynya mantep... hot dan gampangan lagi. Dia mah boro-boro nyium aja ga boleh.”

Darah Galih mendidih.

Tanpa pikir panjang, Galih langsung menghantam wajah Aldo dengan pukulan keras.

Galih (mendesis marah):

“Berani-beraninya lo mainin perasaan Lauren! Lo cowok brengsek!, Rasain ini!”

Aldo terdorong ke dinding, terkejut, lalu langsung membalas dengan pukulan. Kedua pria itu akhirnya terlibat perkelahian sengit. Tendangan, pukulan, dan suara benturan memenuhi ruang toilet.

Para pengunjung yang mendengar gaduh langsung memanggil security. Dua petugas keamanan masuk dan memisahkan mereka dengan kasar.

Di Luar Diskotik.

Galih dan Aldo diseret keluar. Wajah keduanya babak belur. Polisi hampir dipanggil. Namun tiba-tiba, Tante Jesika datang tergesa-gesa, masih dengan gaunnya yang mencolok.

Tante Jesika (kepada petugas):

“Maaf, saya yang akan bertanggung jawab. Saya akan urus semua kerusakan. Tolong jangan bawa dia ke kantor polisi.”

Petugas akhirnya membiarkan Galih pergi dengan syarat tidak boleh kembali ke tempat itu untuk sementara waktu.

Aldo, yang ditangani oleh temannya, hanya bisa melotot pada Galih.

Aldo:

“Lo pikir siapa lo?! Dia cewek gue!”

Galih (datar, namun tajam):

“Gue memang bukan siapa-siapanya... Tapi inget berani kau sakiti dia akan gue pastiin Lo akan menyesal."

---

Di dalam mobil Tante Jesika*

Galih duduk diam, wajahnya penuh luka. Tante Jesika menatapnya, khawatir.

Tante Jesika:

“Kamu kenapa bisa sampai berkelahi begitu?”

Galih hanya menjawab pelan.

Galih:

“Maaf Tante, Aku kebawa emosi aja…”

Tante Jesika:

"Gara-gara cewe?"

Galih tak menjawab.

" Beruntung banget cewe itu bisa dicintai kamu sehebat itu"

Tante Jesika menatapnya dengan iba. Meskipun dalam pikirannya masih tersimpan perasaan terhadap Galih, malam ini dia menyadari satu hal:

Galih tidak akan pernah menjadi miliknya sepunuhnya.

Pagi itu langit mendung seakan ikut merasakan suasana hati Galih. Mobilnya berhenti perlahan di pelataran kampus. Dengan wajah lebam, bibir pecah, dan bekas luka di pelipis, Galih turun dari mobil tanpa banyak ekspresi.

Beberapa mahasiswa sempat memandang heran, tapi Galih tak peduli. Dia berjalan seperti biasa, menyusuri koridor kampus, sampai akhirnya—

“Galih!!”

Sebuah suara tajam menghentikan langkahnya. Belum sempat menoleh, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya yang sudah lebam.

Lauren.

Matanya merah, wajahnya penuh kemarahan. Tangannya masih gemetar usai menampar lelaki yang dulu dia cintai.

Lauren (marah dan menangis):

“Apa sih maumu?! Belum cukup kamu hancurin rumah tangga orang tuaku?! Sekarang kamu mau hancurin hidupku juga ya?! Kenapa kamu mukul Aldo semalam, dan nyuruh dia buat ngejauhin aku hah? Kenapa kamu selalu muncul dan bikin semuanya jadi kacau?!”

Orang-orang mulai memperhatikan. Namun Galih tetap tenang. Tak sekalipun dia membela diri. Dia tahu… apa pun yang dia katakan, Lauren tak akan percaya padanya. Dia tahu Lauren pasti akan lebih mendengarkan laki-laki brengsek itu.

Dia menghela napas, lalu menatap Lauren dengan mata yang dalam dan lelah.

Galih (pelan):

“Iya… aku memang mukul dia.”

Lauren tersentak. Jawaban itu seperti konfirmasi dari semua tuduhannya. Tapi sebelum Lauren bisa bicara lagi, Galih melanjutkan—

Galih:

“Tapi sebelum kamu nilai aku lebih jauh, coba tanyain satu hal sama Aldo… di mana aku mukul dia.”

Galih menatap mata Lauren sejenak, seperti ingin mengatakan banyak hal tapi memilih menahannya. Lalu dia berbalik, meninggalkan Lauren yang berdiri membeku di tempatnya.

Diam.

Hening.

Lauren hanya bisa menatap punggung Galih yang menjauh, tak mengerti dengan maksud dari kata-kata terakhirnya. Tapi di hatinya, untuk pertama kalinya, muncul keraguan… tentang siapa yang sebenarnya jahat.

Sementara itu, Galih masuk ke kelas, menunduk dan duduk di pojok ruangan. Beberapa mahasiswa melihat wajahnya yang memar dengan tatapan penasaran. Tapi tak satu pun yang berani bertanya. Galih seperti dikelilingi tembok dingin yang tak bisa ditembus siapa pun.

Di sisi lain kampus, Lauren duduk sendirian di taman, mencoba memahami kata-kata Galih.

“Tanyain di mana aku mukul dia…”

Ia mengingat cerita Aldo semalam—tentang dipukul Galih secara tiba-tiba di luar restoran karena iri dan ingin merebut Lauren kembali. Tapi kenapa Galih terlihat begitu tenang? Dan… kenapa dia tidak membela diri?

Keraguan mulai menyelinap dalam hatinya. Dia tidak bisa memutuskan siapa yang salah.

1
Mawar Agung
saya suka ceritanya semangat ya Thor💪😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!