Eldoria, yang berarti negeri kuno yang penuh berkah. Negeri yang dulunya selalu di sinari cahaya matahari, kini berubah menjadi negeri yang suram.
Ratusan tahun telah berlalu sejak peperangan besar yang menghancurkan hampir seluruh negeri Eldoria, membuat rakyat harus hidup menderita di bawah kemiskinan dan kesengsaraan selama puluhan tahun sampai mereka bisa membangun kembali Negeri Eldoria. Meskipun begitu bayang-bayang peperangan masih melekat pada seluruh rakyat Eldoria.
Suatu hari, dimana matahari bersinar kembali walau hanya untuk beberapa saat, turunlah sebuah ramalan yang membuat rakyat Eldoria kembali memiliki sebuah harapan.
"Akan terlahir 7 orang dengan kekuatan dahsyat yang dapat mengalahkan kegelapan yang baisa di sebut Devil, di antara 7 orang itu salah satu dari mereka adalah pemilik elemen es yang konon katanya ada beberapa orang istimewa yang bisa menguasai hampir semua elemen dari klan Es"
Siapakah ketujuh orang yang akan menyelamatkan negeri Eldoria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzaleaHazel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Mata Liz menatap keluar jendela, ternyata hari sudah gelap tanpa di sadari. Ternyata pembuatan kertas memakan banyak waktu lebih dari yang ia kira, apalagi dia sudah menyusahkan Gilbert dan Evans untuk ikut membantunya.
"Kapan mataharinya terbenam?" Nafas Liz tidak teratur karena masih kelelahan. Bayangkan saja sejak pagi mereka hanya duduk dan berdiri dan saat matahari terbenam mereka baru bisa merebahkan tubuhnya walau hanya di lantai yang dingin.
"Entahlah." Sahut Gilbert. Bukan hanya Liz, dirinya saja tidak menyadari jika hari sudah gelap.
"Ini sangat melelahkan." Keluh Evans, membuat Gilbert meliriknya dengan sinis. Dia dan Liz yang lebih kelelahan di bandingkan Evans yang membantu saat sore hari.
"Padahal Paman hanya membantu sebentar." Celetuk Liz mendapat anggukan setuju dari Gilbert. Padahal mereka berdua yang bekerja sejak pagi, tapi malah Evans yang mengeluh.
"Dasar anak nakal." Evans menggeser tubuhnya mendekat kearah Liz lalu menggelitik perut bocah itu.
Liz tertawa karena merasa kegelian, sungguh pemandangan yang indah melihat senyum anak itu. Bagaimana bisa orangtuanya mengabaikan bocah menggemaskan seperti ini? Bahkan Gilbert yang punya sifat acuh saja bisa di luluhlan oleh Liz.
"Mau menyelesaikannya sekarang, Liz?" Tanya Gilbert. Hanya tinggal tahap akhir sampai mereka menyelesaikan pekerjaan ini.
"Ya, tentu saja." Balas Liz dengan anggukan kepala.
"Ingin memotongnya seperti apa?" Gilbert kembali bertanya pada bocah itu. Karena semua kertas itu di buat untuk kertas jimat, maka akan di ubah menjadi potongan-potongan yang di inginkan dan tidak di pres seperti buku-buku yang di jual.
Liz tidak menjawab, ia berjalan ke tempat dimana Gilbert menyimpan beberapa alat lalu kembali dengan membawa gunting. Evans yang tadinya masih merebahkan tubuhnya kini duduk bersila setelah Liz kembali duduk dengan gunting dan kertas-kertas di hadapannya.
"Boleh aku memotongnya?" Tanya Liz, mata bulatnya menatap kedua pria dewasa itu bergantian.
Gilbert tidak tahan untuk tidak mengusak rambut gadis kecil itu. "Tentu saja semua itu milikmu, kenapa kau bertanya." Padahal semua kertas itu miliknya, kenapa Liz harus bertanya padanya. Padahal dia kira hubungan mereka sudah dekat, tapi Liz sepertinya masih memasang tembok di antara mereka atau hanya merasa takut saja? Entahlah Gilbert tidak bisa memahaminya.
Setelah mendapat persetujuan Gilbert, tangan mungilnya mulai bergerak memotong kertas itu menjadi potongan-potongan dalam bentuk yang menurut Evans dan Gilbert itu aneh, tapi mereka membiarkan Liz melakukannya sampai semua kertas itu terpotong menjadi bentuk yang sama. Hanya dalam beberapa saat ruangan ini jadi berantakan karena semua potongan kertas Liz.
"Jika sudah mari kita rapihkan semua ini." Ucap Gilbert. Tidak mungkin mereka membiarkan tokonya berantakan seperti ini.
"Aku belum selesai!" Tanpa sadar Liz berteriak karena terkejut saat Gilbert ingin membereskan semua ini, membuat Gilbert dan Evans terkejut.
"Baiklah baiklah, lakukan sesukamu dan jangan berteriak seperti itu nanti tenggorokanmu bisa sakit." Peringat Gilbert, sedangkan Evans hanya menggelengkan kepalanya.
"Maaf." Sesal Liz. "Aku ingin menuliskan mantra di sini." Sambungnya seraya menunjuk potongan-potongan kertasnya. Bocah itu bangkit dari duduknya dan berlari kecil menuju meja lalu kembali membawa tasnya.
Liz kembali duduk di hadapan kedua Pamannya, dia mengeluarkan bukunya. "Mantra mana yang harus di tulis?" Liz memutar bukunya agar Gilbert dan Evans bisa melihatnya, dia meminta pendapat pada kedua orang itu.
"Apa buku ini yang kau maksud tadi?" Tanya Evans seraya mengangkat buku Liz ke hadapan Gilbert.
