"Hai Om, ganteng banget sih. mana lucu, gemesin lagi."
"Odel. a-ah, maaf tuan. teman saya tipsy."
Niccole Odelia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seseorang pria dewasa yang ditemuinya di bar. meski mabuk, dia masih menginggat dengan baik pria tampan itu.
Edgar Lysander, seorang pengusaha yang tampan dan kaya. dia tertarik pada Odelia yang terus menggodanya. namun dibalik sikap romantisnya, ada sesuatu yang dia sembunyikan dari Odelia.
Akankah cinta mereka semulus perkiraan Odelia? atau Odelia akan kecewa dan meninggalkan Edgar saat mengetahui fakta yang disembunyikan Edgar?
ikuti terus kisah cinta mereka. jangan lupa follow akun Atuhor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 15
"Wooooo." pekik Cessa sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya mengikuti dentuman musik.
Sambil meliuk-liukan tubuhnya, sesekali Cessa menyesap minuman digelasnya. Malam ini dia akan menjadi dirinya sendiri yang suka dengan party seperti ini.
Brugh.
"Eh."
Cessa menoleh ke belakang saat tak sengaja tubuhnya menabrak seseorang.
"Sorry." ucap Cessa.
Cowok bermata tajam itu menatap penampilan Cessa dari atas sampai bawah. Terlihat sexy dengan gaun hitam yang digunakan gadis itu.
"Nggak masalah. Boleh gabung?"
Cessa menganggukkan kepalanya, lagian ini lantai dansa siapapun boleh menari tanpa harus meminta izin pada siapapun. Cessa kembali melanjutkan berjoget, dia sama sekali tak memperhatikan cowok tadi. Takut dibungkus, pikirnya.
"Bryan." bisik cowok tadi tepat ditelinga Cessa.
Suara bising musik membuat pendengarannya berkurang.
"Apa?"
"Nama gue Bryan, kalo lo?" bisik Bryan lagi.
"Gue Cessa."
Bryan tersenyum misterius, dia kembali mendekati Cessa hingga tubuh mereka tak berjarak sama sekali. Keduanya asik bergoyang, sambil sesekali Bryan menyentuh anggota tubuh Cessa.
Dari jarak yang tak terlalu jauh, Theo terus memperhatikan Cessa. Dia mendesah kasar saat gadis itu didekati pria asing sambil diraba tapi hanya diam saja. Atau mungkin gadis itu tak sadar?
Theo menghabiskan minumannya kemudian meletakkan gelasnya di meja bartender lalu pergi menghampiri Cessa. Theo menarik Cessa ke samping tubuhnya lalu menatap pria hidung belang itu dengan tajam.
"She's mine." desisi Theo.
"Ish, kak. Lepas, sakit tahu."
Theo terus menarik pergelangan tangan Cessa menjauh dari lantai dansa.
"Ini mau dibawa ke mana sih?" seru Cessa sambil terus berusaha melepaskan cekalan tangan Theo.
"Ngamar." jawab Theo asal.
Mendengar jawaban Theodore membuat Cessa membelakan matanya.
"Apa?"
Dan benar saja, Theodore mengajak Cessa keluar lalu pergi menuju room yang biasa digunakan untuk wik-wik.
"Kak, jangan macem-macem lo. Gue masih perawan anjir."
Cessa terus memberontak, dia bahkan tak malu saat berteriak masih perawan ketika disana banyak sekali orang.
Theo tersenyum miring, dia membawa Cessa masuk ke dalam salah satu kamar yang sebelumnya sudah dia pesan. Dia menarik paksa Cessa masuk tak lupa mengunci pintunya.
"Buka pintunya. Gue belum berencara lepas segel sekarang." seru Cessa.
Theo berbalik menghadap Cessa kemudian mulai membuka kancing kemejanya satu persatu. Melihat kenekatan Theodore, Cessa melangkah mundur ketakutan.
Senyum miring mulai terbit diwajah tampan Theo, dia terus maju saat Cessa mundur. Dia melepaskan kemejanya saat semua kancingnya terlepas.
"Aaaaa." pekik Cessa sambil menutup wajahnya menggunakan tangan.
Brugh.
Cessa terjatuh ke atas ranjang saat kakinya menyentuh pinggiran ranjang. Gaun yang digunakannya tersingkap ke atas hingga paha mulusnya terpampang nyata di depan Theodore.
Gluk.
Theodore menelan ludahnya kasar saat melihat paha putih mulus itu, niat hati ingin mengerjai Cessa tapi justru dirinya terjebak dalam permainannya sendiri.
Theo lekas pergi lalu duduk disofa, dimeja susah ada minuman keras, diapun menuangkannya ke gelas lalu meminumnya sekali teguk.
Cessa merasakan tak ada pergerakan apapun, dia membuka tangan yang menutupi wajahnya. Dia kaget saat tak melihat Theo didepannya. Dia menoleh ke samping, mendapati Theo tengah duduk sambil menyesap minumannya.
"Nggak jadi nidurin gue?" tanya Cessa polos sambil duduk
Theodore menatap tajam Cessa. "Selera saya bukan anak kecil."
