5 jiwa yang tertransmigrasi untuk meneruskan misi dan mengungkap kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kurukaraita45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 : Pesawat Kertas
Petunjuk :
"Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."
...ΩΩΩ...
Kali ini Rayn memerintahkan Orun untuk mengikuti pertandingan bola basket yang dilaksanakan di Bina Garuda besok. Karena Orun jagonya bola basket, Orun langsung membentuk tim yang menurutnya sangat bagus.
Hingga keesokan harinya tiba, Orun berhasil memenangkan pertandingan tersebut, dengan lawan yang dipimpin oleh Bey. Bey sebagai pihak dari Bima Nasional yang sangat memusuhi Bina Garuda tentunya merasa direndahkan, emosinya tidak terkontrol.
"Pengecut lo! Beraninya cuman Academic doang, ayok lawan gue sekarang. Gue tantang lo kalo emang lo laki, lo harus terima tantangan gue." Bey mengacak kerah baju Orun. Sedangkan Orun tetap tenang, tidak meladeninya sama sekali.
Setelah Bey melepaskan kerah bajunya, Orun langsung merapihkan kerahnya kembali. Itu adalah bagian dari rencana, agar pergerakan Bima Nasional dapat mereka baca.
Bey tersulut emosi, dia benar-benar ingin menghajar Orun saat itu juga.
...ΩΩΩ...
Hari ini Evelyn pulang sekolah lebih awal, bertepatan hari jum'at ia selalu melakukan kebiasaannya. Yaitu mengunjungi anak-anak panti, jalannya searah dengan rumahnya.
Evelyn membawa 20 bungkus makanan yang akan ia berikan ke anak-anak di sana. Panti Asuhan "Kasih Bunda", itu namanya. Dia segera mengunjungi Ibu panti untuk meminta izin.
"Bu! Saya izin menemui mereka boleh 'kan?" Tanyanya.
Ibu panti menganggukan kepala—mengizinkannya.
Begitu saja Evelyn masuk ke dalam kamar mereka, sambutan hangat ceria dan manis datang dari anak-anak panti tersebut. Mereka menyapa Evelyn seperti biasanya.
"Kakak! Aku kangen kakak!" Ucap salah satu dari anak perempuan yang paling besar.
"Kakak aku juga!" Sahut yang lainnya.
Evelyn memeluk satu-satu dari 20 orang tersebut, sembari memberikan makanan yang ia bawa. "Mau main dulu atau makan dulu nih?" Tanya Evelyn.
"Main!"
"Makan!"
Evelyn terkekeh mendengar jawaban mereka yang berbeda-beda. "Ya udah gini aja deh, yang mau makan, makan aja dulu ya! Tapi bareng Ibu aja, kakak mau main dulu sama yang lain, nanti nyusul aja mainnya. 'Kan kasihan juga pada laper," ujarnya.
Mereka semua menututi perkataan Evelyn, ada sebagian yang mengikuti Evelyn untuk bermain—7 orang.
"Kita main di luar ya!" Evelyn mengiringi anak-anak tersebut untuk bermain di luar ruangan.
Ada yang mengambil boneka, juga mengajak Evelyn menaiki ayunan. Bagi Evelyn bermain bersama mereka itu sangat bahagia, dia bisa meluapkan semua masalahnya dan tertawa bersama mereka.
"Sekarang kakak main sama satu-satu dulu ya! Nanti kakak samperin yang lain," ujarnya. Anak-anak mengangguk dengan riang dan gembira.
Evelyn memilih bermain ayunan terlebih dahulu, sebelum yang lainnya. Bersama seorang anak perempuan yang paling besar. "Kak! Kabarnya kakak gimana?" Tanya anak tersebut.
"Kabar kakak baik-baik aja, kalo Cila sendiri gimana?" Tanya Evelyn. "Baik dong, soalnya kakak selalu ketemu kita tiap minggu."
Evelyn terkekeh. "Bisa aja kamu!" Dia mengencangkan tarikan ayunan tersebut, agar semakin cepat pula semakin seru. "Kakak biasanya teriak kalo main ayunan!"
"Ayok teriak!"
Cila mengangguk dan teriak bersamaan dengan Evelyn.
"Aaa..."
Setelahnya mereka terkekeh bersamaan. "Makasih ya Cil," kata Evelyn.
"Iya kakak!"
Waktunya dia bermain dengan anak yang lainnya, dan anak perempuan paling kecil mengajaknya bermain mengumpulkan bunga taman.
