Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.
Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.
Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.
Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.
Mampukah Eireen melewati ini semua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemana dia?
Di sisi lain, Xav yang mengemudikan mobil Eireen mulai merasa sepi.
Tadinya ia bersama gadis berisik, jadi langsung terasa sekali bedanya sekarang.
Ia melirik ke samping kiri, kursinya kosong, tapi, entah bagaimana, ada rasa aneh yang menyergap pikirannya, seolah instingnya mengatakan hal buruk sedang terjadi.
'Tapi apa? Jelas-jelas tidak ada tanda-tanda musuh di sekitar sini,' batinnya tampak khawatir.
Terlalu sering dalam kondisi yang membahayakan nyawa, membuatnya memiliki insting seperti alarm bahaya dalam dirinya.
Nahas, kali ini sungguh ia tidak mengerti letak bahayanya. Xav berusaha menampik keras pikiran tanpa dasar itu.
Ia mempercepat laju mobilnya, hingga sampai di sebuah tempat pencucian mobil, yang tentu bukan car wash biasa.
Ia membuka kaca jendela, memperlambat laju mobilnya saat melewati pagar area masuk car wash itu.
Kepalanya menoleh ke arah CCTV, seolah sengaja setor wajah kepada pegawai yang mengawasi.
Mengenali wajah Xav, sang pegawai segera menekan tombol merah, hingga sebuah pintu ruang cuci mobil terbuka.
Jadi, saat sampai, Xav segera memasukkan mobil Eireen ke dalam ruangan itu. Pintu ruangan kembali tertutup seperti prosedur pencucian mobil sebelum dimulai.
Tidak ada yang curiga, padahal, di sana sedang banyak orang karena semuanya terasa natural saja.
Selanjutnya, Xav keluar dari mobil Eireen.
Ruangan itu letaknya paling ujung nomor dua setelah ruang pengawas.
Jadi, saat dindingnya terbuka, pegawai yang mengawasi masuk ke ruangan di mana Xav berada, menyambut hormat. "Tuan Muda?"
"Kau simpan mobil ini baik-baik. Dan jangan katakan pada Xev kalau aku sempat ke sini." Xav bicara sambil mengutak-atik telepon genggamnya.
"Tapi kemarin Nona Xev sudah menghubungi semua cabang. Katanya kalau Tuan Muda datang, kami disuruh melapor, kalau tidak akan berurusan dengan Nyonya Besar."
Xav melirik. "Asal kau tidak bicara, tidak akan ada yang tahu aku ke sini! Kalau ketahuan, katakan saja kau kuancam. Paham?!"
"O-oh, b-baik, Tuan Muda."
"Aku akan pakai mobil itu, mobil yang ini sembunyikan di tempat aman!" kata Xav menepuk sekilas mobil Eireen agar dijaga.
"Siap, Tuan Muda. Apa ada hal lain lagi?" tanya pegawai itu.
Xav tidak menjawab, justru tampak sibuk membuka sebuah kotak di dinding sebelah kiri.
Ia mengeluarkan kunci mobil dan menekan tombolnya, hingga mobil yang dituju menyala lampunya.
Laki-laki itu membuka garasi belakang mobil suv warna hitam yang terlihat seperti mobil biasa saja dari luarnya.
Ia memeriksa kotak senjata yang disimpan di situ. Sang pegawai yang bersamanya berkata, "Setiap hari sudah saya periksa, Tuan Muda. Kondisi semua senjata aman, pelurunya juga. Bom gas, obat-obatan..."
Perkataan laki-laki itu tercekat saat Xav meliriknya. Paham maksudnya Tuan Mudanya, laki-laki itu segera menundukkan kepala, sambil menyilangkan tangan di depan. "Maaf, Tuan Muda."
Xav lebih suka memeriksa sendiri. Pegawai itu hanya menemani, sambil menunggu jika ada perintah lain.
Namun, tidak sama sekali terucap satu kata pun dari Xav. Bahkan, ia menutup pintu bagasi mobil dan beranjak begitu saja mengemudikan mobilnya pergi.
Sang pegawai pun memencet tombol pintu keluarnya kemudian menunduk mengantar penuh hormat.
Xav melihat sekilas dari kaca spion anak buahnya itu. Matanya mulai mengarah ke mobil Eireen yang tertinggal di belakang juga.
Entah kenapa, melihat mobil itu, ia jadi kepikiran pemiliknya lagi. Xav awalnya masa bodoh sekali, mengabaikan pikirannya dan terus menuju pelabuhan.
