Violetta Madison gadis 20 tahun terpaksa menyewakan rahimnya demi membayar hutang peninggalan kedua orangtuanya. Violetta yang akrab dipanggil Violet itupun harus tnggal bersama pasangan suami istri yang membutuhkan jasanya.
"Apa? Menyewa rahim ?" ucap Violet,matanya melebar ketika seorang wanita cantik berbicara dengannya.
"Ya! Tapi... kalau tidak mau, aku bisa cari wanita lain." ucap tegas wanita itu.
Violet terdiam sejenak,ia merasa bimbang. Bagaimana mungkin dia menyewakan rahimnya pada wanita yang baru ia kenal tadi. Namun mendengar tawaran yang diberikan wanita itu membuat hatinya dilema. Di satu sisi, uang itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Namun disisi lain,itu artnya dia harus rela kehilangan masa depannya.
"Bagaimana... apakah kau tertarik ?" tanya wanita itu lagi.
Violet tesentak,ia menatap wanita itu lekat. Hingga akhirnya Violet mengangguk tegas. Tanpa ia sadar keputusannya itu akan membawanya kepada situasi yang sangat rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepingan luka dan kepingan harapan
Di dalam kamar Adrian, Violet berdiri membelakangi jendela. Sorot matanya menerawang jauh menembus tirai putih yang tertiup lembut oleh angin sore. Ia memeluk dirinya sendiri, seolah mencari kehangatan dalam kehancuran yang baru saja ia dengar.
Adrian berdiri tak jauh darinya, ingin memeluknya, ingin menenangkannya, namun ia tahu, tangan ini adalah tangan yang juga membawa beban darah ayah Violet—meski tak langsung, namun ikatan darah dengan Ramon tak bisa ia hapuskan.
"Violet..." panggilnya pelan.
"Aku butuh waktu, Tuan ," ucap Violet datar, matanya masih menatap ke luar. Adrian menunduk.
“Aku mengerti...”
"Kenapa aku?" Violet berbalik, menatap Adrian dengan mata yang berlinang.
"Kenapa Anda memilihku? Apakah Anda mengasihani ku?" lanjut.
"Aku tidak memilih. Aku hanya... jatuh, begitu saja." jawab Adrian.
“Dan aku akan menebus semua kesalahan yang tidak pernah kupilih ini, Vio. Demi kau. Demi ayahmu.”ungkapnya.
Violet menatapnya lama. Ada kesedihan, ada cinta, dan ada pertarungan batin yang belum selesai.
Di sisi lain kota, Berta bertemu dengan seseorang yang selama ini menjadi bayang-bayang: Ramon McKenna.
Pria tua itu duduk di ruang kerja rahasia di lantai bawah tanah vila lamanya. Berta mengenakan mantel panjang dan kacamata hitam, menyembunyikan identitasnya.
“Kenapa kau mencari ku lagi ?” tanya Ramon datar.
“Aku dengar Baron ditangkap. Dan Dores mulai membuka mulutnya,” ucap Berta , menatapnya tajam.Ramon menyeringai.
“Biarkan saja. Jika mereka ingin bermain, aku berikan permainan yang tak akan mereka menangkan.”
“Kau masih belum kapok juga, ya?” sentak Berta
“Lima tahun lalu kau nyaris membunuhku saat aku tahu tentang pabrik itu.” sambung Berta. Ramon bangkit, mendekat.
“Kau tahu apa yang menyelamatkanmu? Kau hamil. Aku butuh Adrian untuk melanjutkan nama McKenna. Tapi sekarang? Semua bisa ku akhiri , Berta , jika kau lupa tempatmu.” terang Ramon. Berta menggertakkan gigi.
“Kau hanya memanfaatkan ku, Ramon. Dan Adrian... takkan pernah jadi seperti kau.” ucap Berta. Ramon menatap Berta dengan sinis.
“Anak itu lemah. Karena hatinya sudah ditarik perempuan dari keluarga pecundang.” sahut Ramon sinis. Berta memutar tubuh dan pergi. Tapi sebelum keluar, ia berkata dingin,
“Kalau kau sentuh mereka, aku sendiri yang akan membunuhmu.”
Dari sini kita tau ya guys, jika Adrian bukan anak dari Ramon dan Helena. Tapi anak dari Berta dan Ramon. Bagaimana ceritanya? ikuti terus ya guys ya? Author akan bahas nanti.
Ramon hanya tertawa kecil. Ia merasa menang. Namun di balik layar, sesuatu sedang dipersiapkan... oleh musuh yang selama ini tak diperhitungkan. Di tempat lain, Dores bertemu seseorang di tempat parkir bawah tanah. Seseorang menyerahkan amplop cokelat kepadanya.
“Ini semua bukti. Video, laporan keuangan, transaksi gelap... semua ada di sini.”
Dores membukanya, menatap lembar demi lembar. Di pojok salah satu laporan tertulis:
“Disetujui oleh R. McKenna” — tanda tangan Ramon terpampang jelas. Ia tersenyum tipis.
"Akhirnya waktumu habis, Ramon."
***
Kembali ke rumah Adrian...Violet duduk di ranjang, menatap sebuah kotak kayu kecil yang dibawa Adrian. Pria itu membuka kotak tersebut, memperlihatkan liontin usang yang diambil dari barang-barang peninggalan pabrik yang selamat lima tahun lalu.
"Ayahmu menjatuhkan ini saat kebakaran. Seorang petugas menemukan dan memberikannya padaku setelah aku menyelidiki ulang." ucap Adrian pelan.
Violet meraih liontin itu dengan tangan bergetar. Ia membukanya—dan di dalamnya, ada foto kecil Violet kecil bersama Madison dan ibunya.
