"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Tepat pukul sepuluh malam, Liora baru saja pulang ke apartemennya. Ruangan itu sunyi, terlalu sepi tanpa suara Elvara yang biasanya selalu menghidupkan suasana. Tiga tahun, hanya Elvara yang menjadi teman setianya melewati kesepian. Kini, Liora harus tidur sendiri.
Ia tersenyum kecil, menenangkan diri. Bagaimanapun, ia juga bahagia karena Elvara sudah kembali mendapatkan rumah lamanya yang penuh kenangan bersama mendiang kedua orang tuanya. Aku harus terbiasa hidup sendiri.
Liora baru saja merebahkan tubuh di ranjang ketika bel pintu berbunyi. Ia langsung bangkit, matanya berbinar. Pasti Elvara. Ternyata dia nggak bisa tidur tanpa aku.
Namun begitu pintu terbuka, senyumnya langsung lenyap. Yang berdiri di depan bukan Elvara, melainkan sosok tinggi dengan hoodie hitam. Daichi.
“Ka—”
Belum sempat ia bertanya, Daichi sudah mendorong tubuhnya masuk, lalu menutup pintu dengan kaki. Dalam hitungan detik, Liora terjepit di dinding, napasnya tercekat.
“Kak D-Daichi?!” suaranya gemetar. “Kenapa kau ke sini? Bukannya harusnya kau menemani adikmu?”
Tatapan hitam itu menusuk dalam, jaraknya hanya beberapa senti dari wajah Liora. “Aku ingin tidur dengan pacarku,” ucapnya datar, tanpa ragu.
Jantung Liora berdentum kencang. Ia buru-buru menoleh, mencoba menghindar. “Kamu gila?! Aku bukan cewek murahan! Perjanjian kita cuma pacaran sebulan, itu pun tanpa hal-hal keterlaluan. Aku nggak mau dirugikan!”
Daichi terkekeh rendah, bibirnya melengkung licik. “Pacaran tanpa sentuhan? Kau pikir itu mungkin? Babe, kamu nggak punya pilihan.”
“Dasar egois! Aku bukan mainanmu!” Liora mendorong dadanya, tapi tubuh Daichi nyaris tak bergeming.
Lelaki itu mendekatkan wajahnya, napas hangatnya menyapu pipi Liora. “Tenang saja. Aku janji nggak akan kelewat batas. Aku hanya ingin… mendekapmu malam ini.”
“Jangan bikin alasan! Lepasin aku!” Liora menepis tangannya, tapi secepat kilat Daichi meraih pinggangnya.
Dalam sekali gerakan, tubuh Liora terangkat. “Kya—! Brengsek! Turunin aku!” Ia meronta panik, namun lengannya terkurung kuat dalam pelukan pria itu.
Daichi melangkah tenang ke arah ranjang, lalu menjatuhkan tubuh Liora di atas kasur. Gadis itu segera bangkit, hendak melarikan diri, tapi Daichi lebih cepat. Ia menahan kedua pergelangan tangan Liora di atas kepala.
“Lepas!” Liora menendang, wajahnya memerah antara marah dan takut.
Daichi menunduk, matanya berkilat. “Babe, semakin kamu berontak, semakin aku tergoda. Kamu sadar itu?”
“Dasar iblis!” sergah Liora, suaranya bergetar. “Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja?”
Senyum tipis terbit di wajah Daichi. “Justru itu yang aku suka. Kamu bukan boneka. Kamu liar, penuh perlawanan. Dan itu… membuatku semakin ingin memiliki.”
Liora menggertakkan gigi. “Aku benci kamu!”
Daichi menunduk, bibirnya hampir menyentuh telinga Liora. Suaranya lirih namun tegas. “Bencilah sepuasmu. Tapi malam ini… kamu tidur di pelukanku.”
Tanpa menunggu jawaban, ia melepas genggaman tangan, tapi langsung menarik tubuh Liora ke dadanya. Keduanya jatuh terlentang di ranjang, dengan Daichi mendekap erat, menutup semua ruang gerak.
“Daichi! Aku serius, lepaskan!” Liora menghentakkan tubuhnya, namun sia-sia.
Pria itu hanya menutup mata, napasnya stabil. “Ssshh… diamlah, Babe. Aku hanya butuh kamu di sini. Jangan takut, aku nggak akan menyakitimu. Aku hanya… nggak bisa tidur tanpa kamu.”
"Dih modus, kita baru kenal beberapa hari! Bilang saja di sini kamu nggak ada kenalan untuk melampiaskan nafsu bejatmu itu kan?" cibir Liora.
"Memangnya kamu mau?"
"Dih ogah!"
"Makanya biarkan aku tidur di sini selama aku di Indonesia, setelah itu aku tidak akan menganggu kamu lagi."