Sampai ia melihat mobil yang dibawa Eireen justru terparkir di pinggir jalan dekat pantai, firasatnya semakin buruk.
Laki-laki itu menepikan mobilnya, turun dan segera memeriksa. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Eireen, bahkan kunci mobilnya pun tidak ada.
"Kemana dia?" Xav melihat kesekitar, mencari keberadaan gadis itu.
Namun, bukannya menjumpai sosoknya, suara nada dering yang ia kenal terdengar. Itu suara telepon genggam Eireen saat ada panggilan.
Xav pernah dengar di mobil tadi, jadi ia masih mengenali. Segera ia ikuti arah suaranya. Sampai, matanya menemukan telepon genggam yang terjatuh di pasir pantai sebrang pagar pembatas.
Laki-laki dengan rahang tegas itu segera melompati pagar, mengambil telepon genggamnya.
Nama Bos terlihat di layar, bahkan panggilan tidak terjawab sudah puluhan kali darinya.
Xav yang curiga segera menerima panggilannya, hingga suara Bos Kalan terdengar, "Eir? Kau tidak apa-apa? Kenapa lama sekali menerima panggilanku? Kau ini benar-benar. Ada hal yang ingin kukatakan, penting. Cepat kembali ke markas, atau aku... akan menjemputmu paksa. Kau dengar?"
Dari ucapan laki-laki itu, Xav paham, jika Eireen belum pulang juga ke markas. 'Lantas dimana dia?' batinnya.
"Hei, Eir? Kau..."
TUT...!
Xav segera mengakhiri panggilan sepihak. Lantas, ia mengeluarkan kunci cadangan mobil yang dikendarai Eireen tadi.
Ia membuka pintu mobilnya, duduk, kemudian memeriksa kamera pengintai di bagian depan. Telepon genggam Eireen berbunyi terus, tapi ia abaikan.
Xav segera memutar video rekaman kamera mobil dengan melihat ke layar lcd dekat kemudi.
Ia geser-geser waktunya, sampai melihat Eireen didekati laki-laki dan dibawa pergi. "Siapa?"
Dari postur tubuh, bahkan penampakan pakaian serba hitamnya saja, ia sudah bisa menebak jika mungkin itu adalah salah satu BlackAss-pro (Black Assasin, Pembunuh Hitam Profesional yang bergerak diam-diam, menyingkirkan siapa saja. Kekuataannya setara dengan dua puluh orang tukang pukul elit Dunia Gelap).
Setelahnya, sebuah mobil terekam lewat membawa Eireen pergi. Xav pun mengambil foto plat nomor kendaraannya dengan telepon genggamnya sendiri.
Tanpa pikir panjang, ia menghubungi sebuah nomor. Tidak berselang lama, suara perempuan terdengar kesal. "Kau hobi sekali menggangguku akhir-akhir ini ya?!"
"Jangan basa-basi, cepat periksa gambar yang kukirimkan padamu dan lacak keberadaan kendaraan itu!"
"Enak saja menyuruh-nyuruh. Aku..."
"Kau hutang nyawa kepadaku! Lupa, hah?"
"CK. Itu lagi, berapa kali aku harus membayarnya hah?"
"Sampai masalahku ini selesai. Sudah cepatlah, lima menit!"
"Hei..."
TUT...!
Panggilan telepon di akhiri sepihak oleh Xav. Perempuan yang tidak lain adalah Nahla, White Hacker dari Keluarga Anzalion mengumpat di ujung sambungan teleponnya.
Beberapa hari ini, Xav selalu merepotinya melacak banyak hal. Mengingat kemampuan hacking Nahla sendiri yang canggih, dan punya akses ke banyak kamera CCTV jalan, termasuk milik pemerintah.
Walau kesal, gadis yang tengah duduk di depan layar-layar komputer canggih itu tetap melakukan permintaannya. Karena memang, ia dan iparnya pernah diselamatkan oleh Xav, jadi hutang budi itu harus ia balas sekarang.
Sementara, telepon genggam Eireen terus saja berbunyi saat Xav memeriksanya.
Ia melihat Eireen terakhir kali tampak menghubungi seseorang, saat diserang. Jadi, ia periksa riwayat panggilannya.
Selain nama Bos Kalan, menurut waktunya, ada nama Savero. Xav tahu dari hasil pemeriksaan identitas Eireen oleh keluarganya, jika Savero adalah pamannya, orang yang menyelamatkannya.
Tanpa pikir panjang, laki-laki itu segera menghubungi nomor Savero. Sayang, nomornya tidak aktif.
Sementara, Bos Kalan tidak hentinya menghubungi nomor Eireen. Xav yang jengkel mau menerima panggilan itu.
