NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Kertas

Wanita Di Atas Kertas

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Wanita Karir
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Naya, hidup dalam bayang-bayang luka. Pernikahan pertamanya kandas, meninggalkannya dengan seorang anak di usia muda dan segudang cibiran. Ketika berusaha bangkit, nasib mempermainkannya lagi. Malam kelam bersama Brian, dokter militer bedah trauma, memaksanya menikah demi menjaga kehormatan keluarga pria itu.

Pernikahan mereka dingin. Brian memandang Naya rendah, menganggapya tak pantas. Di atas kertas, hidup Naya tampak sempurna, mahasiswi berprestasi, supervisor muda, istri pria mapan. Namun di baliknya, ia mati-matian membuktikan diri kepada Brian, keluarganya, dan dunia yang meremehkannya.

Tak ada yang tahu badai dalam dirinya. Mereka anggap keluh dan lemah tidak cocok menjadi identitasnya. Sampai Naya lelah memenuhi ekspektasi semua.

Brian perlahan melihat Naya berbeda, seorang pejuang tangguh yang meski terluka. Kini pertanyaannya, apakah Naya akan melanjutkan perannya sebagai wanita sempurna di atas kertas, atau merobek naskah itu dan mencari kehidupan dan jati diri baru ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Seminar

Pagi di kampus mulai sibuk. Mahasiswa berlalu-lalang, beberapa panitia tampak sibuk mempersiapkan seminar, sementara peserta mulai berdatangan. Aula utama sudah diatur rapi, dengan panggung sederhana dan spanduk besar bertuliskan tema acara: “Generasi Muda dan Inovasi Teknologi di Era Digital”.

Lisa sudah ada di sana sejak pukul 06.30. Ia sibuk memeriksa daftar hadir, mengecek sound system, dan memastikan semua berjalan lancar. Sesekali, ia menghela napas panjang, berharap Naya baik-baik saja di rumahnya, meskipun ia sudah berpesan pada Pak Budi, sopir keluarganya, untuk mengantar Naya ke kampus pukul 08.00.

Pukul 08.05, sebuah sedan hitam berhenti di parkiran. Naya melangkah turun dengan sedikit ragu, hatinya berdebar kencang.

“Nona Naya, sudah sampai,” kata Pak Budi ramah.

“Oh, iya… makasih, Pak,” jawab Naya pelan, suaranya sedikit gemetar.

Ia menatap bangunan kampus yang asing. Meski sudah sering mendengar cerita Lisa soal kampus ini, berada di sini secara langsung membuat dadanya sesak. Terlalu banyak orang. Terlalu banyak tatapan yang terasa seperti menghakimi, meski sebenarnya mungkin mereka tidak memedulikannya sama sekali.

Langkah Naya terasa berat menuju aula. Ia memegang tali tasnya erat, berusaha menstabilkan napasnya.

“Nay!” suara Lisa memecah lamunannya.

Naya menoleh, senyum kecil muncul di wajahnya meski ketegangannya belum reda.

“Ca…”

Lisa segera menghampirinya. “Kamu gak apa-apa?” bisiknya sambil memegang lengannya pelan.

Naya mengangguk lemah. “Iya… cuma agak deg-degan.”

Lisa tersenyum tipis, mencoba menenangkan. “Udah, kamu sekarang daftar dulu. Aku nemenin.”

Naya mengisi lembar kehadiran dengan tangan sedikit gemetar. Lisa memperhatikan itu tapi memilih tidak berkomentar. Setelah menerima kartu peserta, mereka berdua mencari tempat duduk di barisan agak belakang—agar Naya merasa lebih nyaman.

Seminar Dimulai

Pukul 08.30, seminar resmi dimulai. Aula mulai penuh, dan suara pembicara menggema lewat mikrofon.

Kak Kevin, pengusaha muda sukses yang menjadi pembicara utama, mulai menjelaskan soal bagaimana membangun startup dari nol. Ia berbicara tentang cara menarik investor, membangun tim yang solid, dan pentingnya adaptasi teknologi.

Naya mencoba fokus, meski pikirannya masih sedikit kacau. Tangannya sibuk mencatat beberapa poin penting, tapi ada momen di mana ia merasa jantungnya berdetak terlalu kencang, dan napasnya terasa berat.

Lisa, duduk di sebelahnya, diam-diam melirik. Ia tahu betul kapan Naya mulai gelisah.

“Nay, kamu mau minum?” bisik Lisa pelan.

