Menjadi seorang Qinanti memang tidak mudah. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, Qinan harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia punya yaitu sang kakak kandung bernama Rakka. Sebelum kepergiannya, Rakka menitipkan Anggit yang tengah hamil 7 bulan pada Qinan. Bermodal usaha olshop yang ia rintis bersama almarhum Rakka, Qinan berusaha mewujudkan mimpi Rakka untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak dan istrinya.
Tapi kehidupan Qinan tentu tidak sedrama itu. Setelah kepergian Rakka, justru Anggit memboyong Qinan untuk tinggal di rumah keluarganya yang kaya. Namun di rumah itu, Qinan bertemu dengan Ricqi, kakak angkat Anggit yang sangat benci pada Rakka.
"Keluarga benalu" gumam Ricqi lirih.
Takdir Tuhan tidak ada yang tahu, setelah melahirkan, Anggit menyusul Rakka ke surga dan meninggal baby Az. Detik-detik kepergiannya, Anggit memohon sesuatu kepada Qinan dan Ricqi agar mereka bisa menikah dan menjadi Mommy dan Daddy dadakan untuk baby Az.
Sesuatu di luar logika memang, tapi ia rela mau melakukan apa pun demi Anggit. Apakah Qinan akan bertahan dalam pernikahan rumit ini atau justru rela pergi demi kebahagiaan baby Az dan melepaskan hak asuh baby Az pada Ricqi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendung Kala Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sibuk
Tiga hari berlalu, kesedihan masih terasa di keluarga Han. Mereka memilih menjalankan kesibukan masing-masing dan berusaha tidak membicarakan Anggit lebih jauh. Bahkan Lidya, Han, Ricqi dan Ditto sepertinya masih trauma untuk menginjakkan kakinya kembali rumah sakit.
Selama tiga hari itu juga, belum ada satu pun dari mereka yang datang membesuk Baby Az. Satu-satunya cara jika ingin mengetahui kondisi Baby Az adalah dengan bertanya kepada Qinan karena ia adalah orang yang paling sibuk mengurus Azka. Mulai dari mencari donor ASI, memantau perkembangan hingga melakukan induksi laktasi.
Seperti pagi ini, Qinan harus berangkat pukul 5 subuh menuju Abrar Hospital, ia diminta untuk melakukan percobaan direct breastfeeding agar pengeluaran ASI dari dapat terstimulasi lebih cepat.
Sebelum berangkat, seperti biasa ia akan mengirimkan pesan pada Ricqi untuk pamit. Qinan khawatir jika Lidya atau Han mencarinya karena selalu absen untuk sarapan di meja makan.
+62 8xx xxx xxx xx
[Qi... Maaf aku tidak bisa menyiapkan sarapan untukmu. Aku pamit berangkat ke RS sekarang. Dokter Huma memintaku melakukan percobaan direct breastfeeding. ]
[Siang ini aku tidak pulang karena ada ujian skripsi, setelah itu akan kembali ke rumah sakit.]
[Mungkin aku akan pulang malam.]
Pesan itu terbaca tapi tidak ada balasan sama sekali dari pria itu.
“Astagaaa... Kenapa kondisiku jadi serba salah.” Ricqi hanya membanting ponselnya kembali ke kasur.
Pukul 7 pagi itu, Bi Asih dan Lidya sudah sibuk menyiapkan sarapan. Tidak lama setelahnya, Han, Ricqi dan Ditto datang bersamaan.
“Qinan sudah berangkat Qi?” Tanya Lidya saat mengambilkan sarapan untuk Han.
“Sudah Ma.” Jawab Ricqi singkat.
“Ke rumah sakit lagi?” Tanya Lidya lagi.
“Hemmm iya.” Ricqi tidak tahu pasti sebenarnya. Dia hanya mengingat-ingat pesan terakhir yang ia baca tadi subuh dari Qinan.
“Pakai motor?” Lidya masih berusaha mengulik. Ia sebenarnya tidak tahan melihat anak menantunya itu tidur terpisah. Bahkan saat ini mereka seperti tidak saling mengenal, sangat berbeda dari yang mereka tunjukkan di depan Anggit waktu di rumah sakit tempo hari. Apa lagi kemaren malam Lidya melihat mereka berdua berpapasan namun tidak saling manyapa.
“Sepertinya begitu. Aku tidak tahu.” Akhirnya Ricqi jujur. Ia takut Lidya bertanya lebih jauh karena memang tadi Qinan tidak memberitahunya berangkat menggunakan apa.
“Jemputlah istrimu nanti malam ke rumah sakit. Papa lihat dia selalu berangkat subuh pulang malam menggunakan motor. Papa lihat Qinan lebih kurus sekarang. Pasti istrimu sangat lelah mengurus semuanya sendiri.” Kali ini Han yang berusaha menasehati.
“Hemmm Iya. Nanti aku jemput.” Jawab Ricqi singkat.
...***...
