NovelToon NovelToon
Penghakiman Diruang Dosa

Penghakiman Diruang Dosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Iblis / Menyembunyikan Identitas / Barat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: R.H.

⚠️ *Peringatan Konten:* Cerita ini mengandung tema kekerasan, trauma psikologis, dan pelecehan.

Keadilan atau kegilaan? Lion menghukum para pendosa dengan caranya sendiri. Tapi siapa yang berhak menentukan siapa yang bersalah dan pantas dihukum?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.H., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Penyiksaan Yang Memilukan

Beralih kepada Rafael. Dia tersenyum dibalik topeng menatap Adam penuh gairah.

"Lepasin bangsat..." Ucap Adam sambil memberontak. Aku tertawa ngakak menatap lelaki itu penuh sengsara.

"Hii, are you okey?" Ucapku sambil menggodanya lalu mencolek dagunya. Dia membuang muka sambil mendengus kesal. "Baiklah aku akan buat kamu merasakan sensasi luar biasa... Apa kamu ingin merasakannya?"

Rafael mencoba untuk menjahilinya, namun lelaki itu terus memberontak ingin lepas. Aku segera melirik kesana kemarin namun mataku terahlihkan oleh sebuah pisau yang tergeletak di atas meja. Aku segera mengambilnya lalu memperlihatkan pisau itu untuk mengertaknya.

Saat aku mendekatinya ke wajahnya, Adam seolah memberontak hingga tak sengaja ujung pisau yang aku pegang mengenal keningnya hingga berdarah.

Arggg

Arggg

Dia meringis kesakitan, namun aku tertawa karena aku tau itu bukan salahku. "Bodoh, aku hanya menggertak mu." Ucapku terkekeh gelih.

Adam menunduk lalu dia menatapku dengan tatapan tajam. Aku semakin ingin menatangnya sambil berkacak pinggang. "Kenapa? Hmm." Ucapku angkuh.

Kulihat tangannya yang dikepalkan erat. Tiba-tiba sebuah ide cemerlang datang di otak Rafael. Aku tersenyum dibalik topeng sambil menatap tangannya, tak lupa juga pisau di tanganku sudah kuangkat perlahan.

Adam yang tau maksudku mengeleng hebat dengan nafas memburu. "Jangan... Berani menyentuh, aku bakal..." Ancam Adam menatapku dengan tatapan tajam.

"Bakal apa?" Tanyaku dengan mata melotot. Lalu...

Dia berteriak lebih keras ketika ujung pisau aku goreskan dengan gerakan cepat mengenal otot-otot tangannya.

Aku seperti menikmati suasana baru yang tak pernah aku coba. Aku mulai mencatat ekspresinya secara detail dari dia meringis dan menatapku. Seolah-olah aku menikmati penderitaannya sambil tersenyum.

Aku yang tak tahan lagi akhirnya tertawa keras hingga perutku sakit. Sedangkan Adam dia menatapku penuh dendam.

"Kurang ajar, siapa kamu brengsek!" Maki Adam emosi.

Aku berhenti tertawa lalu menatapnya sengit. "Apa." Aku mendekati wajahku semakin dekat dengan. Ku tatap matanya dengan penuh selidik sedangkan, Adam balik menatapku seperti ingin menantangku.

Aku tersenyum puas lalu dia lagi-lagi berteriak histeris lalu menangis. Namun, aku yang mendengarnya seperti dia sedang tertawa.

Aku menggores ujung pisau lagi mengenai lengannya, tidak dalam namun aku sengaja ingin meninggalkan kesan yang bagus untuknya.

"Luka goresan kertas... walaupun tak dalam tapi..." Aku mencoba menjelaskan. "Tapi... Itu sangat perih dan lebih sakit dua kali lipat." Ucapku lalu menujukan dua jari kepadanya lalu tertawa puas sambil bertepuk tangan gembira.

Aku melempar pisau itu sembarang arah. Aku tau di hatinya itu legah karna dia tau, aku tak akan melukainya lagi.

Aku yang sudah sangat puas bermain-main dengannya. Walaupun sebenarnya, otak gilaku berkata lain. Seolah-olah berkata lakukan sepuasnya.

***

Beralih ke lion.

Pagi itu, aku terbangun dan mendapati jam menunjukkan pukul 08:27. Dengan langkah malas, aku menuju dapur untuk mengambil segelas air. Sepertinya Rafael sudah pergi ke sekolah.

Aku menghela napas lega, lalu masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, aku keluar mengenakan hoodie hitam dan topeng yang sudah menjadi ciri khasku.

