NovelToon NovelToon
TUKAR PASANGAN

TUKAR PASANGAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Naik ranjang/turun ranjang / Tukar Pasangan / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:512
Nilai: 5
Nama Author: Cha Aiyyu

"Karena sudah terlanjur. Bagaimana jika menambah bumbu di atas omong kosong itu?"

Asha menatap Abiyan, mencoba mengulik maksud dari lawan bicaranya. Kedua mata Asha bertemu dengan milik Abiyan, ada sirat semangat yang tergambar di sana.

"Menikahlah denganku, Ash!"

Asha seorang wanita yang hidup sebatang kara menginginkan pernikahan yang bahagia demi mewujudkan mimpinya membangun keluarganya sendiri. Namun, tiga hari sebelum pernikahannya Asha diberi pilihan untuk mengganti mempelai prianya.

Abiyan dengan sukarela menawarkan diri untuk menggantikan posisi Zaky. Akankah Asha menerima ide gila itu? Ataukah ia tetap memilih Zaky dan melajutkan pernikahannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19

"Apa yang kamu tertawakan?"

Abiyan menatap Asha dengan wajahnya yang bingung. Asha mengusap wajahnya. "Aku hanya merasa lucu, Ian."

"Lucu?" Abiyan membeo.

Asha mengangguk pelan lalu tersenyum. "Kita dulu bahkan jarang berbicara, Ian. Tapi kini, kamu selalu jadi orang pertama yang menghiburku."

"Dan melihat sisi terburukku ... ," cicit Asha. Suaranya tercekat di tenggorokan.

Abiyan menatap Asha yang tersenyum kecut. Ia menghela napas. "Aku rasa Tuhan memang mengatur pertemuan kita setelah puas mempermainkan takdirku dan takdirmu kemarin."

Asha kembali tergelak. "Aku pikir kamu akan mengatakan kalimat-kalimat klise seperti mungkin kita memang berjodoh."

Abiyan mengerutkan kening. Sedangkan Asha memilih menahan napas mengira dirinya salah berucap.

"Atau maksudmu memang begitu?" lanjut Asha ragu-ragu.

Abiyan mengangkat bahu. Pria itu lantas berdiri meninggalkan Asha menuju sofa, tempat yang sebelumnya ia klaim sebagai tempat tidur untuk malam ini.

Abiyan merebahkan tubuhnya, terlentang dengan satu tangannya ia jadikan bantal. Beberapa saat diam dan hanya pandangi langit-langit dengan lampu gantung di atasnya.

"Sudah mau tidur?" tanya Asha memastikan.

Abiyan menoleh menatap pada manik mata Asha yang menunggu jawaban darinya. "Entahlah, apakah ada hal lain yang bisa kita lakukan selain tidur?"

Asha menghela napas. Ia bangkit lalu duduk di tepi ranjang. "Sepertinya memang hanya tidur pilihannya."

"Cuci wajahmu sebelum tidur! Agar tidak lengket besok pagi, kamu cukup banyak mengeluarkan air mata tadi."

Asha mengangguk, lalu beranjak dari duduknya untuk mencuci wajah sesuai arahan dari Abiyan.

Pagi datang ketika Asha baru bisa memejamkan mata satu jam lalu. Ini kali pertama Asha tidur satu kamar dengan seorang pria secara sadar. Seharusnya Asha bisa tenang karena Abiyan memegang janjinya.

Pria itu hanya tidur dengan pulas layaknya bayi di atas sofa. Sesekali pria itu meringkuk dan membayangkannya saja Asha sudah tahu betul bagaimana rasanya. Pasti tidak nyaman.

Hal itu juga membuat Asha sulit memejamkan mata. Ia merasa tidak enak hati melihat pria yang kini menjadi suaminya itu tidur di sofa.

Abiyan berdiri di samping Asha yang tertidur pulas. Ia berniat membangunkan Asha dengan pelan namun menatap wajah Asha yang terlihat nyaman, pria itu ragu. Abiyan tidak kunjung pergi wajahnya yang setengah menunduk memandangi wajah tenang Asha. Abiyan lupa jika dirinya belum benar-benar mengeringkan rambutnya.

Satu butir air menetes dari ujung rambutnya yang basah. Mendarat tepat di pipi Asha. Wanita itu membuka mata, tidurnya terusik hanya karena sebutir air dingin yang menyentuh kulit pipinya.

