NovelToon NovelToon
Satu Perempuan

Satu Perempuan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Keluarga / Satu wanita banyak pria
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nurcahyani Hayati

Bagaimana jadinya jika kamu menjadi anak tunggal perempuan di dalam keluarga yang memiliki 6 saudara laki-laki?
Yah, inilah yang dirasakan oleh Satu Putri Princes Permata Berharga. Namanya rumit, ya sama seperti perjuangan Abdul dan Marti yang menginginkan anak perempuan.

Ikuti kisah seru Satu Putri Princes Permata Berharga bersama dengan keenam saudara laki-lakinya yang memiliki karakter berbeda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurcahyani Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Hukuman

"Bisa diam tidak kalian?!!" teriak Marti sembari memukul meja makan membuat beberapa peralatan makan bergetar mengikuti hentakan tangan Marti yang berusaha menegur anak-anaknya untuk berhenti berkelahi di ruang makan.

Abdul hanya terdiam. Tak berani untuk membela anak-anaknya yang kini langsung terdiam. Tapi ada satu yang tak ingin mendengar suara teguran itu. Ya, pasti kalian tahu sendiri siapa pelaku yang masih memukul-mukul meja seakan memainkan sebuah gendang.

"Praga!" teriak Marti dengan mata yang dibulatkan tajam. Ini salah satu strategi untuk mengancam anak agar takut.

"Bisa diam tidak kamu, hah?"

Praga tak berhenti. Seperti menantang singa yang siap ingin mengamuk dan menerkam mangsanya kapan saja.

Abdul meneguk salivanya dengan kuat. Anak ketiganya ini memang benar-benar menguji kesabaran Marti, seakan tak memiliki takut kepada siapapun.

"Praga!!!" teriak Marti yang melengking membuat semua orang yang ada di meja makan menutup kedua telinganya masing-masing.

Sial, singa sudah mengamuk.

"Kenapa, sih kamu itu tidak mau mendengar ucapan Mama? Mau jadi apa kamu?!!" teriaknya.

Semuanya terdiam begitu pun juga dengan Praga. Nyalinya pun ikut menciut tapi wajah tengilnya seakan masih menantang.

"Berani kamu, ya natap Mama! Berdiri di sudut ruangan! Sekarang!!!" teriaknya.

Praga terdiam. Menunduk seperti orang yang habis mencuri.

"Cepat!!!" teriaknya lagi.

Kali ini semakin melengking.

Tak ada kalimat protes yang keluar dari bibir Praga. Ia bangkit dari kursi makan buatan Abdul lalu berdiri di sudut ruangan makan disaksikan saudara-saudaranya yang lain.

"Kalian semua dengar Mama!"

"Kalian tidak boleh nakal seperti Praga! Dan satupun diantara kalian tidak boleh ada yang pukul-pukul meja di saat makan sama-sama."

"Itu namanya tidak sopan. Mama tidak suka. Ngerti kalian?"

Semuanya mengangguk tanda mengerti. Marti menoleh menatap Praga yang masih berdiam diri di sana.

"Angkat satu kaki!" Tunjuknya membuat Praga mendecapkan bibirnya kesal.

Walau kesal tetapi Praga tak protes walau sejujurnya protes itu ia luangkan di dalam hatinya. Jika ia mengoceh langsung maka hukumannya akan tambah parah atau mungkin saja ia akan di gantung.

"Tangan di telinga!" pintahnya lagi.

Dengan wajah cemberut Praga menurut. Tangannya bergerak menyentuh telinga sementara matanya sibuk menatap ke arah saudara-saudaranya yang lain. Praga menatap dengan seksama memperhatikan setiap inci wajah saudara-saudaranya itu.

Lihat saja jika ada di antara mereka yang menertawakan dirinya yang dihukum oleh Mamanya maka setelah ini ia akan menghajarnya di dalam kamar. Lihat saja!

"Berdiri sampai semuanya selesai makan!" tambah Marti lagi.

Praga menatap tajam. Matanya bagai elang membuat yang lainnya langsung menunduk. Melihat anak-anaknya yang takut membuat Marti menoleh menata Praga yang langsung memasang wajah lugu, bagai bersih tanpa dosa.

"Kalian semua harus denger Mama! Hukuman ini bukan hanya berlaku untuk Praga tapi untuk yang lainnya juga."

"Kalau ada yang main-main di saat makan ataupun berantem maka dia juga akan Mama hukum seperti apa yang dilakukan oleh Praga sekarang," jelasnya.

Suasana seketika menjadi senyap saat si biang kerok diberi hukuman untuk berdiri di sudut ruangan. Makan malam berjalan begitu tenang sementara sesekali Praga menghela nafas berat berusaha memberitahu mamanya jika ia sudah lelah.

Tapi tak ada yang peduli.

Kening Marti mengernyit merasakan sakit pada perutnya yang membuat tubuhnya menjadi gemetar hebat. Sendok jatuh menghantam dengan keras piring yang masih berisi membuat semua orang menoleh.

Ia meringis keras diiringi teriakan membuat semuanya menjadi sangat panik. Marti menyentuh perutnya dengan air mata yang membasahi pipi. Ini menyakitkan.

Abdul bangkit dengan cepat. Menopang tubuh istrinya yang nyaris pingsan.

"Kenapa, bu?"

"Pe-pe-perut ibu sakit," adunya terbata-bata.

Abdul panik bukan main. Tak tahu harus apa sekarang.

"Bukannya lahirannya bulan depan?"

