Alexa Rahmania atau biasa di panggil Ale mahasiswi berprestasi penyuka anak kecil. Ale anak kedua dari pasangan Rahmat Hudaya seorang pegawai pemerintahan dan Ida ningsih ibu rumah tangga.
Ardan Ramadhan kakak dari Ale seorang abdi negara kebanggaan Ibu Ida. Ibu Ida kerap kali membedakan kedua putra putrinya.
Bagaimana kisahnya??
Ikuti terus ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Meitania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam
Setelah menghubungi Pak Rahmat Ale sedikit lega. Namun entah mengapa hatinya masih saja sakit dengan perkataan Bu Ida padahal ini bukan kali pertama Bu Ida berkata kasar padanya. Bima selalu meyakinkan Ale jika semuanya akan baik-baik saja. Dinda pun memutuskan untuk menginap di rumah Oma Winda karena tak tega melihat Ale yang sepertinya begitu amat terpukul kali ini.
Mungkin dulu jika Bu Ida berkata kasar padanya selalu ada Pak Rahmat yang akan membelanya walaupun sekarang pun ada Bima namun rasanya sangat berbeda. Pasalnya Bu Ida mengatakan jika dirinya tak lagi ingat orang tua setelah menikah. Padahal Ibu Ida tak pernah tau bagaimana pernikahannya dengan Bima.
"Loh, mana kemana Ale?" Tanya Oma Winda yang mendapati cucunya tengah bercengkrama berdua.
"Tante sedang istirahat Oma di bawa Om." Jawab Dinda.
"Lah, kok adik mau sama Kak Dinda?" Tanya Nayla pada Keira yang berada di pangkuan Dinda.
"Mau dong ya. Kan Kak Dinda cantik baik hati pula." Jawab Dinda.
"Ck... Jangan ngajarin yang bener." Nayla.
"Hus... Kalian. Ada apa? Bukannya tadi Bima katanya mau meeting? Kok malah pulang? Ale sakit?" Tanya Oma Winda yang mencium adanya hal yang tak beres.
"Huh... Oma selalu saja. Nih Oma liat aja sendiri ya." Dinda menyerahkan hasil rekaman percakapan Ale dan Bu Ida.
Oma Winda dan Nayla pun melihat bersamaan dan keduanya begitu terkejut mendengar ucapan Bu Ida terhadap Ale yang tak lain putri kandungnya sendiri. Bahkan suaminya seorang pegawai pemerintahan tapi sikap Bu Ida patut di contoh.
"Sekarang Oma benar-benar percaya Din sama Kamu." Oma Winda.
"Kalian selalu begitu setiap kali Tante melakukan panggilan?" Nayla.
"Iya. Pengecualian untuk Ibu nya Tante aja sih. Soalnya pernah Tante sampe sakit yang ternyata semua bersumber dari Ibunya itu. Nah dari situlah kita berinisiatif jika setiap percakapan antara Bu Ida dan Tante via telfon kita harus tau dan apapun yang terjadi walau tanpa solusi setidaknya Tante ngga sedih sendiri." Jelas Dinda.
"Eh... Eh..." Keira mulai bereaksi karena Mommy nya sedang di bicarakan oleh kedua kakak sepupu dan Omanya.
"Sayang Oma. Protes ya Mommy nya di gosipin Kak Dinda sama Kak Nayla? Sebentar Oma ganti baju dulu ya baru Oma gendong." Oma Winda.
"Yee... Oma juga yang ngajakin kita bergosip Oma malah nyalahin kita sih." Protes Nayla.
"Oma hanya bertanya sama Dinda kok lah kalian malah bergosip." Jawab Oma Winda sambil berlalu pergi begitu saja.
"Ck.. Ga bakalan menang deh." Nayla.
"Kak, nginep sini ya." Ajak Dinda.
"Lah, kok gitu?" Nayla.
"Kasian Keira." Dinda.
"Huh... Ya sudah. Kakak kasih tau Bunda dulu." Nayla.
Nayla pun menghubungi Bunda Sarah untuk meminta ijin menginap di rumah Oma Winda tentu saja Bunda Sarah akan dengan senang hati memberikan mereka ijin walaupun rumahnya akan terasa sepi tanpa Dinda dan Nayla yang selalu ada saja yang membuat mereka berdua beradu mulut.
"Setelah berganti pakaian Oma Winda pun menepati janjinya membawa Keira dalam gendongannya. Sementara Dinda dna Nayla berusaha mengajak Keira bermain hingga suara gelak tawa Keira terdengar nyaring.