Naya hanya mengangguk, dan Lisa segera menyerahkan botol air mineral dari tasnya.

Saat sesi pertama selesai dan acara masuk waktu istirahat, Lisa langsung menarik Naya ke luar aula, mencari sudut yang agak sepi.

Obrolan dan Kegelisahan

“Napasin dulu, Nay,” ujar Lisa lembut, membantu Naya duduk di bangku taman kecil di dekat kantin.

Naya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Sorry, Ca… Aku ngerasa gak nyaman banget.”

Lisa mengusap punggung Naya pelan. “Gak apa-apa… aku ngerti.”

Butuh beberapa menit sampai akhirnya Naya mulai terlihat lebih tenang.

Lisa mencoba mengalihkan perhatian Naya. “Kak Kevin tadi keren juga ya, aku suka caranya jelasin soal teknologi sama investor.”

Naya mengangguk pelan. “Iya… aku sempet nyatet beberapa poin. Berguna banget sih.”

Hening sesaat.

Kemudian, Naya menelan ludah dan bicara pelan, “Ca… kakak kamu gak beneran bakal muncul di sini, kan?”

Lisa terkekeh kecil. “Enggak. Aku udah bilang, dia sibuk dinas. Aku juga denger tadi pagi, dia langsung ke apartemennya abis dinas.”

Naya tampak sedikit lega, meski wajahnya tetap tegang. “Soalnya… aku masih kepikiran semalam.”

Lisa menghela napas panjang. “Aku ngerti, Nay… Aku tahu dia bikin kamu canggung banget.”

“Bukan cuma canggung, Ca… Aku rasanya kayak mau pingsan. Kakak kamu… serem,” ujar Naya jujur.

Lisa tersenyum simpul. “Dia emang gitu. Dari kecil dia udah kayak gitu. Bedanya, sekarang dia lebih serem karena dia bukan cuma kakak yang suka ngatur, tapi juga Letnan Satu.”

Naya menatap Lisa dengan mata lelah. “Aku serius, Ca… waktu dia bilang ‘jangan sampai Lisa lebih membela teman daripada keluarganya sendiri’, aku beneran mikir dia bakal ngomel panjang lebar.”

Lisa tertawa kecil. “Itu baru versi kalem dia, Nay.”

Naya diam, masih mencoba mencerna. “Aku… gak kebayang gimana kamu bisa tumbuh bareng dia.”

Lisa terkekeh. “Percayalah, aku sendiri kadang heran.”

Meski obrolan itu sedikit mengurangi ketegangan, Naya tetap merasa ada beban di dadanya. Sosok Brian masih terasa seperti bayang-bayang besar yang bisa muncul kapan saja.

Akhir Acara

Seminar selesai pukul 13.00. Naya membantu Lisa merapikan meja registrasi dan beberapa perlengkapan panitia. Meski rasa canggungnya belum sepenuhnya hilang, ia berusaha sebisa mungkin membantu.

Saat semua selesai, Lisa mengajak Naya pulang bersama menggunakan mobil keluarga.

Di perjalanan pulang, hening mendominasi. Naya masih tampak lelah—bukan karena seminar, tapi karena pikirannya sendiri.

Sesekali, Lisa melirik Naya. “Nay… kamu masih mikirin Kak Brian?”

Naya mengangguk kecil. “Aku takut kalau pulang nanti dia ada di rumah.”

Lisa tersenyum tipis. “Enggak, kok. Aku janji. Tadi dia bilang langsung ke apartemennya.”

Naya menarik napas lega, meski tetap terlihat waspada.

Sesampainya di rumah, suasana benar-benar sepi. Tidak ada tanda-tanda Brian.

“Kan, aku bilang juga apa,” ujar Lisa pelan, mencoba menenangkan Naya.

Naya memaksakan senyum kecil. “Iya… aku cuma kebawa pikiran aja.”

Mereka naik ke kamar Lisa. Naya duduk di tepi ranjang, masih terlihat lelah.

“Maaf ya, Ca… aku jadi merepotkan.”

Lisa duduk di sebelah Naya. “Nay, kamu gak merepotkan. Aku ngerti kok.”

Naya hanya menunduk, memainkan ujung bajunya.

“Udah… malam ini kamu bisa tidur tenang. Kakak aku gak ada di rumah,” tambah Lisa, mencoba meringankan suasana.

Meski Naya tersenyum tipis, hatinya masih bergemuruh. Tapi setidaknya, untuk malam ini, ia bisa menarik napas lebih lega.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!