Tumbuh di lingkungan panti asuhan membuat gadis bernama Kafisha Angraeni memimpikan kehidupan bahagia setelah dewasa nanti, mendapatkan pendamping yang mencintai dan menerima keadaannya yang hanya dibesarkan di sebuah panti asuhan. namun semua mimpi Fisha begitu biasa di sapa, harus Kalam setelah seorang wanita berusia empat puluh tahun, Irin Trisnawati datang melamar dirinya untuk sang suami. sudah berbagai cara dan usaha dilakukan Kira untuk menolak lamaran tersebut, namun Irin tetap mencari cara hingga pada akhirnya Fisha tak dapat lagi menolaknya.
"Apa kamu sudah tidak waras, sayang???? bagaimana mungkin kamu meminta mas menikah lagi... sampai kapanpun mas tidak akan menikah lagi. mas tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat mas cintai." jawaban tegas tersebut terucap dari mulut pria bernama Ardian Baskoro ketika sang istri menyampaikan niatnya. penolakan keras di lakukan Ardi, hingga suatu hari dengan berat hati pria itu terpaksa mewujudkan keinginan sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11.
"Lima juta." Kafisha meringis dalam hati melihat total yang harus dikeluarkannya demi mengganti rugi biaya yang sudah dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Sejenak ia menoleh pada Citra, sebelum sesaat kemudian kembali menatap lekat pada kertas rincian biaya dihadapannya. "Ya Tuhan, bagaimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak ini dalam waktu singkat??? Jangankan lima juta, lima ratus ribu saja aku tidak punya." batin Kafisha kembali meringis.
Ditengah kebingungannya, tiba-tiba pandangan Kafisha tertuju pada cincin kawin yang melingkar di jari manisnya. Cincin kawin yang setahun lalu di sematkan oleh Ardian setelah mengucap janji suci pernikahan. "Tidak ada pilihan lain." lagi, batin Kafisha.
Kafisha pamit pada guru BK Citra, dan setelah setengah jam kemudian wanita itu kembali ke sekolah.
"Ini uangnya, bu." Kafisha menyerahkan uang sejumlah lima juta rupiah kepada guru tersebut untuk menggantikan biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak sekolah akibat ulah Citra. Setelahnya, selaku wali Citra, Kafisha pun meminta maaf kepada gadis bernama Ika tersebut. Ya, meskipun dalam hal ini Ika juga bersalah, tetap saja Kafisha merasa perlu meminta maaf atas apa yang dialami oleh gadis itu.
Selanjutnya, demi menjaga kejadian itu tidak terulang kembali, guru BK mempersilahkan Kafisha mengajak Citra pulang bersama meski belum waktunya jam pulang sekolah.
"Semoga saja tidak sampai ketahuan pak Ardian." Batin Kafisha seraya menatap jari manisnya yang sudah kosong melompong tanpa cincin pernikahan. Tanpa di sadari oleh Kafisha ternyata sejak tadi Citra memperhatikan gerak-geriknya.
"Hey....kita mau ke mana??." tanya Kafisha saat Citra meminta pak Ujang untuk putar arah.
"Kamu belum bosan hidup, bukan???." Citra justru balik bertanya hingga membuat Kafisha bingung dibuatnya.
"Tentu saja." jawab Kafisha yang belum paham dengan arah dan maksud ucapan Citra.
"Sama, aku juga belum bosan hidup. Jadi, sebaiknya kita segera menebus cincin pernikahanmu!. kalau tidak, kita berdua akan selesai ditangan papa, kamu akibat menggadaikan cincin pernikahanmu dan aku karena ketahuan membuat ulah disekolah." entah sadar atau tidak, kedua wanita itu pun berakhir dengan tersenyum bersama.
Sebenarnya Citra punya tabungan yang dikumpulkannya dari menyisihkan sebagian uang jajannya dan jumlahnya pun terbilang lebih dari cukup untuk membayar ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak sekolah, tapi gadis itu ingin melihat sejauh mana Kafisha ingin menolongnya.Dan, betapa terkejutnya Citra ketika Kafisha sampai rela mengadaikan cincin kawinnya demi dirinya.
Setelah menembus kembali cincin kawin tersebut mereka pun kembali melanjutkan perjalanan kembali ke rumah.
"Bukankah selama ini sikapku tidak pernah baik padamu, lalu kenapa kamu masih mau menolongku??."
Mendengar pertanyaan Citra, Kafisha lantas menarik sudut bibirnya ke samping hingga menciptakan senyum tipis di sana.
"Entahlah....aku sendiri pun tidak mengerti dengan hatiku. seumur hidup belum pernah aku sanggup membenci siapapun, sekalipun pada orang yang membenciku." jawaban Kafisha mampu mengalihkan atensi Citra pada wanita cantik yang kini duduk disampingnya itu.
Jawaban Kafisha semakin menyadarkan Citra jika selama ini kebenciannya pada Kafisha itu salah. Jika dicermati secara seksama, wanita itu pun pasti tidak ingin menjadi yang kedua, namun sepertinya takdir tuhan yang memaksanya menjalani semua itu.
"Mulai sekarang, mari berteman!!!."
"Hah????." Kafisha sampai menganga, seakan tak percaya dengan kalimat yang barusan terucap dari bibir mungil Citra.
"Ya, berteman lah denganku!! Kalau suatu hari nanti papa tetap tidak bisa menerimamu sebagai istrinya, sebagai teman aku akan mencarikan pria tampan untukmu." ujar citra yang hanya asal bicara pada kalimat terakhirnya.