Di dalam kamar Ale tertidur dalam pelukan Bima. Tanpa sengaja Bima melihat dua gundukan yang menyembul di balik kemeja yang di kenakan Ale. Karena tadi Ale menggunakan kemeja over size. Sehingga bagian dadanya sedikit turun. Tiba-tiba saja juniornya beraksi hanya dengan melihatnya sedikit.
Karena pernah melihat Ale dalam keadaan polos maka dari itu otak Bima pun berfantasi kemana-mana saat hanya sebagian dari gundukan itu terlihat membuat juniornya meronta-ronta ingin keluar. Dengan susah payah Bima menahannya dan membuat agar supaya juniornya kembali tenang.
"Mas,,"
Suara serak khas bangun tidur terdengar dari mulut Ale memanggil Bima.
"Ya sayang." Jawab Bima mengusap surat rambut Ale yang menutupi sebagian wajah Ale. Namun Bima terkejut ketika menyentuh kening Ale terasa panas.
"Astagfirullah sayang, kamu demam." Ucap Bima panik dan dengan perlahan membaringkan Ale di sampingnya.
"Hmm.. Mas.."
"Iya sayang. Kita ke dokter ya." Ajak Bima.
"Ngga Mas. Aku mau tidur aja peluk lagi." Ale.
"Iya nanti Mas peluk lagi. Sebentar Mas telfon dokter dulu saja sama minta di buatkan bubur ya." Bima.
"Hmm.." Jawab Ale lemah.
Sementara Dinda dan Oma Winda sedang berusaha menenangkan Keira yang mendadak rewel. Nayla pun di buat ikut panik oleh adik sepupu nya itu. Mereka bertiga juga suster Yuli sudah berusaha membuat Keira tidak menangis.
"Bi, Bibi.." Teriak Bima.
"Ada apa Bim?" Oma Winda.
"Bi, buatkan Bubur sama sup ya untuk Ale." Perintah Bima pada Bibi yang datang menghampirinya mengabaikan pertanyaan Oma Winda sejenak.
"Ale demam Mi." Jawab Bima kemudian.
"Kan sudah Dinda duga." Dinda.
"Sering begini?" Bima.
"Iya Om." Dinda.
"Buang nomer ponselnya Bim. Ganti dengan yang baru bila perlu ponselnya juga sekalian bilang saja ponselnya hilang." Oma Winda.
"Setuju Om." Dinda.
"Ide bagus."
"Kesayangan Daddy kenapa hm?" Tanya Bima pada Keira.
"Sepertinya Keira merasakan Mommy nya sedang tidak baik-baik saja." Oma Winda.
"Maafkan Mommy sama Daddy ya sayang. Kei main sama Oma sama Kakak-kakak dulu ya. Mommy sakit. Doakan Mommy cepat sembuh ya. Biar nanti Mommy bisa main lagi sama Kei oke. Kei anak pinter kan jangan rewel ya sayang." Bima berbicara dengan Keira seolah Keira mengerti.
Namun sepertinya itu cara ampuh seperti yang selalu Ale lakukan pada bayi mereka. Dna benar saja Keira tampak lebih tenang dari sebelumnya. Tak lama dokter pun datang untuk memeriksa Ale. Bima dan Dinda menemani dokter tersebut untuk memeriksa Ale. Dan bersyukur tidak ada yang perlu di khawatirkan.
"Sayang, bangun yuk makan dulu terus minum obatnya ya." Ucap Bima pelan.
Ale pun bangun dengan perlahan tak ingin merepotkan Bima apalagi ada Keira yang juga membutuhkannya. Ale berniat menyuapi dirinya sendiri namun Bima berinisiatif untuk menyuapinya Keira pun menurut saja karena badannya terasa lemas.
"Dimana Keira Mas?" Tanya Ale.
"Ada bersama Mami, Dinda dan Nayla." Bima.
"Ale jadi ngerepotin semuanya ya." Ale.
"Ngga sayang. Sudah jangan banyak di fikirin ya. Mas ijin ganti ponsel kamu dan kartunya ya. Mas ga mau kejadian seperti ini menimpa kamu lagi walaupun Mas tau ini bukan satu solusi yang tepat. Tapi, setidaknya Ibu tidak akan seenaknya lagi sama kamu." Bima.
"Ale ikut apa kata Mas saja Mas." Jawab Ale dengan mata berkaca-kaca.
"Sudah ya jangan di fikirkan lagi. Besok kita kunjungi Ayah atau kita undang Ayah makan malam di sini." Usul Bima.
"Iya Mas."
🌹🌹🌹