Semua orang yang hidup di alam mistis lima persennya adalah reinkarnasi.
Kesempatan untuk menghidupkan orang yang telah mati, sudah terjadi dalam berbagai cara.
Awalnya aku bertekad ingin menghidupkan Kak Ying mantan pelayanku, tetapi cara siluman rubah putih di dunia ini tidak bisa diterima begitu saja.
Dia menghidupkan seseorang yang berarti bagiku, namun bukan seperti orang yang kukenal.
Selain itu, dunia ini juga memiliki banyak kultivator sesat yang mencoba mengendalikan manusia untuk dijadikan tumbal.
Saksikanlah perjalananku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah raman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Harapan
Aku akan lebih berusaha sebagai pendekar yang hebat, meski aku bisa memerintah beberapa orang untuk melindungi.
Nyata, kekuatan individual sangatlah penting untuk melindungi diri sendiri.
Guruku adalah seorang ahli pedang dari desa Pretty Tymber,
Beliau bernama Han Zhenfeng.
*Plok* Hantaman pedangnya berkali-kali mengenai pedangku, sejujurnya mencari celah seorang master pedang sangat tidak mudah.
Sudah tiga bulan aku dilatih oleh beliau, semenjak kerajaanku telah dihancurkan oleh para penjajah.
"Jangan sampai lengah."
Aku ternyata lengah, guruku telah mementalkan pedang kayuku.
"Hai nak, jangan memikirkan apa pun, fokuslah dengan gaya bertarungmu."
"Oh, maafkan aku guru."
Aku segera fokus, tapi tetap tidak bisa.
"Aku mengerti, mungkin saat ini kamu sedang dalam masa ketidaknyamanan."
Aku segera melakukan serangan pada guruku, dengan begitu beliau mulai kewalahan.
"Ini bagus, teruskan."
Aku mencari cara, berlari ke arah kanan, mencoba untuk mencari cara selain dari apa yang diajarkan oleh beliau, dengan begitu aku bisa mendapatkan celah yang mudah.
Seketika, aku segera menyerang dengan sekuat tenaga.
Beliau mundur karena seranganku mengenai bagian tangan kanannya.
Beliau hanya tersenyum.
Aku segera menendang pedang kayu milik beliau hingga terpental ke lantai.
Beliau kemudian tertawa. "Kau lolos."
Beliau berdiri dan menunduk. Aku juga melakukan hal yang sama sepertinya.
"Ini adalah ujian terakhirmu, sepertinya tidak ada lagi yang aku ajarkan kepadamu.''
"Terima kasih guru."
"Tapi ingatlah, keahlian bela diri bukan sesuatu yang bisa kita gunakan sembarangan." Ucapnya sambil menaruh kedua pedang kayu ke dinding.
"Tetaplah berada di jalan yang benar, jangan sampai kegelapan hati membunuh dirimu sendiri." Katanya lagi lalu menatapku sambil menyeka janggut putihnya.
"Ya guru Han Zhenfeng, saya akan ingat itu."
....
Aku terdiam lalu duduk di samping sebuah guci besar.
Guruku juga ikut duduk di sebelahku.
"Saya sedih karena hancurnya istana dan... kematian Kak Ying."
"Oh... aku mulai mengerti itu."
Aku merinding sambil memeluk kedua kakiku.
"Inilah dunia yang penuh misteri, kadang tidak ada yang menduga..." Guruku menjelaskan.
"Beliau mati karena menyelamatkanku." Ucapku karena menyesal.
"Seandainya ada cara untuk menghidupkan orang mati. Saya ingin melakukannya." Aku memang sudah keterlaluan.
"Itu hanya bisa dilakukan oleh seorang Dou Zoun."
"Bisa guru ceritakan secara detail?"
Beliau menyandarkan dirinya pada sebuah tiang. "Itu seperti memindahkan roh pada tubuh baru, karena jiwa seorang Dou Zoun tidak akan hancur ketika ada seseorang yang berhasil menyimpan jiwanya. Tetapi itu sangat beresiko, karena jiwa itu akan bisa meledak jika tidak ada yang cepat menyimpannya."
Aku berpikir bahwa guruku ini sangat punya pengetahuan yang cukup mumpuni.
"Kerajaan kita hancur karena ledakan dari roh orang yang setingkat itu, karena dia tidak ingin tubuhnya dijadikan sebagai wadah." Guru Han Zhenfeng punya pengetahuan yang cukup banyak dalam benua Dou Qi.
"Wadah?" Tanyaku menanggapi guru.
"Ya, tubuh itu akan bisa dimasuki oleh roh Dou Zoun lain, sebagai wadah untuk hidup kembali."
Ini semakin menjadi misteri untukku.
"Sedangkan untuk Kak Ying, sepertinya dia bukanlah Dou Zou... Jadi sayang sekali." Beliau hanya menghela nafas.
...
Karena merasa kecewa, aku segera berjalan di taman kerajaan Mount Angel.
Malam-malam begini, aku lebih suka berjalan santai mencari angin yang segar.
Mungkin bagi sebagian orang, anak-anak sepertiku tidak boleh keluar ketika larut malam.
Karena tadinya, aku keluar melewati jendela, dan tidak ada seorang pun yang menjagaku.
Jadi aku bebas bertindak sesuka hati.
Cindy saat ini berdiri di samping pepohonan yang cukup rindang.
Aku segera berjalan menujunya.
"Untuk apa berjalan selarut ini?" Tanyanya.
Kemudian dia mendekat padaku.
"Pulanglah." Perintahnya dengan nada tegas.
"Ah, aku tidak ingin ada di sini... Bibi Xun orangnya pemarah." Itu cara aku berbohong.
Cindy menghela nafas. "Anak-anak tidak boleh berjalan selarut ini."
"Saya di sini karena merasa bosan di dalam ruangan." Aku juga bersikap tegas.
Cindy menanggapi perkataanku dengan sebuah sentuhan di atas kepalaku.
Aku merasa ini adalah sebuah persahabatan, dan aku melihat sebuah kantung kain dengan aroma makanan yang nikmat.
"Ayo kita duduk di sana." Ucap Cindy.
Ada sebuah danau yang diterangi sinar bulan yang cukup nyaman di mata.
Kemudian kami berdua duduk di samping danau, sambil menikmati bakpao isi daging.
Aku duduk pada sebuah kain yang telah disediakannya, suasananya cukup nyaman.
"Apa kau merasa kesepian?" Cindy menatapku perlahan.
Aku mencoba menyembunyikan perasaanku darinya, tetapi rasanya sulit bahwa aku sedang merindukan ibuku.
Dia memegang belakangku untuk kedua kalinya ketika aku menikmati bakpao isi daging sapi yang cukup nikmat.
"Mungkin iya." Itulah perasaanku saat ini.
Aku menatapnya yang saat ini juga melihat bintang-bintang dengan warna bervariasi.
"Aku juga merasa kesepian." Dia berkata itu sambil mengusap belakang kepalaku.