Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.
Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.
Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.
Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.
Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Benjamin kembali mengelilingi setiap inci ruangan, ia sepertinya menyadarinya. Kamar yang sekarang di injak olehnya tak memiliki barang laki-laki. Sepeti hanya di tinggali Clarissa seorang.
Ia kian duduk di tepi kasur, tersenyum melihat istrinya. "Apa kita tidak tidur bersama? Aku hanya melihat barang-barangmu di sini? Kita- Akhhh" Benjamin memegangi kepalanya yang terasa berdenging.
Clarissa mendekat dan menyentuh kepala Benjamin, "kenapa? Apa sakit? Jangan memikirkan apapun dulu. Ben lihat aku," Clarissa dengan cemas memegang erat pipi Ben. Keduanya bertatapan cukup lama hingga Ben menyandarkan kepalanya pada tubuh Clarissa.
"Aku tadi seperti melihat sesuatu, hmm kepalaku sakit." Benjamin mengeluarkan suara lemas.
"Jangan di pikirkan, bagaimana kalau kamu istirahat dulu." Clarissa menjawab sambil mengamati Ben.
Ben menggeleng, "aku sudah banyak tidur di rumah sakit yang ada nanti kepalaku jadi pusing."
Clarissa pun mengangguk sebagai balasan. "Jawab saja pertanyaan ku tadi, kamu sudah berjanji akan menjawab semua pertanyaan ku saat kita pulang." Ben kembali ke posisi awal, ia menunggu jawaban Clarissa sejak tadi.
Clarissa merasa cemas, apa tindakannya benar untuk berbohong. Sejak awal ia tak begitu yakin dengan aksinya ini, bagaimana kalau ketahuan?
Tetapi sekarang sudah terlanjur, apalagi kalau sekarang Clarissa mengungkapkan langsung kebenarannya bisa membuat Ben kesakitan. Ia takut Ben tak bisa sembuh sepenuhnya.
"I-itu kita tentu saja tidur bersama. Kita kan pasangan suami istri lalu sebenarnya kita m-menggunakan dua kamar sekaligus. K-kita emm... menyimpan barang masing-masing di kamar yang berbeda. Iya seperti di ruangan ini, aku menyimpan barang-barangku di sini dan di sebrang sana kamu menyimpan milikmu. Ini itu ide dari kamu supaya kamarnya tidak terlalu penuh apalagi barang milikku itu banyak sekali.” Clarissa menjelaskan namun tubuhnya terus bergerak, "dan lihat ini, ini juga, kamar ini penuh banget kan? Sepertinya aku terlalu banyak membeli tas dan dress." Clarissa menunjuk lemari dan membukanya serta mengambil benda tersebut agar Ben dapat melihatnya langsung dan mempercayai ucapannya.
Bertambah lagi kebohongan yang di buat Clarissa, apakah ini tidak apa-apa?
"Oh begitu, masuk akal. Disini terasa sempit karena tas yang, waw, banyak sekali begitu juga dengan dress. Istriku sangat menyukai tas dan dress ya?"
"Eh iya," Clarissa mengangguk. Ia sebenarnya bukan tidak suka, tentu saja suka apalagi dia seorang perempuan yang sudah sejak lahir di kelilingi hal-hal seperti dress mewah maupun tas namun semua yang ada di sini adalah pemberian dari Ben. Ia tak pernah memintanya membelikan apapun, Ben berkata beberapa tas dan dress mahal ini adalah sebuah kewajiban yang harus Clarissa pakai saat melakukan pertemuan mendampingi Benjamin.
Benjamin berkata hanya membeli beberapa barang tidak akan membuatnya bangkrut namun yang ada dalam lemari kaca bening ini bukan sembarang barang, tas, dress dan perhiasan bermerk. Kalau di jual satu mungkin sudah bisa di tukar mobil bahkan rumah yang bisa ditinggali satu keluarga. Jadi Clarissa hampir tak pernah menggunakannya kecuali saat pertemuan penting yang Ben hadiri.
Benjamin melihat sesuatu yang menarik matanya, sebuah kertas atau benda kecil yang terlihat dari kejauhan di meja kecil.
Clarissa berlari pada tempat tersebut dan menghalangi pandangan Ben dari sana, "Oh itu daripada di sini mending kita melihat kamar yang satu lagi. Kamu tidak penasaran dengan barang-barang mu yang ada di sana?"
"Baiklah," Ben masih penasaran namun ia berpikir itu adalah catatan pribadi milik istrinya. Ia menghargainya, tidak semua orang mau diary miliknya di lihat orang lain bahkan keluarga sekalipun.