"Baiklah, aku setuju jadi temanmu, siapa tahu setelah menjadi janda papa kamu nanti aku bisa dapat berondong. Hahahaha...." jawab Kafisha dan diakhiri dengan gelak tawa kedua wanita itu.
Kini Citra sadar bahwa menikah dan menjadi istri kedua dari ayahnya, bukanlah keinginan Kafisha, wanita itu hanya tak kuasa menolak keinginan ibunya, Irin. Hingga pada akhirnya harus menjalani kehidupan menyakitkan menjadi istri kedua yang tidak diharapkan oleh suaminya sendiri. kini Citra pun sadar, jika ia yang ada di posisi Kafisha belum tentu ia masih sanggup menjalani hidup ini.
Malam harinya.
Ardian menanggap gelagat aneh putrinya, Citra yang biasanya enggan bertegur sapa dengan Kafisha, kini terlihat asyik duduk berdua di bangku tepi kolam renang. Entah apa yang tengah dibicarakan oleh keduanya, yang jelas Ardian melihat perbedaan dari sikap putrinya terhadap istri keduanya itu. Bahkan sesekali keduanya terlihat tersenyum bersama.
Menyaksikan kedekatan Putrinya dan Kafisha, Ardian jadi teringat pada istri pertamanya, Irin. sudah hampir seminggu Irin tak menghubungi dirinya, dan itu membuat Ardian merasa terabaikan sebagai suami. "Apa di sana kamu juga merindukanku, sama seperti aku yang sangat merindukanmu, Irin??." batin Ardian. hari ini saja sudah lebih dari sepuluh kali ia menghubungi ponsel istrinya, namun tak kunjung tersambung.
Tidak ingin menambah beban pikirannya, Ardian memutuskan kembali ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
Keesokan paginya.
Ardian yang sudah siap dengan pakaian kerjanya terlihat berjalan menuruni anak tangga, hendak menuju meja makan untuk bergabung bersama Citra dan juga Kafisha yang sudah lebih dulu berada di sana.
"Tumben masakan bibi rasanya beda hari ini." ucap Ardian setelah memasukkan suapan pertamanya. Menurut pria itu masakan bibi pagi lebih nikmat.
"Jelas beda dong pah, orang yang masak Mommy bukan bibi."
"Uhuk...uhuk....uhuk....."Baik Ardian dan juga Kafisha sama-sama tersedak mendengar ucapan Citra.
Melihat Kafisha tersedak, Citra pun segera menyodorkan segelas air dihadapan wanita itu. "Ini minumnya, Mom."
Tadinya, baik Ardian maupun Kafisha berpikir mungkin Citra salah ucap tapi sekarang keduanya sadar jika Citra tidak sedang salah ucap, melainkan sengaja.
"Jangan asal ngomong kamu, sayang!." Ardian terlihat seperti salah tingkah, berbeda dengan Kafisha yang hanya bisa diam dengan pandangan tertunduk, tak berani ikut menimpali percakapan di antara ayah dan anak tersebut, walau dalam hati ia ingin sekali meminta Kafisha berhenti memanggilnya demikian. ia tak ingin sampai Ardian berpikir ialah yang telah meracuni pikiran Citra hingga memanggilnya dengan sebutan mommy, karena pada kenyataannya ia pun terkejut bukan main dengan panggilan baru gadis itu untuknya.
"Asal ngomong gimana sih, pah?? memangnya salah kalau Citra memanggilnya dengan sebutan mommy, Kafisha kan istri papa juga. masa iya Citra manggil istri papah dengan sebutan kakak, Kalau sampai ada yang naksir karena menyangka Kafisha kakaknya Citra, Gimana???."
Pernyataan putrinya mampu membungkam mulut Ardian. Kini pria dewasa itu beralih menatap Kafisha yang tengah menghabiskan menghabiskan sarapannya, lebih tepatnya wanita itu pura-pura sibuk menghabiskan sarapannya. "Ya Tuhan....jika saat ini putriku telah menerima kehadirannya, apa selanjutnya giliranku yang akan menyerah dengan pesonanya???." batin Ardian masih dengan menatap Kafisha. Sebagai pria normal tentu saja Ardian tidak dapat menepis fakta yang ada, selain memiliki paras yang cantik istri keduanya itu juga sangat menarik, ditambah lagi dengan usianya yang masih sangat muda.
disini siapa yang licik ???
disini siapa gak tamak???
gak usah sok playing victim gtu donk...
nggak semua orang bisa kamu jadikan boneka,yang hidupnya bisa kamu mainkan
ingin mengendalikan Ardian,tapi dia menyakiti Kafisha...
krᥒ ⍴ᥱᥒ᥆k᥆һᥲᥒ ᥒᥲmᥲᥒᥡᥲ һᥲm⍴іr mіrі⍴
sᥱmᥲᥒgᥲ𝗍 ᥡᥲ kᥲk ✍️
Ternyata Irin tak sebaik yang di kira...
aneh
jadi susah bedainnya kk Thor 😆🙏
seharusnya Ardian pindah ke kamar Kafisha ...
Ini kamar Ardian dan Irin gak pantes rasanya mereka tidur diranjang ini, apalagi Irin masih hidup.masih istri Ardian juga...
Kafisha dilamar sm irin untuk jadi madunya, karna anak lakinya suka sama kafisha
Gitu gak yaaa ?
Semakin seruuu ceritanyaaa, semangat terus thor 💪🏼
malang bener nasib mu Fisha....
kenak kehamilan simpatik ini si Adrian😆😆😆😆