NovelToon NovelToon
Mencintai Dalam Diam

Mencintai Dalam Diam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Cinta Murni / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Husnul rismawati

kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 20 . kedatangan dari dinas

Rifa'i memarkirkan motornya di garasi rumah dengan senyum lebar masih menghiasi wajahnya. Ia melepas helm dan berjalan masuk ke dalam rumah. Suasana rumah sudah sepi, hanya ada lampu temaram yang menyala di ruang tamu.

"Assalamualaikum," sapa Rifa'i pelan.

"Waalaikumsalam, eh, udah pulang, Rif?" jawab ibunya yang keluar dari kamarnya.

"Iya, Bu. Ibu belum tidur?" tanya Rifa'i sambil mencium tangan ibunya.

"Belum, Ibu nungguin kamu. Gimana tadi sama Linda? Lancar?" tanya ibunya sambil tersenyum menggoda.

"Alhamdulillah, lancar banget, Bu. Malah lebih dari lancar," jawab Rifa'i dengan wajah berseri-seri.

"Lebih dari lancar gimana maksudnya?" tanya ibunya penasaran.

Rifa'i menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Rifa'i tadi udah ngelamar Linda, Bu. Dan dia nerima!"

Mata ibunya langsung berbinar-binar. "Ya Allah, alhamdulillah! Ibu seneng banget dengernya! Akhirnya anak Ibu mau nikah juga," ucap ibunya sambil memeluk Rifa'i erat.

"Iya, Bu. Rifa'i juga seneng banget. Linda emang yang terbaik buat Rifa'i," balas Rifa'i.

"Ibu udah feeling dari dulu, kalian emang cocok banget. Ya udah, sekarang kamu istirahat gih. Besok kita omongin lagi soal pernikahan kamu," kata ibunya.

"Siap, Bu! Makasih ya, Bu," ucap Rifa'i sambil mencium pipi ibunya.

Rifa'i kemudian berjalan menuju kamarnya dengan langkah ringan. Ia merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar sambil tersenyum. Ia masih tidak percaya bahwa ia akan segera menikah dengan wanita yang dicintainya.

"Akhirnya, penantianku selama ini nggak sia-sia," gumam Rifa'i.

Ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi chat. Ia mengirimkan pesan singkat kepada Linda: "Sayang, aku udah sampe rumah. Aku sayang banget sama kamu."

Tidak lama kemudian, Linda membalas pesannya: "Aku juga udah sampe rumah, sayang. Aku juga sayang banget sama kamu. Mimpi indah ya."

Rifa'i tersenyum membaca pesan dari Linda. Ia membalas pesan Linda dengan ucapan selamat malam Setelah itu, ia meletakkan ponselnya dan memejamkan mata.

Namun, pikirannya masih melayang-layang memikirkan Linda dan rencana pernikahannya. Ia membayangkan bagaimana indahnya pernikahan mereka nanti, bagaimana bahagianya mereka saat mengucap janji suci, dan bagaimana manisnya kehidupan rumah tangga mereka kelak.

Tanpa terasa, Rifa'i pun tertidur dengan senyum bahagia di wajahnya. Ia bermimpi tentang Linda, tentang pernikahan mereka, dan tentang masa depan yang indah yang menanti mereka berdua. Malam itu, Rifa'i tidur dengan nyenyak, dipenuhi dengan cinta dan harapan.

Keesokan harinya, Rifa'i bangun dengan semangat membara. Cahaya matahari pagi yang menyelinap masuk melalui celah gorden seolah ikut merayakan kebahagiaannya. Setelah menunaikan sholat Subuh dan membantu ibunya menyiapkan sarapan, ia bersiap-siap untuk mengajar.

"Rif, semangat amat pagi ini. Abis dapet durian runtuh ya?" goda ibunya sambil meletakkan secangkir kopi di hadapannya.

Rifa'i terkekeh. "Ah, Ibu bisa aja. Ya semangat lah, Bu. Kan mau nyebarin ilmu ke anak-anak bangsa," jawabnya sambil mengedipkan mata.

"Iya, Ibu tau kamu emang guru idaman. Tapi Ibu lebih seneng lagi kalau kamu jadi suami idaman," timpal ibunya, tersenyum penuh arti.

Rifa'i tersenyum lebar. "Tenang aja, Bu. Rifa'i usahain jadi yang terbaik buat Linda," ujarnya mantap.

"Nah, gitu dong. Oh iya, nanti malem jangan lupa ya, kita ke rumah Bude. Dia udah nggak sabar pengen ketemu calon mantu," pesan ibunya.

"Siap, Bu! Nanti Rifa'i usahain nggak telat pulang," jawab Rifa'i sambil melirik jam tangannya.

Setelah menghabiskan sarapannya, Rifa'i berpamitan dan melajukan motornya menuju sekolah. Di sepanjang jalan, ia tak henti-hentinya bersenandung, membayangkan wajah Linda dan senyumnya yang menawan.

Sesampainya di sekolah, suasana riuh rendah langsung menyambutnya. Sapaan hangat dari rekan-rekan guru dan murid-muridnya membuatnya semakin bersemangat.

