Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Segelintir Orang yang Masih Peduli
“Selamat buat pernikahannya, ya, Nad.”
"Kok gak ngundang kita-kita, sih?"
“Happy, ew-ee, Nad. Jadi, gak usah umpet-umpetan lagi kalau mau e-we sama pacar.”
"Iyalah, udah jadi suami."
Hari pertama Nadia setelah kembali bekerja, orang-orang di kantornya turut memberikan selamat atas pernikahannya, bukan untuk benar-benar merayakan, tetapi sebagian dari mereka sambil melemparkan ledekan yang bahkan gurauan yang tidak sopan kepada Nadia.
Nadia memilih untuk lebih banyak diam, dia hanya menelan ludah di setiap ada orang yang berniat mempermalukannya.
Dia mencoba bekerja profesional. Bekerja dengan benar untuk mendapatkan uang.
Sampai jam makan siang tiba, biasanya rekannya akan mengajaknya ke kantin atau kafetaria di bawah. Tetapi, kini tidak ada yang mengajaknya. Orang-orang seperti sungkan berinteraksi dengannya.
Nadia pikir, semua orang sudah jijik dengannya. Dia membuka bekalnya, makan di ruang kerjanya. Menyuapkan nasi sambil mengeluarkan air mata di setiap kunyahan di mulutnya.
Dia bersembunyi lebih menunduk lagi ketika pintu ruang kerjanya terdengar ada yang membuka dari luar, padahal semua orang di ruang kerja itu sedang makan siang.
Suara tumpukan berkas yang diletakkan di atas meja di sebelah mejanya. Meja kerja antar rekan kerja hanya tersekat oleh rak berkas dan tumpukan berkas sehingga keberadaan Nadia harusnya mudah terlihat.
“Gak makan siang di kantin, Nad?” tanya orang itu.
Nadia buru-buru mengusap air matanya, dia pura-pura terkejut dengan beradaan orang itu yang baru datang.
“Eh, Bang Erwin?” kata Nadia dengan suara ceria.
“Gak ke kantin bareng teman-teman?” tanya Erwin sekali lagi. Dia kepala tim redaksi tempat Nadia bekerja di bawahnya.
“Gak, aku bawa makan, ini.” Ujar Nadia menunjukkan makan siangnya di dalam boks makan.
“Makan dulu, Bang,” ujar Nadia yang diangguki Erwin.
“Sabar, ya, Nad.” Ucap Erwin tiba-tiba.
Mendengar itu, malah membuat Nadia semakin menjatuhkan air mata dnegan deras.
Ia harus bersabar seperti apa lagi, sat semua dunia sekaan memojokkannya, sedangkan dirinya pun merupakan korban. Ia tidak tahu sama sekali apa yang terjadi, mengapa ada foto diirnya tersebar luas di media sosial.
Ia tidak tahu, tetapi semua orang menghujatnya. Semua tidak ada yang peduli padanya.
Nadia diam, tidak lama suara pintu tertutup didengarnya. Di dalam ruanga itu, Nadia menumpahkan air matanya. Setumpuk tisu di pojok runagan dia ambil beberapa lembar untuk mengusap ingus dan air matanya.
Jam pulang kantor tiba. Nadia yang biasanya keluar dengan teman-temannya, ia mmeilih pulang lebih akhir dan menghindari papasan dengan rekan kerjanya atau dia akan kembali ditanya bermacam-macam atau ledekan lainnya.
Ia menunggu sampai kawan paling akhir pulang.
Reka, teman di sebelah mejanya menyadari jika rekan sebelahnya masih berada di tempat, sedangkan semua orang di ruangan itu sudah kosong.
“Nad, gak pulang?” tanya Reka sambil menggulung kabel cas-an laptopnya.
“Sebentar Bang Reka, ini nyelesain edit ini.” Reka melongok pekerjaan apa yang dilakukan Nadia.
Data excel sebuah laporan input dari tim redaksi.
“Besok lagi saja, gampang itu, Nad.”
Nadia kikuk. Memang itu bukan pekerjaannya yang selama ini sebagai editor, tetapi apapun akan Nadia kerjakan untuk menambah kesibukannya.
“Pulang, sudah malam ini.”
Reka melihat jam tangannya, memang benar sudah pukul delapan malam. Ini sudah terlalu larut daripada jam pulang biasanya yang sudah kelar di jam 5 sore.
Reka menawarkan Nadia untuk mengantarkannya pulang, tetapi Nadia menolak. Dia akan pulang dengan taksi atau ojek, ucapnya.
“Gapapa ayo, deh.”
“Makasih, Bang.”
Yang sebenarnya, Nadia takut dikira macam-macam lagi karena bang Reka sebenarnya sudah beristri. Nadia tidak ingin disangka yang bukan-bukan,, ia sudah kapok berhubungan dekat dengan seorang pria.
“NADIA!”
Seseorang meneriakinya dari belakang, sontak Nadia dan Reka terkejut dan menoleh pada sumber suara.
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran