Tejerat Cinta Mafia Posesif

Siang itu. Suara derap langkah Valen bergema di ruangan bawah tanah, yang dingin dan lembab. Bau besi karat dan darah lama menyeruak memenuhi ruangan, membuat Selena jijik dan ingin memalingkan wajahnya, Namun tangan Valen segera menahan dagunya untuk bergerak lurus.

 "Mulai sekarang kau harus bisa menatap dunia, tanpa gentar," ucap Valen terdengar pelan namun dingin menusuk.

Selena menelan ludah, dihadapannya seorang pria duduk terikat dengan luka lebam di wajah dan lengannya, para anak buah Valen berjajar dengan tatapan meremehkan, bahkan dari salah satu mereka ada yang tertawa mengejek.

  Selena bingung tatapannya dalam seolah menuntut jawaban. "Kenapa kau membawaku kesini Don? Aku bukan bagian dari semua ini kan...."

"Berhenti Berpikir kau orang biasa Selena!" Dengan cepat Valen memotong pembicaraan suaranya meledak.

Valen mulai mendekat menaruh pistol ke tangan Selena yang bergetar, bahkan gadis itu tidak tahu menahu cara menggunakan benda mematikan itu. "Kalau kau ingin berdiri di sisiku, kalau kau ingin dihormati, maka kau harus belajar cara memegang senjata, dunia Mafia tidak membutuhkan belas kasihan," tandas Valen dengan tatapan mematikan.

  Selena menatap pistol itu dengan dingin jantungnya berderap kencang, seolah menolak, ketakutan mulai menjalar ke pikirannya. "Ta ... Tapi aku tidak bisa melakukannya dan aku tidak tahu cara menggunakannya."

 Valen mendekat dengan sorot mata yang tajam, kemudian pria itu langsung membisikkan sesuatu. "Tidak ada kata takut dan tidak bisa. Entah kau yang menembak atau kau yang di tembak," bisiknya terdengar sebagai ancaman.

  Selena merasa tertampar dengan setiap ucapan yang keluar dari mulut Valen, gadis itu mulai menatap penuh dalam ke senjata yang saat ini sudah berada di tangannya.

Seketika ruangan menjadi hening, semua mata menunggu Selena bergerak. Sementara pria yang terikat di sana, meminta pertolongan melalui tatapan matanya, ia seolah mencegah Selena melakukan hal ini.

Namun bisikan Valen langsung memenuhi gendang telinganya. "Ini pelajaran pertamamu ratu kecil, dunia akan tunduk kepada mereka yang berani menodai tangannya. Aku tidak butuh boneka hidup, yang aku butuh adalah Queen Mafia."

Selena tersentak ucapan Valen seolah amunisi baik yang menjalar di otaknya, hingga tanpa sadar nyali gadis itu mulai terkumpul perlahan.

Valen berdiri dibelakangnya, menuntun tangannya untuk menjulurkan senjata tepat ke sasaran ujung jari Selena mulai menyentuh pelatuk dan menariknya pelan, air mata mulai membasahi pipinya, tapi tatapannya mulai berubah dari ragu menjadi dingin dan fokus ke sasaran.

 Kilk ... DOOOR ...!

Peluruh melesat di tembok tepat di samping kepala pria itu. Sontak pria yang terikat langsung menjerit histeris dan semua anak buah Valen terkejut atas keberanian gadis yang tadi sempat mereka remehkan kemampuannya.

Selena langsung menurunkan pistol dengan nafas yang memburu. "Aku tidak sedang membunuh seseorang tak bersalah kan?" suaranya seran namun terdengar tegas.

  Sementara Valen langsung mendekat dengan senyum tipis dan mata yang berbinar puas. "Itu pilihanmu ... tapi keberanianmu memegang senjata, sudah bisa menutup mulut mereka yang meremehkan.

  Anak buah Valen yang tadi meremehkan kini mulai menundukkan pandangannya, untuk pertama kalinya Selena berdiri tegak, bukan sebagai gadis biasa melainkan sebagai calon Ratu Mafia.

   Latihan berakhir dengan baik, ada rasa takut, tegang semua itu berhasil Selena lalui hingga tanpa sadar gadis cantik itu memeluk Valen dihadapan anak buahnya.

  Valen terkejut, tatapannya kaku dan dingin, namun ia tidak berani menolak pelukan gadis dihadapannya itu, entah kenapa sisi lainnya ingin menjadi pelindung untuk Selena.