Hari itu Qinan seperti wanita tersibuk di dunia. Setelah belajar peletakan saat menyasui di rumah sakit, kemudian ia melakukan pijat oksitosin di klinik milik seorang bidan. Tidak lama setelahnya ia mencari cafe terdekat untuk melakukan presentasi ujian skripsi yang sempat tertunda kemarin lusa. Kampusnya memberikan keringanan pada Qinan untuk melakukan ujian secara virtual karena kondisinya tengah berkabung dan tidak bisa ke Bandung dalam waktu dekat.
“Aaaak akhirnya aku lulus.” Seutas senyum mengembang dibibirnya. Ia tidak menyangka bisa mengikuti periode wisuda semester ini. Bahkan ia hanya butuh 7 semester menyelesaikan kuliah dibidang desain komunikasi visual di kampusnya.
Masih di cafe yang sama, Qinan melanjutkan rapat virtual membahas desain tas terbaru mereka dengan Dev dan Nissa. Hari itu mereka bersiap-siap meluncurkan laptop case shoulder bergaya vintage untuk perempuan.
“Kamu yakin akan membuat tas custom?” Tanya Dev.
“Bukan custom, tapi limited edition Dev. Kita hanya keluarkan dengan jumlah terbatas.” Jawab Qinan mencoba menjelaskan idenya.
“Kenapa kalau bisa menjualnya lima ratus pieces pasti kau akan kaya. Soal modal, kau bisa merayu suamimu. Bukankah dia selalu mengaku kaya?” Kelakar Dev.
“Hussttt... Aku sedang serius. Jangan membuat mood-ku berantakan membicarakan beruang kutub itu.” Qinan meradang.
“Haha sorry lanjutkan...!” Tatah Dev
“Bahan yang kita gunakan langka, harga materialnya pun mahal. Produk ini sudah layak masuk kategori premium. Aku rasa sudah saatnya kita masuk ke segmen atas, sudah pasti marginnya besar dan memberi keuntungan. Apa lagi setelah bekerja sama dengan artis kemaren. Produk grade A hampir semua sold out.” Ujar Qinan percaya diri.
“Baiklah aku setuju. Kau yakin hanya 10 tas saja?” Tanya Dev kembali.
“Hemmm coba hitung Niss. Berapa cost-nya..?” Titah Qinan
“Karena biaya produksinya mencapai harga 5 juta rupiah, Harga jual produk kurang lebih 9 jutaan Qi. Nanti aku kirimkan rinciannya.” Nissa adalah sahabat Qinan yang bertanggung jawab untuk mengelola keunagan olshopnya.
“Setuju. Baiklah semoga berhasil ya.” Tutup Qinan.
Saat ini olshop miliknya sudah mempunyai 25 karyawan, tiga diantaranya adalah pengelola inti. Dia sebagai pemilik, Devan mengelola web dan operasional, sedangkan Nissa bagian keuangan.
Saat ia hendak menutup laptop tiba-tiba seorang pria menghampiri tempat duduknya. Pria ini berperawakan tegap, hidung mancung dengan kulit sawo matang, wajahnya terlihat maskulin dengan rahang yang tegas.
“Permisi nona... Boleh aku duduk disini? Cafe ini penuh. Aku numpang untuk makan saja sebentar dimejamu.” Pria itu meminta izin pada Qinan untuk duduk di meja itu.
“Iya.. silakan tuan. Saya sudah mau selesai.” Jawab Qinan sambil terburu-buru mematikan laptopnya.
“Perkenalkan saya Hasbi. Nama kamu?” Ia menjulurkan tangannya untuk berasalaman.
“Qinanti.” Qinan tidak membalas salam pria itu, dia hanya menipiskan bibirnya. Sesaat kemudian Qinan membereskan laptop dan dokumennya dengan buru-buru karena mengejar waktu untuk percobaan menyusui kedua dengan Azka.
“Tunggu... Apa kamu baik-baik saja?” Hasbi mencekal tangan Qinan.
“Maaf...!” Qinan terkejut dan menarik tangannya dengan kasar. Qinan merasa pria itu sudah lancang padanya.
...🌿🌿🌿 [Bersambung] 🌿🌿🌿...
Banyak yang tanya, emang bisa ya menyusui tanpa hamil? Jawabnya bisa.
Ini referensinya ya :
1) “Breastfeeding Without Birthing: A Breastfeeding Guide for Mothers through Adoption, Surrogacy, and Other Special Circumstances” by Alyssa Schenell, MS, ICBLC — Ini buku ya
2) “Lactating Not Pregnant: What Does It Mean?”Medically reviewed by Debra Rose Wilson, Ph.D., MSN, R.N., IBCLC, AHN-BC, CHT — Written by Rena Goldman on July 14, 2016
3) Kisah Chasyha, Perempuan yang Belum Pernah Hamil Tapi Bisa Menyusui by IDN Times Bali.
Jadi ini author gak ngarang ya guys 😊