Evelyn duduk di atas kursi taman panti asuhan tersebut. Dia duduk termenung, teringat bagaimana kenangan manisnya dulu bersama Renjana.
"Renjana, 2 orang wanita yang saat itu main sama kamu sekarang menjadi satu." Evelyn masih termenung.
Dia memandang kotak pos yang berada di jalan raya depan.
"Hany! Aku bawa teman baru lho, kenalin ini namanya Hiya!" Ucap Renjana.
"Iya? Hallo Hiya, aku Hany temannya Aren juga!" Evelyn mengulurkan tangannya, dan Neshiya pun menerima uluran tangan tersebut.
Evelyn dan Renjana yang saat itu usianya 6 tahun, dan Neshiya yang usianya 8 tahun. Mereka berteman sangat akur, tidak pernah mencaci atau meninggalkan salah satunya.
"Hiya! Kita main kotak pos itu yuk!"
Neshiya bertanya. "Caranya gimana?"
"Kamu kirim surat dan simpan di situ, buat aku atau buat Aren. Nanti salah satu dari kita akan baca, dan bergilir aja." Mereka berdua merasa tertarik dengan permainan yang ditawarkan oleh Hany.
"Okei!"
Neshiya yang pertama menulis surat tersebut, dan di baca oleh Evelyn. Renjana meminta Evelyn untuk membacanya secara keras.
"Aku mau kita temenan dan sahabatan selamanya!"
Evelyn yang membacanya terharu, sekaligus Renjana sangat kegirangan. Bagaimana mungkin itu adalah hari pertama Hiya main bersama mereka, tapi sudah senyaman itu bersama.
"Semuanya hanya bisa terkenang." Anak kecil perempuan tersebut selesai memetik dan mengumpulkan bunga, dia melihat Evelyn yang sedang sedih, dia ingin sekali menghiburnya.
Anak tersebut duduk di samping Evelyn, "Kak! Kakak kenapa?" Tanyanya.
Evelyn mengalihkan perhatiannya kepada anak tersebut. "Eh! Gak papa, itu Dina bawa apa?"
Anak tersebut tak menjawab perkataan Evelyn, dia menyelipkan bunga mawar putih tersebut di atas telinga Evelyn, yang membuatnya semakin terlihat cantik.
"Bunga, untuk kakak!"
Manis sekali, perlakuan yang baru saja ia dapat dari Dina. Evelyn mengusap pelan pipi Dina yang menggemaskan. "Makasih ya, romantis banget!" Dina mengangguk dan tersenyum.
'Sekarang kita gak bisa seperti dulu lagi. Renjana udah berubah, udah ada Alesya yang menemaninya termasuk sikapnya pun berubah drastis.'
Bahkan Evelyn rasa jika Renjana sudah tak lagi menganggapnya sebagai teman ataupun sahabat masa kecilnya.
Berbanding jauh sekali dengan yang dahulu, semenjak Renjana gabung Bima Nasional bagi Evelyn perubahannya 360°.
Renjana yang lebih peduli dengan teman dan juga lingkungannya, berbanding jauh dengan yang sekarang tak memperdulikan apapun selain misi dan tujuannya yang penting berjalan dengan lancar.
Evelyn hanya berharap jika suatu saat nanti dia bis membawa Renjana ke jalan yang lurus. Menyadari jika dia yang sekarang sudah jauh dengan dirinya yang dahulu. Bahkan jika boleh dikatakan Evelyn tidak mengenal Renjana, tapi mengenalnya sebagai Aren.
"Kak! Mau main pesawat terbang gak kak? Biasanya juga kakak tulis pesan di pesawat itu dan biarkan terbang oleh angin." Dina mengajak Evelyn secara tidak langsung.
Evelyn terpikir, "Boleh juga!"
Mereka membuat pesawat kertas dari 2 lembar kertas yang dibagi 2, juga menuliskan pesan di dalamnya.
'Aku hanya ingin, persahabatan dahulu akan kembali lagi utuh, dalam 2 orang dan 2 jiwa yang berbeda.' Itulah isi pesannya.
"Kakak udah siap nerbangin pesawatnya?" Tanya Dina.
"Siap dong! Ayok kita terbangin sama-sama!"
Dina mengikuti Evelyn. "1... 2... 3... Terbang!"
Pesawat kertas tersebut terbang diiringi angin, hingga hilang dari pandangan. Mereka terkekeh. "Yeayh!..."
...-ToBeContinued- ...