"Ya, dari luar memang terlihat seperti buku biasa tapi isinya benar-benar menakjubkan." Balas Gilbert. Sebenarnya sampai sekarang dia masih belum percaya dengan alasan Liz yang mengatakan jika buku itu jatuh entah dari mana.
"Jadi kalian membuat kertas dengan panduan dari buku ini?" Evans kembali bertanya dan keduanya mengangguk membenarkan apa yang dia tanyakan.
Gilbert merebut buku Liz dari tangan Evans lalu kembali meletakkannya di tengah-tengah mereka bertiga. "Mari kita lihat, di sini ada banyak mantra. Bagaimana kalau mencoba mantra ledakan dan perlindungan?" Tangannya menunjuk kedua mantra yang menurutnya paling cocok untuk di coba. Dia juga penasaran apakah kedua mantra ini mempunyai efek yang bagus, jika sesuai harapannya maka itu bagus untuk Liz karena memiliki kekuatan penyerang dan pelindung.
"Baiklah, yang lainnya biar aku pikirkan sendiri nanti." Liz langsung setuju dengan pendapat Gilbert.
Gadis kecil itu langsung menulis mantra di kertas itu sebanyak yang ia bisa, lebih tepatnya sampai menghabiskan satu botol tinta milik Gilbert, meskipun begitu Gilbert tidak memarahinya. Setelah Liz selesai menuliskan mantra di kertasnya, mereka membersihkan semuanya, juga merapihkan sisa kertas milik Liz dan meletakkannya di dalam kotak yang tadi di berikan Gilbert.
Evans dan Gilbert menghembuskan nafas lega, mereka mengira semuanya sudah selesai dan akhirnya bisa beristirahat, tapi semua tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Tapi kenapa? Kalian akan mengetahuinya setelah ini.
"Paman, tempat mana yang ada banyak monster?" Pertanyaan tiba-tiba Liz membuat kedua pria dewasa itu mengernyitkan alisnya, masalahnya kenapa bocah itu tiba-tiba menanyakan tentang monster.
"Kenapa kau menanyakan itu?" Bukannya menjawab, Gilbert malah balik bertanya. Penasaran, tentu saja dia penasaran kenapa Liz menanyakannya.
Evans yang lebih jauh mengenal Liz sudah bisa menebak pikiran bocah itu. "Tidak tidak, jangan bilang kau ingin mencoba jimatmu sekarang juga." Evans menggelengkan kepalanya saat berhasil menebak apa yang ada di pikiran Liz.
"Tentu saja." Lihat saja bagaimana antusias nya Liz menjawab. Dia terlihat bangga saat Evans ternyata sangat mengenalnya.
"Tapi nak, ini sudah malam." Sahut Gilbert. Dari pengalamannya berburu monster di malam hari lebih beresiko karena mereka bisa bersembunyi di gelapnya malam.
"Bukankah lebih bagus? Jadi aku tidak akan menarik perhatian banyak orang." Jawaban Liz membuat Gilbert kehilangan kata-kata.
Gilbert pikir saat ia mengatakan itu Liz akan mengurungkan niatnya, tapi jawaban bocah itu sangat di luar pikirannya. Evans menatap iba sahabatnya itu, wajar saja Gilbert merasa khawatir karena belum pernah melihat pertarungan Liz. Berbeda dengannya yang sudah pernah melihat bagaimana Liz berlatih tanding dengan Acrus beberapa bulan yang lalu.
Evans menghela nafasnya. "Ya, kau memang benar. Baiklah, ayo kita lakukan saja." Nada bicaranya terdengar seperti sedang menggerutu meskipun dia menyetujui apa yang Liz katakan.
"Kenapa Paman ikut?" Tanya Liz dengan kerutan di dahinya. Ia memang ingin mencoba jimatnya, tapi tidak mengira jika mereka juga akan ikut bersamanya.
"Dan kau pikir kami akan membiarkanmu pergi ke hutan yang di huni banyak monster sendirian?" Kini Gilbert yang menyahut, nada suaranya terdengar tidak suka dengan apa yang di katakan Liz sebelumnya.
"Memangnya kenapa? Aku sudah biasa pergi sendiri, kata Ayah aku tidak boleh bergantung pada siapapun dalam pertarungan." Balas Liz mengulang apa yang pernah Acrus katakan padanya.
Helaan nafas berat keluar dari mulut Gilbert. "Dengar Liz, tidak semua hal bisa di lakukan sendiri. Entah apa yang di katakan Ayahmu, tapi memiliki seseorang yang berharga di sisimu tidak selalu buruk." Dia berusaha menjelaskan sebaik mungkin agar bocah ini mengerti.
"Tapi jika tau kekuatanku mereka pasti akan memanfaatkanku nanti." Balas Liz, ia mengingat kata-kata Eve kemarin jika dia tidak boleh mempercayai sembarang orang. Jawabannya membuat kedua pria dewasa itu terdiam, mereka heran darimana anak sekecil ini sudah mengetahui hal-hal seperti itu, tapi begitu juga bagus karena Liz bisa melindungi dirinya dengan sifatnya yang seperti itu.
Evans menepuk kepala Liz dua kali. "Itu juga benar, tapi suatu saat kau pasti akan menemukan orang yang akan kau ajak berbagi cerita dan saling memahami, mengerti?" Benar, tidak masalah membatasi diri dengan orang-orang, tapi sebaik mungkin mereka harus memberi penjelasan pada bocah itu juga tidak semua orang memiliki sifat buruk.
"Baiklah, aku mengerti." Liz mengangguk patuh dan mendengarkan penjelasan kedua Pamannya.