Untunglah Ben tidak memaksa Clarissa untuk menunjukannya, ini adalah dokumen kontrak pernikahan keduanya. Clarissa belum sempat memindahkannya, ia lupa karena merawat Ben di rumah sakit dan waktu ia menyuruh pekerja pun hanya ia suruh untuk membersihkan makanan semalam.
Ben melangkah keluar dan Clarissa pun mengikuti, di belakang tangannya masih ada kertas tadi. Ia meletakkannya di bawah kasur sebelum Benjamin melirik ke belakangnya.
"Kamu saja yang membukanya," Ben melangkah mundur dan membiarkan istrinya membuka pintu kamar.
Clarissa memegang gagang pintu itu dengan perasaan gugup, ini pertama kalinya dia masuk ke kamar suaminya.
Saat masuk aroma kayu cendana mengitari seluruh ruangan, Clarissa familiar dengan wangi ini. Ben selalu berbau kan aromaterapi yang menenangkan ini sejak dahulu.
Ruangan tersebut sangat gelap apalagi tirai ditutup rapat, warna sprei kasur pun hampir sama seperti tirai tersebut belum lagi perabotannya berwarna gelap. "Akan ku buka dulu," Clarissa membuka tirai tersebut.
Benjamin berjalan pelan, menatap satu persatu barang-barang atau apapun yang katanya miliknya. Pandangannya kembali pada istrinya lalu mendekatinya dan membantu menyeret tirai yang agak besar nan panjang itu.
"Disini terasa sepi sekali," Ben berucap setelahnya.
"Karena kamar i-ini jarang di gunakan, biasanya kita tidur di kamar tadi." Clarissa punya alasan mengatakan ini, ia sebenarnya takut Ben sekarang menemukan dokumen kontrak yang di simpan Benjamin. Clarissa tak tahu keberadaan benda tersebut dan kini ia harus mencarinya saat Ben lengah.
"Emm bagaimana kalau kita tidur saja, sudah jam delapan malam. Memang terlalu awal tapi aku sudah mengantuk. Mau tidur di sini atau di kamar tadi? Nanti kita lanjutkan lagi besok." Clarissa tak mau mengambil resiko, ia harus membuat Ben tidur dan segera menyembunyikan dokumen kontrak itu.
"Baiklah, yang disana saja," Benjamin menatap pintu keluar. Dan Clarissa langsung menarik tangannya untuk meninggalkan ruangan.
"Aku ke kamar mandi dulu," Ben melangkah perlahan ke kamar mandi yang ada di kamar Clarissa.
Dan Clarissa kini malah menarik singa ke sarangnya, ini seperti pepatah gali lubang tutup lubang. Ia berhasil menghindari masalah di temukannya kontrak tapi dia, dia harus tidur bersama suaminya ini.
Bagaimana kalau Ben memint- Ahh Clarissa jadi gugup tak karuan, jantungnya seperti akan melompat keluar dari tubuhnya. Sejak Ben ke kamar mandi ia sudah mondar-mandir tidak jelas.
Clarissa harus memikirkan sebuah alasan- alasan, alasan apa lagi?
“Kamu mau ke kamar mandi juga?” Ben melihat Clarissa tak berhenti berjalan.
“Emm,” Clarissa mengangguk kencang dan segera masuk ke kamar mandi. Ia menatap dirinya sendiri di cermin, mengipasi wajahnya menggunakan kedua tangannya tak lupa berjalan tanpa henti.
Lima menit kemudian ia keluar kamar mandi, Ben sudah berada di ranjang. Tubuhnya ia telentangkan bertumpu pada kedua tangannya.
"Kesini," Ben menepuk tempat tidur di sebelahnya dan memiringkan tubuhnya.
Clarissa berusaha tenang, ia berjalan pelan menuju tempat tidur miliknya itu. Dan segera setelah berada di sisi Benjamin, ia menyelimuti tubuhnya dengan selimut yang ada. Clarissa membelakangi Ben, "kau begini lagi." Benjamin semakin mendekatkan wajahnya, "aku tidak akan menggigit."
"Kalau begitu aku akan pindah ke sana," Ben menunjuk seberang kasur di depan Clarissa.
Clarissa pun mengubah posisinya, sekarang menghadap kedepan Ben. "Tidak perlu," Clarissa berpikir tidak ada gunanya menghindar, Benjamin akan selalu seperti ini. Walau ingatannya hilang tapi sikap keras kepala dan ingin semua maunya terkabul itu masih sama.
Ben mendekatkan wajahnya, lebih dekat lagi tapi Clarissa melakukan hal sebaliknya, ia menjauhkan wajahnya. Ben kembali melakukannya begitu pula dengan Clarissa, "Bennn! ayo kita tidur."
"Aku belum mengantuk, ayo kita lakukan hal lain."
To be continue...