Tujuanku jelas ruang bawah tanah.

Aku ingin memastikan kondisi Adam. Apakah Rafael benar-benar berani menyentuhnya, atau dia tetap bocah penakut seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya—dibully, tak mampu melawan, dan selalu menunduk.

Saat aku membuka pintu ruang bawah tanah, aroma lembap langsung menyambutku. Adam masih tertidur pulas di sudut ruangan. Jam tanganku menunjukkan pukul 09:00. Aku tersenyum kecut.

"Hey, bangun," ucapku datar. Tak ada respons.

Aku berjongkok di hadapannya, menepuk pipinya pelan. Sekali, dua kali, tetap tak bangun. Aku mulai geram, mengangkat tangan, siap menamparnya. Tapi sebelum tanganku mendarat, Adam terbangun dengan mata terbelalak.

"Aku mohon... lepasin aku," katanya dengan suara serak, khas orang baru bangun.

Aku menggeleng pelan. "Belum waktunya kau bebas. Akui dulu dosamu." Ancamku datar lalu mencengkram erat pipinya.

Adam mengerutkan kening, tampak bingung sambil meringis. "Apa maksudmu?"

Aku tertawa kecil lalu melepaskan cengkramannya dengan kasar hingga, jari-jariku bertanda di pipinya. "Sepertinya kau butuh sarapan sebelum bisa jujur."

Dia menggeleng keras. "Aku nggak bersalah. Kumohon, aku harus ke kampus. Dosenku akan datang. Aku nggak mau cari masalah. Tolong lepasin aku."

Aku tertawa lepas. Masih sempat-sempatnya mikirin kuliah?

"Kalau aku nggak mau melepaskanmu?" bisikku pelan, mendekat ke telinganya seperti racun.

Adam mulai memberontak. "Aku bersumpah, aku nggak pernah melakukan kejahatan apapun . Kumohon... Lepasin aku!"

Aku berdiri, melipat tangan, menatapnya dengan jijik. "Masih mau berbohong? Ini kesempatan terakhir. Kalau kau tetap bungkam, jangan salahkan aku nanti."

Adam menatapku dengan wajah serius. "Bukan aku... tapi..." katanya, lalu terdiam.

"Apa?" tanyaku tajam.

Adam menunduk, lalu mendongak dengan senyum lebar yang tak wajar seperti orang kesetanan. Tawa kerasnya menggema di ruangan. Aku mundur setengah langkah, bingung.

"Lepasin... atau kau akan berurusan denganku," ucapnya sambil menatap tajam.

Matanya... hitam. Padahal aku ingat jelas, matanya abu-abu. "Aku salah lihat," gumamku, mencoba menenangkan diri.

Aku tertawa kecil, mencoba menutupi rasa tak nyaman. "Kau mau bebas, ya?"

Mataku menyapu ruangan, lalu tertuju pada cambuk yang tergantung di dinding. Aku mengambilnya, untuk menguji reaksi Adam.

Lalu, kupukuli Adam dengan cambuk itu dengan membabi buta. Dia hanya diam sambil tertawa keras dan lebih keras dari sebelumnya. Aku yang semakin emosi memukulinya lagi dan lagi. Namun, dia masih bisa tertawa seolah rasa sakit bukan hal yang berarti baginya.

Aku yang lelah dan emosi akhirnya melempar cambuk itu sembarang arah. Meninggalkannya yang masih tertawa sambil memberontak.

1
dhsja
🙀/Scowl/
Halima Ismawarni
Ngeri au/Skull//Gosh/
R.H.: ngeri sedap-sedap au/Silent//Facepalm/
total 1 replies
Halima Ismawarni
seru
R.H.
Slamat datang di cerita pertama ku/Smile/ Penghakiman Diruang Dosa, semoga teman-teman suka sama ceritanya/Smile/ jangan lupa beri ulasan yang menarik untuk menyemangati author untuk terus berkarya/Facepalm/ terimakasih /Hey/
an
lanjut Thor /Drool/
an
lanjut Thor
an
malaikat penolong❌
iblis✔️
dhsja
keren /Hey/
dhsja
keren /Hey/
dhsja
Lanjut /Smile/
dhsja
Keren😖 lanjut Thor 😘
diylaa.novel
Haloo kak,cerita nya menarik
mampir juga yuk ke cerita ku "Misteri Pohon Manggis Berdarah"
R.H.: terima kasih, bak kak😘
total 1 replies
Desi Natalia
Ngangenin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!