Tangisnya pecah lagi. Tapi kali ini bukan karena kesedihan semata. Ada rindu. Ada rasa bahwa ayahnya masih hidup dalam kenangan yang tersisa.
“Aku akan bantu kau bersihkan nama ayahmu, Vio. Bukan karena rasa bersalah... tapi karena aku mencintaimu.” ucap Adrian. Violet memejamkan mata. Kali ini, ia tak menolak saat Adrian menggenggam tangannya.
***
Malam mulai turun perlahan di atas langit kota. Hujan gerimis membasahi jendela kamar Adrian, menciptakan irama pelan yang menemani keheningan di antara dua jiwa yang mulai pulih. Violet masih memegang liontin itu erat, seakan benda kecil itu adalah pelindung terakhir dari kenangan masa lalu yang belum selesai.
Adrian duduk di tepi tempat tidur, menatap Violet penuh harap. Kali ini, ia tak berbicara, hanya menunggu dengan sabar. Ia tahu luka Violet butuh lebih dari sekadar janji—ia butuh waktu, pembuktian, dan keberanian untuk percaya lagi.
“Ayahku orang baik,” gumam Violet lirih, lebih pada dirinya sendiri.
“Iya. Dan dunia harus tahu itu.” balas Adrian tegas.
Sementara itu, di kediamannya yang kini tampak sepi, Berta membuka kotak tua yang ia sembunyikan selama bertahun-tahun. Di dalamnya, ada satu benda yang nyaris ia lupakan: sebuah flashdisk berwarna perak, kecil tapi menyimpan ingatan besar.
Ia menyambungkannya ke laptop, dan muncullah satu folder: "Kebenaran Madison"
Berta tertegun. Ingatannya kembali ke masa lalu—ketika Madison diam-diam menaruh harapan padanya, saat ia masih bekerja sebagai asisten administrasi di pabrik. Madison tahu dirinya diawasi, dan hanya Berta yang ia percayai. Tapi setelah kecelakaan itu, Berta tak pernah punya cukup nyali untuk membuka bukti ini.
Namun malam ini... segalanya berbeda. Tangannya gemetar saat mengklik file pertama—sebuah rekaman video, di mana Madison sedang berbicara langsung ke kamera.
"Jika kau menonton ini, maka itu berarti aku tidak selamat. Kepada siapa pun yang menemukan ini... ketahuilah, apa yang terjadi di pabrik bukanlah kecelakaan. Itu adalah pembunuhan sistematis, untuk menutupi kebusukan yang dimulai dari pucuk kekuasaan: Ramon McKenna."
Berta menutup mulutnya, menahan napas. Dadanya sesak. Kini, ia tahu, waktunya telah tiba. Bukti ini harus sampai ke tangan Adrian.
Di tempat berbeda, Dores duduk di kursinya yang gelap, menatap layar komputer yang memperlihatkan foto-foto lama: Madison bersama beberapa pekerja, termasuk dirinya, di masa awal membangun pabrik. Ada senyuman tulus di wajah mereka, penuh harapan dan masa depan.
Ia menghembuskan napas panjang. Kini ia tahu, musuh sebenarnya bukan hanya Ramon. Tapi juga sistem yang selama ini membungkam suara-suara kecil seperti mereka. Ia harus memutar langkah dengan cermat.
Tak lama kemudian, pintu dibuka pelan,masuk ke dalam ruangan.
"Sudah waktunya kita bicara." ucap Berta.Dores menatapnya dengan pandangan tajam.
“Kau yakin masih berpihak pada kami?”
"Aku tak pernah berpihak pada Ramon," jawab Berta cepat.
"Aku hanya terlalu lama diam. Tapi Adrian... dia pantas tahu siapa dirinya."lanjutnya.
“Dia anakmu?” tanya Dores memastikan.Berta mengangguk pelan.
“Ya. Tapi dia tak pernah tahu. Ramon memaksaku untuk menyerahkan Adrian pada Helena, istrinya yang mandul. Ramon membayar ku dan menghapus semua jejakku.” jelas Berta. Dores menggeleng pelan.
“Sungguh licik... Bahkan darah sendiri pun dia manipulasi. Dan...kau sudah menemui Ramon?" ucap Dores. Berta mengangguk.
“Aku ingin mengakhiri ini,” sahutnya Berta.
Dores memandang Berta. Dalam matanya, ada dendam yang sama. Mereka tahu, saatnya sudah dekat. Kebenaran yang selama ini dikubur dalam api, dalam uang, dan dalam kekuasaan—akan menyembur keluar.
Kembali ke rumah Adrian... Violet keluar dari kamar menuju ruang tamu. Eva yang baru keluar dari kamarnya,, memeluknya erat. Ia menatap Violet dengan mata berkaca-kaca.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, Vio?" ucap Eva sambil mereka duduk.
"Entahlah Bu, Aku ragu."lirih Violet.
" Percayalah padaku, Adrian sangat tulus mencintaimu kau tidak perlu khawatir."terang Eva.
Adrian junior sudah otw blm yaaa 🤭
Semoga tuan Adrian, vio ,, Eva dan mama Helena akan baik2 saja dan selamat dari niat jahat papa Ramon
Vio,, kamu harus percaya sama tuan Adrian,, Krn aq juga bisa merasakan ketulusan cinta tuan Adrian utk mu....
Vio..., kamu skrg harus lebih hati-hati dan waspada,, jangan ceroboh yaaa
Qta tunggu kelanjutan nya ya Kaka othor
Tolong jagain dan sayangi vio dengan tulus,, ok. Aq merasa ad sesuatu yang kau sembunyikan tentang vio, tuan Adrian. Sesuatu yg baik,, aq rasa begitu....
Dia takut bukan karna takut kehilangan cintanya tuan Adrian,, tapi takut kehilangan hartanya tuan Adrian.