Mata wanita itu membulat pandangi Abiyan yang menatapnya dengan posisi yang tentu saja membuatnya salah paham. Wajah Abiyan berada tepat di atasnya dengan posisi menunduk.

Abiyan sendiri masih belum bisa bergerak. Ia terkejut sebab Asha tiba-tiba membuka matanya. Dan dibuat lebih syok. lagi dengan pergerakan Asha yang tiba-tiba.

Wanita itu bangun dengan cepat hingga membuat kening keduanya beradu. Menimbulkan bunyi duk yang keras. Abiyan mundur, ia mengaduh. Mengusap-usap keningnya yang berbenturan dengan kening Asha. Asha pun melakukan hal yang sama.

Cepatnya gerakan Asha membuat benturan di keningnya cukup keras, sehingga tentu saja setelahnya rasa sakit itu tidak kunjung hilang.

Abiyan masih mengelus keningnya, ia lalu memicingkan matanya menatap Asha dengan sengit.

"Mengapa tiba-tiba menyerudukku?" tanya Abiyan dengan menggertakkan gigi.

Asha mendongak, meringis kesakitan. Sudut matanya berair. Wajahnya bahkan sedikit memerah.

Abiyan mendekat, wajahnya yang semula kesal berubah menjadi raut khawatir yang kentara. "Kamu tidak apa-apa?"

Abiyan mengabaikan rasa sakit di keningnya, ia memeriksa kondisi Asha menarik tangan wanita itu yang masih mengusap keningnya.

"Ya Tuhan, keningmu membiru. Pasti sangat sakit?" Abiyan bergegas menuju lemari pendingin, lalu kembali dengan membawa satu botol air mineral di tangannya.

"Tidak ada es batu di sana, jadi pakai ini saja dulu." Abiyan mengompres kening Asha dengan botol air mineral.

Sensasi dingin yang menjalar melalui permukaan botol itu perlahan membuat kulit keningnya nyaman.

"Maafkan aku. Sakit sekali, ya?" tanya Abiyan dengan khawatir.

Asha mengambil alih botol air mineral itu dari tangan Abiyan. "Aku saja."

"Bagaimana ini? Bagaimana jika memarnya lama hilang? Uh, maafkan aku!" gumam Abiyan pelan, tapi Asha masih bisa mendengar semua kalimat yang Abiyan ucapkan.

"Jangan berlebihan, Ian. Lagipula untuk apa kamu meminta maaf? Aku yang tiba-tiba bangun dan menyerudukmu."

Abiyan terdiam, ia kembali sadar. Pernyataan Asha memang benar, tapi mengapa melihat kening Asha yang memar membuatnya merasa kacau dan tidak nyaman? Sehingga tanpa sadar Abiyan bereaksi dengan berlebihan seperti itu. Abiyan bingung.

"Maaf Ian. Aku kaget saat kamu tiba-tiba ada di depan wajahku. Hingga tanpa sadar aku membenturkan kening kita berdua. Maaf."

Abiyan duduk di tepian ranjang di samping Asha. "Maaf aku tadinya ingin membangunkanmu, dan saat melihat wajahmu yang pulas aku tidak tega. Tapi, air dari rambutku akhirnya benar-benar membuatmu terjaga," jelas Abiyan, ia tampak menyesal. "Maaf," lanjutnya.

"Berhenti meminta maaf atau aku akan marah!"

"Kamu juga meminta maaf tadi ... ." Abiyan mengerucutkan bibir.

"Ah—iya juga." Asha menggaruk tengkuknya.

Hening.

Kedua orang itu diam dalam kecanggungan.

Abiyan menoleh. "Kamu mau makan di hotel atau di penthouse saja?"

Asha tampak berpikir lalu menggeleng cepat. "Di rumah," tolaknya.

"Rumah?" Abiyan mengerutkan kening.

"Ya, kita akan pulang ke rumah. Kediaman Andara. Kita akan tinggal di sana."

"Aku tidak setuju," tolak Abiyan. "Aku punya penthouse yang cukup untuk kita tinggali berdua. Di sana kita akan memulai segalanya berdua." Abiyan menyilangkan tangan di dada.

"Ayolah, Ian. Kedua orang tuamu sepertinya masih curiga dengan hubungan kita. Aku rasa kita perlu menunjukkan pada mereka jika hubungan kita nyata."