  "Makasih banyak, sudah mengajari aku," ucap Selena pelan.

  "Tugasmu masih panjang Selena," sahut Valen dengan datar.

  "Aku tahu," sahut Selena sambil melepaskan pelukannya.

Para anak buah Valen yang menyaksikan adegan itu saling menatap dan melempar senyum, sementara Valen langsung memberinya peringatan melalui tatapan matanya.

☘️☘️☘️

  Setelah berlatih cukup lama Selena kembali lagi ke kamarnya, gadis itu mulai menatap bintang-bintang kecil melalui jendela kamarnya, dalam hatinya ia berjanji untuk membongkar rahasia yang selama ini telah ditutupi ayahnya dengan rapat.

  "Ayah ...maafkan anak gadismu ini yang diam-diam mulai menyelidiki mu," gumam Selena.

Kamar Selena hanya diterangi lampu meja kecil. Hening, kecuali detak jantungnya sendiri yang masih memburu setelah latihan tadi. Tangannya bergetar pelan saat ia menyentuh pistol di meja, bayangan suara tembakan di ruang bawah tanah masih terngiang jelas.

Tiba-tiba… krieeet. Pintu kamarnya terbuka, Selena langsung menoleh dan langkah berat itu masuk tanpa permisi. Valen berdiri di sana, tubuhnya tegap, siluetnya diselimuti cahaya lampu koridor.

“Tidak ada istirahat setelah pelajaran besar?” tanyanya datar, tapi matanya meneliti setiap gerakan Selena.

Selena tersenyum samar, berusaha menutupi guncangan hatinya. “Aku hanya… mencoba menerima kalau tanganku hari ini hampir menodai darah manusia.”

Valen berjalan mendekat perlahan, hingga jarak mereka hanya sebatas nafas. Tangannya terulur, menyentuh dagu Selena lagi, memaksa gadis itu menatapnya.

“Bukan hampir. Kau sudah membuat pilihan, dan itu lebih berani daripada orang-orang yang bersembunyi di balik senjata. Dunia ini tidak akan peduli pada air matamu, Selena. Tapi aku…” suaranya melembut sekilas, “…aku peduli, karena aku yang melemparkanmu ke dalamnya.”

Selena menelan ludah, matanya bergetar menahan sesuatu yang tak bisa diucapkan.

“Don… apa kau tidak takut aku akan hancur di dunia ini?”

Valen menyeringai tipis, tapi bukan ejekan, lebih seperti pengakuan. Ia menunduk sedikit, membisikkan dengan nada berat.

“Justru itu yang paling kutakutkan. Kalau kau hancur… aku ikut hancur.”

Kata-kata itu membuat Selena terdiam. Untuk pertama kalinya, ia melihat retakan di balik tembok dingin pria itu.

Seketika, ketegangan berubah menjadi tarikan halus. Selena melangkah maju, jarinya menyentuh dada Valen yang bergetar pelan.

“Aku tidak akan hancur… selama kau di sini, temani aku bukan hanya sekedar gadis tawananmu," bisik Selena.

Valen tidak menjawab. Hanya meraih tengkuk Selena, menariknya dalam pelukan erat. Pelukan yang bukan sekadar protektif, tapi juga penuh resah. Detak jantung mereka saling berbenturan, panas, dan keras kepala.

Di luar jendela, bulan mengintip dari balik awan. Seolah ikut menyaksikan dua jiwa yang saling tertarik tapi terjebak dalam dunia penuh darah.

Sesaat, Selena merasa aman. Namun di dalam pelukan itu, ia juga tahu, ini bukan sekadar kehangatan. Ini adalah janji berbahaya, yang nantinya bisa menerpa dirinya sendiri, namun harinya sudah membuka dan menerima untuk lebih mendalami dunia Mafia.

Selena tambah menyandarkan wajahnya di dada bidang tersebut, bahkan detak jantung Valen terdengar kencang di dadanya. Seolah lagu pengantar tidur yang membuatnya menutup mata, lalu Valen berbisik lirih ke telinganya:

“Bersiaplah, Queen kecilku… musuh sudah mengintaimu. Dan malam ini mungkin ketenangan terakhir yang bisa kita curi.”

Bersambung ....

Pagi Kak semoga suka ya