"Iya, pak. Tapi perut ibu sakit sekali," jawabnya.

"Pratama, ambil kunci mobil Bapak di atas meja! Kita ke rumah sakit sekarang!"

Pratama mengangguk. Ia berlari kecil berniat untuk mengambil kunci tapi Praga lebih dulu meraihnya. Praga memanglah lebih nakal daripada yang lainnya tapi rasa empatinya juga lebih banyak.

Beberapa menit kemudian mobil telah melaju melintasi jalan raya yang cukup ramai dilalui beberapa kendaraan yang berlalu lalang kiri dan kanan. Abdul beberapi kali menenangkan Marti yang masih meringis kesakitan.

Dari pantulan kaca mobil di bagian atas ia bisa melihat anak-anaknya yang juga nampak cemas. Mengenai Pranam yang masih bayi, untung saja ada Pradu yang pandai menjaga sehingga Pranam tidak rewel selama di mobil.

Ban mobil bergerak menuju masuk ke dalam area parkiran rumah sakit. Abdul menuntun Marti menuju masuk ke UGD disambut oleh perawat-perawat yang bertugas malam itu.

"Anak-anak di larang masuk!" tegur salah satu perawat yang tengah membaringkan Marti ke brangkar.

Abdul terdiam sejenak memandangi anak-anaknya satu persatu. Anak sebanyak ini mau ia simpan dimana.

Tak lama Abdul berpikir akhirnya ia menemukan ide yang bagus. Sebenarnya Abdul juga ragu tapi harus bagaimana lagi, hanya itu satu-satunya jalan.

"Bro, saya titip anak-anak saya, ya."

Tak menunggu jawaban dari Kabo dan Tori, Abdul langsung berlari meninggalkan anak-anaknya yang kini menatap dua satpam yang nampak melongo.

"Lah, anak sebanyak ini gimana mau gue jaga!!!" teriak Tori sembari menatap Abdul yang terus berlari.

"Buset dah, Kalau anaknya cuman satu atau dua mah nggak masalah tapi ini mah-"

"Enam ekor," potong Tori dengan wajah lemas.

"Om ini apa?"

Kabo dan Tori menoleh menatap Praga yang nampak mengangkat telpon putih sambil berdiri di atas meja.

"Lailahaillallah, buset nih bocah udah ada di atas meja ajeh kek Tarzan."

...----------------...

"Umur kehamilannya belum memasuki usia matang tapi ibu Marti sudah merasakan kontraksi. Kalau dibiarkan ini bisa membahayakan kondisi ibu Marti karena rasa nyeri hebat," jelas dokter.

Keduanya kini saling duduk berhadapan di dalam ruangan dokter. Cucuran keringat membasahi wajah Abdul yang begitu cemas.

"Solusinya bagiamana dokter?"

"Hanya satu yaitu operasi sesar."

"Operasi?"

"Yah, operasi ini bertujuan untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu Marti dengan cara membuat luka terbuka di bagian perut."

"Tapi bapak tenang saja karena operasi ini akan dilakukan sesuai dengan tindakan prosedur serta sebelum tindakan lakukan maka Ibu Marti akan dibius dulu jadi ini akan aman," jelasnya lagi.

Abdul terdiam cukup lama. Punggung tangannya di sentuh oleh dokter sebelum dia pergi meninggalkan Abdul yang mematung.

Langkah kakinya yang penuh lemas mendekati istrinya yang meringkuk menahan sakit di dalam ruangan rawat. Beberapa perawat nampak menyuntikkan obat ke dalam botol cairan infus.

"Bu!"

Marti membuka matanya yang kelopak matanya telah membengkak disebabkan terlalu banyak menangis.

Abdul menyentuh punggung tangan istrinya yang telah lemah itu. Kedua panca indera penglihatannya beradu. Abdul duduk disampingnya dengan perasaan kacau.

"Ibu tidak apa-apa jika harus dioperasi."

Sepertinya perawat yang baru saja melangkah keluar itu telah menjelaskan prosedur tindakan kepada Marti sehingga Marti telah mengetahuinya.

"Ini kehamilan terakhir kan, Bu."

Marti tersenyum lalu mengangguk, "Iya, pak."

"Bapak tidak tega kalau ibu harus dioperasi. Bapak takut."

Marti menghela nafas pendek. Menyentuh pipi Abdul diiringi senyum tipis.

"Semuanya akan baik-baik saja, pak."

1
Sena Safinia
kocak suka ........gimana klo ad cwok naksir incess .....ga sabar nunggu next
balabulu
lanjut Thor
balabulu
semngat thor punya
balabulu
aduh kapan yah semua anaknya kumpul duduk bareng
balabulu
semangat Thor up nya
balabulu
nggak sabar ni pengen tau kelanjutannya
balabulu
semangat Thor up nya
balabulu
giginya kakak
balabulu
ahahahha 🤣, salah tangkap kamu pak 🤣
balabulu
semangat Thor up. ya kalau perlu dobel deh yah 🥹
balabulu
kasian kamu Prapat nasip punya kembaran
balabulu
aduh kasian praga semangat Thor up nya
balabulu
next thoorrr heheh seruh niii
Salju
next thoor
Salju
Pratama jadi anak pemalas nh
Salju
Next thoor
Seru juga bacanya
Salju
kasian banget si kabo tapi lucu
Salju
si pradu jadi bahan resep hahaha
Salju
Pokoknya aku pilih pralim hahaha anak marti yg pling ganteng
Salju
Anaknya ada yang kembar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!