Tapi, ternyata telepon genggamnya sudah berbunyi lebih dulu. Sebuah panggilan dari Nahla, yang langsung ia terima. "Ehm?"
"Mobil itu sepertinya menuju ke pelabuhan dimana terakhir kali kau diserang."
"Darimana kau..."
"Ayah dan Ibumu menggila mencari dalangnya.
Tiga Keluarga Penguasa jelas tahu lah!"
"Ck. Sudahlah, kau tidak menemukan hal lain tentang mobil itu?"
"Plat nomornya palsu. Yang jelas kalau kau mau mengejar, segeralah ke sana. Karena sebentar lagi mereka sampai pelabuhan itu. Tidak ada tempat lain di arah itu, jadi..."
TUT...!
Panggilan telepon lagi-lagi diputus oleh Xav secara sepihak. Nahla mengumpat lagi. "Sial, awas kalau kau minta bantuan lagi, kubuat kau mengemis dulu!"
Xav menekan satu tombo di layar lcd dekat kemudi, bertuliskan, Rescue Mission.
Itu sebuah perintah untuk membuat anak buahnya mengambil mobil itu balik. Ada sistem pelacakan khusus di mobil itu. Jadi Xav meninggalkannya tanpa perlu khawatir.
Ia membuat telepon genggam Eireen menjadi mode pesawat, kemudian masuk ke dalam mobilnya yang satu lagi.
Laki-laki itu mulai mengemudikan mobilnya dengan gila. Masalahnya pelabuhan itu ada di luar kota. Ia tidak punya waktu banyak.
Teringat dengan rasa dilihati di dalam gedung resepsi, Xav menggerutu dalam hati. 'Pasti mereka yang mengawasi di resepsi waktu itu. Sial, kenapa aku bodoh sekali, membiarkan mereka membuntuti dan salah paham perihal hubungan kami?!'
'Tidak!' Xav membatin sambil menggelengkan kepala. 'Ini salahnya sendiri, kenapa juga meminta pura-pura jadi kekasih segala? Dasar gadis gila, buat susah saja!'
Ia mengomel, tapi masih berniat untuk menyelamatkan Eireen, yang ia pikir sedang diculik oleh musuhnya.
Di sisi lain, Nahla tampak masih penasaran. Ia mengamati pergerakan mobil itu, sampai di CCTV terakhir.
"Siapa lagi yang dia kejar?" ucapnya penasaran.
Setelahnya, sebuah panggilan masuk. Nahla menghela napas, ternyata yang menghubungi adalah Xev saudara kembar Xav.
Hubungan mereka mungkin lebih baik, cukup akrab karena pengalaman masa lalu gila dulu.
Tapi, Nahla yang ingin menyepi jadi gagal lagi. Ia terima panggilan telepon itu. "Hmm?" ucapnya malas.
"Kalau Xav menghubungimu kabari aku. Ok?"
"Buat apa dia menghubungiku, hah?"
"Pokoknya hubungi aku, jangan lupa!"
"Hei..."
TUT...!
Lagi-lagi sama saja dengan kembarannya, panggilan itu diakhiri sepihak oleh Xev.
Nahla menghembuskan napas dalam-dalam, berusaha menahan amarah.
Sementara, Bos Kalan yang kebingungan saat tahu nomor Eireen tidak bisa dihubungi tampak berjalan ke kanan kiri, berpikir.
Joey dan Jimmy yang melihatnya saling tatap. Si Joey pun mendekat. "Ada apa, Bos?"'
"Kalian cepat pergi jemput Eireen, aku akan melacak mobilnya!" Bos Kalan sudah menuju ke komputer utama di ruang komando itu.
Joey dan Jimmy masih saling tatap. Entah kenapa mereka disuruh menjemput Eireen. Jelas-jelas, Joey sudah menghubungi gadis itu tadi dan semuanya baik-baik saja.
Kedua orang anak buahnya hanya diam, tidak langsung bergerak begitu, Bos Kalan menyergah kasar. "Kenapa masih di sini juga? Cepat pergi, sebelum terjadi sesuatu padanya!"
"Maksudnya apa?" Joey maju mendekati Bos Kalan. Jimmy pun sama. "Eireen kenapa? Tumben Bos sepanik ini?"
Bos Kalan berlaku tidak seperti biasa, membuat kedua orang laki-laki itu curiga. Lebih-lebih, laki-laki itu tidak langsung menjawab, justru tampak berpikir dengan raut wajah marah, bingung, seolah menyembunyikan sesuatu juga.