Kedua mata Cessa terbelak sempurna. "Gue udah delapan belas tahun ya, bukan anak kecil lagi."
Theo mendengus sinis. "Semuanya kecil, saya tidak suka."
Lagi-lagi ucapan Theo mebuatnya semakin terbelak, bahkan mulutnya sedikit terbuka. Cessa kemudian menatap Rachel dan Samantha miliknya yang memiliki ukuran yang tidak kecil dan tidak besar.
Dia kemudian berdiri lalu menatap bemper belakangnya yang tidak terlalu tepos. Tatapannya kembali tertuju pada Theodore yang tengah duduk sambil menyilangkan kakinya dengan bertelanjang dada itu.
"Gila, tua-tua tubuhnya bagus juga." batin Cessa terpesona.
"Apa? Terpesona tubuh saya, hem?" tanya Theo sambil tersenyum miring.
Cessa mencebikkan bibirnya sambil bergidik. "Tubuh jelek gitu." gumam Cessa namun masih bisa didengar oleh Theo.
"Kamu menghina tubuh saya?" tanya Theo tak terima.
"Heh, kakak duluan ya yang body shamming ngatain gue kecil." seru Cessa tak mau kalah.
Theo meletakkan gelasnya dengan kasar, dia paling tak suka dengan orang yang selalu menjawabnya. Dia berdiri dari duduknya kemudian menghampiri Cessa.
"Dasar nggak sopan, bicara yang baik sama orang dewasa."
Cessa memundurkan langkahnya, jantungnya berdegup kencang saat melihat roti sobek terpampang jelas di depannya.
"Jangan deket-deket, gue alergi sama orang tua."
Theo membelakan matanya. "Apa? Kamu bilang saya tua?" serunya.
"Aaaaaa, Odel tolong. Gue mau dibungkus orang tua." pekik Cessa.
"Sialan, berani banget gadis ini ngatain gue orang tua." batin Theodore.
"Teman kamu si ondel-ondel itu nggak ada disini. Dia nggak akan tahu apa yang akan saya lakukan sama kamu."
"Wah parah nih orang tua main ganti nama orang gitu aja. Namanya Odelia bukan ondel-ondel."
"Saya tidak peduli."
Sedangakan di ruang VIP. Odelia tengah mencari Cessa yang sudah hilang entah kemana. Dia takut sahabatnya itu mabuk lalu diculik om-om perut buncit. Bisa habis Odelia jika sampai itu beneran terjadi.
"Ketemu?" tanya Edgar.
Odelia menggeleng. "Enggak om. Aduh gimana nih, Odel takut Cessa beneran diculik om-om perut buncit."
"Kamu tenang saja, teman kamu pasti lagi sama Theo."
Odelia menoleh ke samping dimana Edgar tengah berdiri disampingnya sambil menatapnya.
"Odel belum tenang kalo belum ketemu Cessa om." rengek Odelia.
Edgar mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi Theo. Namun lagi-lagi panggilannya tak diangkat. Seketika Edgar teringat sesuatu, dia pun segera menarik tangan Odelia pergi dari sana.
"Ikut saya."
Odelia menahan senyumnya saat pergelangan tangannya digenggam oleh Edgar. Mereka keliar dari ruang VIP menuju room yang ada disana. Jantung Odelia berdegup cepat saat dia tahu kemana mereka akan pergi.
"Om Ed, ngapain kita kesini?" tanya Odelia takut.
"Mencari teman kamu, apalagi?"
Edgar terus menarik tangan Odelia hingga mereka sampai disebuah kamar yang berada dipaling ujung. Edgar melepaskan tangan Odelia lalu mulai mengetuk pintunya.
Tok.
Tok.
Tak lama terdengar suara kunci dibuka.
Ceklek.
"Odel." ucap Cessa terkejut.
Namun Odelia lebih terkejut lagi, dia bahkan sampai menutup mulutnya yang terbuka lebar. Bagaiman tak terkejut, saat pintu tebuka Theo shirtless sedangkan Cessa keluar dengan rambut yang sedikit acak-acakan. Pikirannya tertuju pada satu tragedi.
Melihat respon yang diberikan Odelia membuat Cessa segera menggelengkan kepalanya.
"Del, ini nggak seperti yang lo pikirin."
"Cess, gue sama Om Edgar aja baru ngobrol sama pegangan tangan doang. Padahal gue niat banget dapetin dia, tapi lo." tunjuk Odelia pada Cessa.
"Baru dua jam udah jebol gawang, emang suhu lo Cess." ucap Odelia sambil mengacungkan dua jempolnya.
Cessa, Edgar dan Theodore membelakan matanya mendengar perkataan Odelia.
"Sialan, gue nggak kaya gitu anjir." bela Cessa pada dirinya sendiri.
"Lah, itu buktinya." tunjuk Odelia pada Theo yang tak memakai baju.
"Anda salah paham." ucap Theo datar.
Edgar mengkode Theo lewat tatapan matanya, Theo mendengus sebal lalu kembali masuk ke kamar untuk mengambil kemejanya yang tadi dia buang ke sembarang arah. Dia mulai memakainya lagi sambil menggerutu.
"Pantes sahabatan, otaknya gesrek semua." gumam Theo sebal.