 
                            Imelda Anastasya Mahasiswi kedokteran yang terkenal karena kecantikan, kepintaran dan keramahannya membuat siapapun ingin dekat dengannya. Namun sayang tidak dengan kekasihnya yang tega berselingkuh di belakangnya.
Bimantara Kusuma anak bungsu dari 
pasangan Yuni Lestari dan Bambang Kusuma terkenal sebagai CEO yang sangat dingin dan tegas. Dirinya tak pernah percaya cinta sejak cintanya di khianati oleh sahabatnya sendiri.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti terus ceritanya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Meitania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Om Yakin?
"Halo Om.. Tante nih nakal. Masa Wulan mau minta di temenin Tante malah mau bobo sih." Wulan.
"Tente siapa?" Bima.
"Calon istrinya Om nih. Sini Om. Tante ga percaya kalo Om yang nyuruh Wulan ke tempat Tante." Wulan.
Imel membuka matanya dan menatap tajam sahabat tercintanya. Imel ga percaya kalo Wulan benar-benar menghubungi Bima.
"Om, cepet ke sini Wulan takut Tante melotot matanya." Ucap Wulan berpura-pura takut.
Kemudian Wulan pun mematikan sambungannya dan tersenyum manis kepada Imel yang sudah memasang wajah garang di hadapan Wulan sejak tadi. Sementara Bima di buat bingung sekaligus bahagia mendengar ucapan Wulan.
Seperti mendapat angin segar jika Imel akan membalas perasaannya. Entah sejak kapan Bima menginginkan Imel. Pintu hati Bima sepertinya sudah sangat terbuka untuk Imel. Namun, Imel belum menyadari atau lebih tepatnya masih takut untuk membuka hati.
"Maaf suster ruangan Dokter Imelda sebelah mana? Saya ada perlu dengan keponakan saya. Dia bersama Dokter Imelda." Tanya Bima.
"Owh! Sebelah sana Pak." Tunjuk suster pada ruangan Imel.
Saat Imel bersitatap dengan Wulan terdnegar suara ketukan dari arah luar pintu. Imel menoleh ke arah pintu dan entah mengapa detak jantungnya begitu cepat tak beraturan. Kemudian Imel pun meminta orang di balik pintu untuk masuk.
"Masuk." Imel.
Saat pintu terbuka betapa terkejutnya Imel melihat Bima yang berdiri di depan pintu.
"Boleh masuk?" Bima.
"Boleh, boleh dong Om. Boleh banget." Jawab Wulan cepat dan Imel kembali membuka matanya lebar-lebar.
"Om, Tante nih sukanya melototin Wulan." Adu Wulan.
Imel pun menundukkan kepalanya dan mencoba mengatur emosinya di hadapan Bima. Dan entah mengapa juga dadanya berdetak tak beraturan sejak Bima mengetuk pintu.
"Mel, katanya berani sama Om gw." Wulan.
"Huh... Suka-suka kalian. Gw mau istirahat. Malam masih panjang dan gw ga tau menit berikutnya akan datang pasien seperti apa lagi." Ucap Imel mengalihkan pembicaraan.
"Wah, udah ngajakin bobo aja nih Om." Wulan.
"Wulan! Pergi deh sana." Usir Imel.
"Iya deh iya gw pergi. Gw ngerti ada yang mau berduaan aja kan." Wulan.
Imel pun bangun kemudian duduk kembali.
"Huh... Apa sih mau Lu Lan?" Ucap Imel pasrah.
"Apa Om? Mau nikahin apa mau pacaran? Nikahin aja kali Om. Udah tua mah jangan pacar-pacaran." Wulan.
Bima menatap Imel dan tanpa sengaja Imel pun menatapnya. Untuk beberapa saat pandangan mereka pun terkunci dan saling diam. Dan itu tak luput dari pandangan Wulan.
"Hem.. Kacang.... Kacang..." Wulan.
"Apaan sih Lu." Imel.
"Iyain ngga nih Mel?" Wulan.
"Apaan sih? Ngga jelas deh Lu." Imel.
Namun pembicaraan mereka harus terhenti ketika terdengar suara keributan dari luar. Ada pasien kecelakaan yang perlu penanganan Imel segera. Imel pun berpamitan pada Wulan dan Bima karena harus menjalankan tugasnya.
Saat Imel bertugas, Opa Wulan sudah sadar dan infus yang terpasang di tangannya sudah hampir habis. Suster pun melepaskannya sesuai perintah Imel. Opa Wulan pun di perbolehkan pulang.
Wulan berpamitan pada Imel saat Imel mencatat pelaporan pasien di meja kerjanya. Imel pun merasa lega ketika keluarga Wulan pulang. Setidaknya hatinya akan lebih tenang. Setelah menyelesaikan tugasnya Imel pun kembali ke ruangannya.