"Sebulan? Memangnya kamu nggak khawatir kalau Elvara mencari?" sela Liora.
"Nggak," balas Daichi enteng.
Liora menatap langit-langit kamar dengan mata lebar. Waktu sudah lewat tengah malam, tapi kelopak matanya sama sekali enggan menutup. Sementara itu, Daichi yang merebah di sampingnya justru sudah terlelap, napasnya teratur, wajahnya tenang seperti tidak menyimpan satu beban pun.
Semakin lama Liora menatap profil wajah itu, semakin hatinya berontak. Dia seenaknya masuk kamarku, seenaknya tidur di sini… sementara aku tidak bisa tenang sedikit pun.
“Bangun, Kak Daichi,” bisiknya sambil mengguncang pelan bahu lebar itu.
Lelaki itu bergerak sedikit, lalu membuka mata perlahan. Suara baritonnya yang berat terdengar di tengah sunyi malam. “Ada apa?”
Seketika bulu kuduk Liora berdiri. Suara itu… dingin, namun dalam dan maskulin. Ia menggigit bibir, menyesali keberaniannya membangunkan Daichi.
“Kenapa nggak tidur?” tanyanya singkat, matanya masih setengah terpejam.
“Aku… aku nggak bisa tidur,” jawab Liora gugup. “Dan… aku masih penasaran. Sebenarnya pekerjaan kamu itu apa, Daichi? Kenapa kamu bisa melakukan tindakan kriminal, apakah kamu pembunuh bayaran?"
Pertanyaan itu membuat tatapan Daichi berubah. Mata hitamnya menajam, sorotnya menusuk seperti pisau. Sunyi tiba-tiba terasa menekan, membuat Liora hampir menyesal membuka mulut.
“Jangan pernah bertanya lagi,” suaranya rendah, tapi penuh ancaman. “Semakin banyak yang kamu tahu, semakin besar bahaya yang mengincar nyawamu. Mengerti?”
Tubuh Liora bergetar hebat. Sekadar nada bicara itu saja sudah cukup membuatnya merasa seolah jantungnya diremas. Ia buru-buru mengalihkan pembicaraan. “Aku cuma… susah tidur. Ingin mengobrol—Itu saja…”
Daichi menghela napas, lalu tubuhnya bergeser mendekat. Sebelum Liora sempat mundur, bibirnya sudah ditangkap dalam ciuman panas. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Daichi tidak menunggu persetujuan—ia langsung melumat, menuntut, mendominasi.
Sialan, aku paling benci dipaksa. Tapi—Ciumannya...
Liora sempat menahan napas, jantungnya berdentum kencang. Tapi seiring detik berlalu, tubuhnya melemah, pikirannya kabur. Hanya panas yang tersisa, menelan rasa takutnya.
Ketika ciuman itu akhirnya dilepaskan, Liora terengah, wajahnya memerah. Daichi menyentuh pipinya singkat, lalu berbisik, “Tidurlah. Atau aku akan melakukan yang lebih dari ini?"
"Nggak mau!" tolak Liora panik.
"Makanya jangan bandel, bukannya besok kamu ada kelas pagi?"
"Kok tahu?" tanya Liora heran.
"Aku tahu semua tentang kamu."
"Dari siapa? Elvara?"
"Iya, setiap dia menelpon topiknya selalu kamu," balas Daichi.
"Oh iya, aku mau tanya satu hal lagi," cicit Liora.
"Jangan aneh-aneh," lirih Daichi memperingati.
"Bukan soal profesi, tapi kemarin kamu bilang jika ciuman pertama kamu bersama aku. Memangnya selama di luar negeri tidak pernah punya pacar?" tanya Liora malu-malu.
"Enggak."
"Masak sih? Dengan wajah seganteng ini gak pernah punya pacar, kamu pasti bohongin aku ya?" sela Liora. "Dan cara kamu menciumku seperti orang yang sudah berpengalaman."
"Secara tidak langsung kamu mengatakan sangat menikmat ketika aku cium?" goda Daichi.
Liora segera membalikkan badan, memunggungi Daichi. Memalukan. Seharusnya tadi aku tidak bertanya itu.
Sementara Daichi menarik pinggang Liora agar masuk ke dalam dekapannya. Senyum geli terbit di sudut bibirnya. Ia mendekap Liora erat, menyelubunginya seolah tak ingin ada ruang tersisa. Aroma sabun lembut bercampur wangi alami tubuh Liora menenangkan dirinya dengan cara yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Siapa sangka, setelah bertahun-tahun hidup dalam bayangan, malam ini justru menjadi malam pertama ia bisa tidur dengan nyenyak—karena seorang gadis yang berani menantangnya, lalu akhirnya menyerah di pelukannya.
semoga sehat selalu
gemes deh bacanya