"Pagi, Pak Rif! Wah, cerah banget nih kayaknya," sapa Pak Budi, guru olahraga yang sedang berjalan menuju lapangan.

"Pagi, Pak! Iya nih, lagi berbunga-bunga hatinya," jawab Rifa'i sambil tertawa.

"Cieee, yang mau nikah emang beda ya," goda Pak Budi sambil menepuk pundaknya.

Rifa'i hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya menuju ruang guru. Di sana, ia melihat beberapa guru sedang sibuk mempersiapkan materi pelajaran.

"Eh, Pak Rif! Udah dateng! Semangat banget kayaknya hari ini," sapa Bu Ani, guru matematika yang sedang memeriksa soal ulangan.

"Iya, Bu. Semangat 45! Harus jadi guru yang inspiratif buat anak-anak," jawab Rifa'i sambil meletakkan tasnya di meja.

"Wah, bagus itu. Jangan lupa juga jadi suami yang inspiratif buat istrinya," timpal Bu Ani sambil tertawa.

Rifa'i tersenyum dan mulai membuka laptopnya, mempersiapkan materi pelajaran tentang teks deskripsi. Ia ingin membuat pelajaran hari ini semenarik mungkin agar murid-muridnya tidak bosan.

Tiba-tiba, bel masuk berbunyi. Rifa'i segera bergegas menuju kelasnya. Ia memasuki kelas dengan senyum ramah dan menyapa murid-muridnya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Rifa'i.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab murid-murid serentak.

"Oke, anak-anak! Gimana kabarnya hari ini? Udah pada siap belajar?" tanya Rifa'i.

"Siaaap, Pak!" jawab murid-murid dengan semangat.

"Bagus! Kalau gitu, sebelum kita mulai pelajaran, Bapak mau tanya dulu nih. Ada yang tau apa itu teks deskripsi?" tanya Rifa'i.

Beberapa murid mengangkat tangan, mencoba menjawab pertanyaan Rifa'i. Suasana kelas menjadi hidup dan interaktif. Rifa'i merasa senang melihat antusiasme murid-muridnya.

Namun, di tengah-tengah keseruannya mengajar, tiba-tiba pintu kelas diketuk. Rifa'i menoleh dan melihat kepala sekolah berdiri di ambang pintu.

"Maaf mengganggu, Pak Rifa'i," kata kepala sekolah dengan nada serius.

"Tidak apa-apa, Pak. Ada apa ya?" tanya Rifa'i, sedikit khawatir.

"Ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak di ruang guru. Katanya penting sekali," jawab kepala sekolah.

Rifa'i mengerutkan kening. "Tamu? Siapa ya, Pak?"

"Saya juga kurang tau, Pak. Tapi sepertinya penting. Sebaiknya Bapak segera temui saja," kata kepala sekolah.

Rifa'i mengangguk. "Baik, Pak. Kalau begitu, saya izin keluar kelas sebentar ya, anak-anak. Kalian kerjakan dulu latihan soal yang ada di buku paket halaman 45," ujarnya kepada murid-muridnya.

Murid-murid mengangguk dan mulai mengerjakan latihan soal. Rifa'i keluar kelas dan mengikuti kepala sekolah menuju ruang guru. Perasaannya mulai tidak enak. Siapa tamu misterius itu? Dan apa yang ingin dibicarakannya? Jantungnya berdebar-debar, menunggu jawaban yang akan segera ia temui di ruang guru.

Rifa'i mengikuti langkah kepala sekolah menuju ruang guru dengan perasaan campur aduk. Rasa penasaran, khawatir, dan sedikit cemas bercampur menjadi satu. Siapa sebenarnya tamu misterius yang menunggunya di sana?

"Semoga bukan masalah yang berat," gumam Rifa'i dalam hati sambil mencoba menenangkan diri.

Sesampainya di ruang guru, Rifa'i melihat seorang pria berpakaian rapi duduk di salah satu kursi. Pria itu tampak berwibawa dan memiliki tatapan mata yang tajam. Kepala sekolah mempersilakan Rifa'i untuk duduk.

"Silakan duduk, Pak Rifa'i," ujar kepala sekolah dengan sopan.

Rifa'i mengangguk dan duduk di hadapan pria tersebut. Kepala sekolah kemudian berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.

"Selamat pagi, Pak Rifa'i," sapa pria itu dengan suara yang tegas.

"Selamat pagi, Pak," jawab Rifa'i dengan sedikit gugup.

"Perkenalkan, saya Bapak Handoko, utusan dari Dinas Pendidikan," ujar pria itu sambil mengulurkan tangannya.

Rifa'i menjabat tangan Bapak Handoko dengan erat. "Saya Rifa'i, guru Bahasa Indonesia di sekolah ini," jawabnya.

"Saya sudah mendengar banyak tentang Bapak Rifa'i. Katanya Bapak adalah guru yang berprestasi dan dicintai oleh murid-murid," ujar Bapak Handoko.

Rifa'i tersenyum. "Alhamdulillah, Pak. Saya hanya berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi murid-murid saya," jawabnya rendah hati.