Imel benar-benar lelah dan ingin sebentar saja memejamkan matanya agar besok bisa menjalankan ujian dengan benar. Imel pun mencari posisi yang nyaman untuknya sebelum suster kembali mengetuk pintu kamarnya.
Tok...Tok...
Baru saja akan berlayar ke alam mimpi sudah terdengar kembali suara ketukan di pintu kamarnya. Imel menarik nafas dalam kemudian meminta orang tersebut masuk. Dan tak di sangka bukannya suster melainkan Bima.
"Om Bima! Ada apa? Bukannya tadi udah pulang ya?" Wulan.
"Papa yang pulang." Bima.
"Kenapa Om ga ikut pulang?" Imel.
"Saya mau nemenin kamu." Bima.
"Hah! Ngga usah Om. Ga apa-apa kok saya sendiri kan udah terbiasa." Imel.
"Ya mulai sekarang di biasain. Boleh masuk ga nih?" Bima.
"Masuk deh Om. Tapi pintunya di buka aja Om ga enak." Imel.
Bima masuk dan duduk di bangku yang tadi dia duduki saat ada Wulan.
"Maafin ucapan Wulan tadi ya." Bima.
"Hah! Iya santai aja Om." Imel.
"Kok Om sih?" Bima.
"Kenapa? Memang biasanya juga begitu kan?" Imel.
"Kalo Wulan panggil kamu Tante berarti kamu jangan panggil aku Om dong." Bima.
"Iiih,,, ga udah di dengerin Wulan sih. Itu mah becanda aja kali." Imel.
"Kalo akunya serius gimana?" Tanya Bima.
"Om becandanya ga lucu. Ini malem loh Om." Imel.
"Karena ini malam makanya saya ga becanda." Bima.
"Ya udah Om maunya gimana?" Imel.
"Mau serius sama kamu boleh?" Bima.
"Huh.. Om yakin? Imel ga seperti yang Om bayangkan loh." Imel.
"Apapun saya terima. Saya harap kamu pun bisa menerima saya dengan segala kekurangan saya." Bima.
"Gimana ya." Ucap Imel berfikir.
"Saya tidak akan memaksa kamu kok. Kalo kamu belum siap juga ga apa-apa." Bima.
"Om.." Panggil Imel berbisik.
Bima menatap Imel sementara Imel merasa salah tingkah di tatap demikian oleh Bima. Detak jantungnya semakin tak beraturan.
"Kenapa hm?" Tanya Bima.
"Aduh, gimana ya Om. Beneran Om yakin? Kita kan baru beberapa kali ketemu Om." Imel.
"Memang ada aturannya harus berapa kali ketemu untuk bisa ke jenjang yang lebih serius?" Bima.
"Eh, bukan gitu. Aduh gimana dong." Imel.
"Ga apa-apa kok ga langsung di jawab sekarang juga." Bima.
Imel menatap manik Bima dan mencari kebohongan di sana namun hanya ketulusan yang dia lihat. Imel melipat bibirnya kemudian menunduk.
"Kenapa?" Tanya Bima.
"Kalo Imel terima Om. Nanti Wulan panggil aku Tante dong." Ucap Imel cemberut.
"Jangan cemberut gitu. Harusnya kamu seneng dong. Ketika keponakan kamu sudah besar kamu masih terlihat cantik dan muda walaupun kenyataannya memang masih muda dan cantik." Bima.
"Gombal." Bima.
"Bukan gombal tapi memang begitu kenyataannya." Bima.
"Ga tau ah. Pulang sana Om. Udah malem. Ga enak juga sama yang lain. Masa dinasnya di temenin sih." Usir Imel.
"Nanti kamu kangen lagi." Bima.
"Iih,, ngga. Udah sana Om pulang." Imel.
"Kok masih Om sih manggilnya?" Bima.
"Iya kan Om, Om nya Wulan masa Imel panggil Opa." Imel.
"Panggil Mas, sayang, Baby atau apa gitu yang romantis." Bima.
Blush...
Pipi Imel pun terasa panas dan bisa di pastikan kalo mukanya memerah hanya karena Bima memintanya memanggil dirinya tidak dengan panggilan Om.
"Iya udah iya sana pulang dulu Mas." Imel.
"Apa? Kamu bilang apa tadi?" Bima.
"Ga ada siaran ulang." Imel.
"Ya udah. Bobo di sini ya." Bima.
"Maas...."
🌹🌹🌹
teman" dah pada nikah, tunangan dan ada yang udah punya anak, lah gw jangan kan tunangan, calon pun belum punya padahal umur baru 20 uwaaa makkk😭😭