"Tidak, Ash. Aku tidak butuh itu semua. Kita akan menjalani pernikahan ini berdua. Cukup aku dan kamu."

Asha menundukkan wajahnya. Semangat yang semula membara tertelan oleh rasa kecewa atas penolakan Abiyan.

"Aku pikir kita bisa tinggal di kediaman Andara. Dan aku bisa menunjukkan hubungan kita pada Zaky. Aku pikir kamu serius mendukungku membalas dendam," cicit Asha dengan suara kecil.

Abiyan menghembuskan napas. "Baiklah, kita akan pulang ke rumah. Tapi, tidak selamanya kita akan tinggal di sana, oke!"

Asha mendongak senyumnya kembali merekah. Wanita itu kembali bersemangat layaknya anak balita yang menemukan lagi bonekanya yang hilang.

"Terima kasih, Ian. Aku mencintaimu," ucap Asha girang.

Abiyan membelalak.

Sepertinya aku mendengarnya berkata mencintaiku.

Abiyan menatap Asha yang tersenyum lebar. Wanita itu tampak sibuk dengan kegembiraannya dan tidak sadar telah mengucapkan kata-kata yang membuat Abiyan terusik.

Kalimat Asha terngiang-ngiang di kepala Abiyan, bahkan ketika mobil yang ia kendarai memasuki pekarangan keluarga Andara. Abiyan seolah mendengar kalimat itu berkali-kali, padahal Asha sendiri sepertinya tidak sengaja mengucapkan itu.

Asha turun dari mobil tanpa bantuan Abiyan yang membuka pintu untuknya. Asha terlalu bersemangat, ia berdiri di samping Abiyan yang menurunkan barang bawaan mereka dari bagasi mobilnya.

Tanpa meminta izin Asha gegas mengapit lengan berotot Abiyan yang selalu dibalut oleh hoodie kebesaran itu. Abiyan cukup terkejut namun wajah Asha yang tampak berseri-seri membuatnya ragu untuk menegur wanita itu.

Keduanya masuk ke dalam rumah dengan langkah pasti. Lengan Abiyan masih diapit oleh Asha, tubuh wanita itu bahkan tanpa ragu menempel padanya.

Di ruang makan kedua orang tua Abiyan bersama dengan Zaky baru saja akan memulai sarapan. Semua mata tertuju pada mereka tepat setelah Katerine berteriak melengking.

Wanita itu berdiri menghampiri Asha dan Abiyan yang berhenti di depan meja makan.

"Ibu kira kalian akan lebih lama berbulan madu."

Abiyan melirik Asha yang mengeratkan pelukan di lengannya. Gugup. Tentu saja. Abiyan yakin wanita itu kini sedang dilanda keraguan untuk melanjutkan rencana dalam kepalanya yang ia sendiri tidak tahu itu apa.

Abiyan beralih pada Zaky yang menatap tajam pada tangan Asha yang memeluk lengan Abiyan. Pria yang dulu Abiyan hormati itu menatap sengit padanya, aura permusuhan menguar samar dari balik diamnya.

Katerine meminta Abiyan dan Asha untuk bergabung di meja makan, setelahnya ia meminta pada pelayan untuk menyiapkan dua piring tambahan.

Asha duduk berhadapan Zaky dengan Abiyan di sampingnya. Di ujung meja ada Roy selalu kepala keluarga. Katerine sendiri beehadapan dengan Abiyan. Begitu Asha duduk, Zaky yang sejak tadi memandanginya membuka suara.

"Asha, keningmu?" Zaky lalu beralih pada Abiyan. "Apa yang kamu lakukan padanya, hah? Baru sehari bersamamu Asha sudah terluka." Zaky menunjuk kening Asha yang masih terlihat memar.

Semua orang yang ada di ruangan itu menatap arah yang ditunjuk Zaky. Asha terlihat gugup ketika semua mata mengarah padanya.

"Hei, ayolah! Jangan menatap istriku begitu! Ayah, Ibu kalian membuatnya malu. Lihat wajah istriku yang memerah!" Abiyan memulai drama.

"Apa yang terjadi pada Asha, Abi?" Katerine menuntut jawab.

"Ayolah, ibu! Kami pengantin baru dan itu, um ... ."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!