"Itu bagus sekali. Tapi kedatangan saya ke sini bukan hanya untuk memberikan pujian," ujar Bapak Handoko, membuat Rifa'i semakin penasaran.

"Maksud Bapak?" tanya Rifa'i.

Bapak Handoko menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Kami dari Dinas Pendidikan sedang melakukan evaluasi terhadap kinerja guru-guru di seluruh Jakarta. Dan berdasarkan data yang kami miliki, ada beberapa hal yang perlu kami klarifikasi dari Bapak Rifa'i," ujarnya.

Jantung Rifa'i berdegup kencang. Ia merasa seperti sedang menghadapi sidang skripsi. "Klarifikasi tentang apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Kami menerima laporan bahwa Bapak Rifa'i seringkali terlambat masuk kelas dan kurang fokus dalam mengajar. Bahkan ada beberapa murid yang mengeluhkan bahwa Bapak Rifa'i sering memberikan tugas yang tidak relevan dengan materi pelajaran," jelas Bapak Handoko.

Rifa'i terkejut mendengar tuduhan tersebut. Ia merasa tidak percaya bahwa ada orang yang melaporkannya seperti itu. "Tapi itu tidak benar, Pak! Saya selalu berusaha untuk datang tepat waktu dan memberikan materi yang terbaik bagi murid-murid saya," bantahnya.

"Saya mengerti, Pak Rifa'i. Tapi kami memiliki bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya. Misalnya, catatan kehadiran Bapak selama sebulan terakhir menunjukkan bahwa Bapak sering terlambat masuk kelas," ujar Bapak Handoko sambil menunjukkan sebuah dokumen.

Rifa'i melihat dokumen tersebut dengan seksama. Ia memang mengakui bahwa ia beberapa kali terlambat masuk kelas, tapi itu bukan karena kesengajaan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ia terlambat, seperti macet di jalan atau ada urusan mendadak yang harus ia selesaikan.

"Saya memang beberapa kali terlambat, Pak. Tapi itu karena ada halangan di jalan. Saya selalu berusaha untuk memberikan pemberitahuan kepada pihak sekolah jika saya terlambat," jelas Rifa'i.

"Alasan itu bisa kami terima. Tapi bagaimana dengan laporan tentang tugas-tugas yang tidak relevan? Ada beberapa murid yang merasa kesulitan mengerjakan tugas yang Bapak berikan," tanya Bapak Handoko.

Rifa'i mencoba mengingat kembali tugas-tugas yang telah ia berikan kepada murid-muridnya. Ia merasa bahwa semua tugas yang ia berikan sudah sesuai dengan materi pelajaran dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman murid-muridnya.

"Saya rasa semua tugas yang saya berikan sudah sesuai dengan kurikulum dan bertujuan untuk mengasah kemampuan murid-murid saya. Mungkin ada beberapa murid yang merasa kesulitan, tapi saya selalu membuka diri untuk memberikan bimbingan dan penjelasan tambahan," jelas Rifa'i.

Bapak Handoko mengangguk-angguk. "Baiklah, Pak Rifa'i. Kami akan mempertimbangkan semua penjelasan yang Bapak berikan. Tapi perlu Bapak ketahui, jika laporan ini terbukti benar, maka Bapak akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujarnya dengan tegas.

Rifa'i merasa sangat terpukul mendengar ancaman tersebut. Ia tidak ingin karirnya sebagai guru hancur hanya karena laporan yang tidak benar. Ia berjanji akan membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan akan terus memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya.

"Saya mengerti, Pak. Saya akan berusaha untuk memperbaiki diri dan membuktikan bahwa saya layak untuk menjadi seorang guru," ujar Rifa'i dengan penuh keyakinan.

Bapak Handoko tersenyum tipis. "Saya harap begitu, Pak Rifa'i. Saya percaya Bapak memiliki potensi yang besar untuk menjadi guru yang sukses. Jangan sia-siakan kesempatan ini," ujarnya sambil berdiri dan mengulurkan tangannya.

Rifa'i menjabat tangan Bapak Handoko dengan erat. "Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang Bapak berikan. Saya tidak akan mengecewakan Bapak," ujarnya.

Bapak Handoko kemudian berpamitan dan meninggalkan ruang guru. Rifa'i terduduk lemas di kursinya. Ia merasa sangat bingung dan khawatir. Siapa sebenarnya yang telah melaporkannya? Dan mengapa orang itu ingin menjatuhkannya? Ia harus segera mencari tahu kebenaran di

1
Guillotine
Sudah nggak sabar untuk membaca kelanjutan kisah ini!
husnul risma wati: trimakasih kakak sudah mampir di karya sayaa🤗 mohon dukungan nya like komen nya iya kak trimakasih... 🤗🤗
total 1 replies
PetrolBomb – Họ sẽ tiễn bạn dưới ngọn lửa.
Ayo thor update secepatnya, kita semua sudah tidak sabar untuk baca terus nih!
husnul risma wati: iya kak , makasih iya kak udah komentar di sini saya akan lebih semangat lagi 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!