NovelToon NovelToon
Buah Hati Sang Pewaris

Buah Hati Sang Pewaris

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Demi biaya operasi ibunya,kiran menjual sel telurnya.Matthew salah paham dan menidurinya,padahal ia yakin mandul hendak mengalihkan hartanya pada yoris ponakan nya tapi tak di sangka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2:Kesepakatan di kamar mewah

Matthew yang berada di dalam mobil menyeringai tipis. "Jadi, cukup tambah beberapa puluh juta untuk menjual dirimu?" tanyanya dengan nada mengejek.

Kiran menatapnya dengan tatapan memohon. "Tolong... Aku masih perawan. Bayar malam pertamaku. Aku tidak punya pilihan lain," ucapnya dengan suara bergetar.

Matthew mengangkat alisnya, terkejut. "Kau serius?"

Kiran mengangguk cepat, air mata kembali membasahi pipinya. "Iya..."

Matthew terdiam sejenak, menimbang-nimbang. "Masuklah," ujarnya akhirnya.

Kiran membuka pintu mobil dan masuk, duduk di samping Matthew. Ia memeluk dirinya sendiri, berusaha menghalau dingin yang menusuk tulang. Sesekali, ia melirik Matthew dengan tatapan ragu.

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah penthouse mewah. Kiran terpukau dengan kemewahan yang terpancar dari setiap sudut ruangan. Ia dan Matthew berdiri di tengah ruangan, saling berhadapan.

Matthew mendekat dan mencium bibir Kiran dengan lembut, namun penuh gairah. Kiran membalas ciuman itu dengan ragu, namun perlahan mulai menikmati sentuhan Matthew. Ia memeluk Matthew erat, lalu mengangkat kakinya, melingkari pinggang pria itu. Matthew mengangkat Kiran dan mendudukkannya di meja rias, terus menciuminya tanpa henti.

Matthew melepaskan ciumannya sejenak dan menatap Kiran. Gadis itu menunduk malu. Ini pertama kalinya baginya.

"Ciuman pertama?" tanya Matthew lembut.

Kiran hanya mengangguk pelan.

Matthew membelai pipi Kiran dengan lembut. "Kau belum siap. Cukup minum susu hangat dan baca dongeng saja, ya?" ujarnya sambil mengambil sesuatu dari laci. "Dengar, aku pinjamkan uangnya tidak masalah," lanjut Matthew.

Kiran langsung memegang lengan Matthew, mencegahnya pergi. "Tidak... Tolong, jangan pergi. Aku bisa belajar," ucap Kiran dengan nada memohon. Ia menarik tengkuk Matthew dan mencium leher pria itu. "Apa itu boleh?" tanyanya lagi, berusaha meyakinkan Matthew bahwa ia bisa memenuhi keinginannya.

Matthew tersenyum tipis. "Hampir, tapi belum tepat," ujarnya.

Kiran tersenyum dan kembali mencium Matthew dengan lebih berani. Matthew membalas ciuman itu dengan penuh gairah. Kiran perlahan membuka kemeja Matthew, memperlihatkan dada bidang pria itu.

"Kau cepat belajar," bisik Matthew di sela ciuman mereka.

Kiran tersenyum menggoda. Matthew mengangkat tubuh Kiran dan membawanya ke ranjang. Ia merebahkan tubuh gadis itu dengan lembut, lalu kembali menciuminya.

Di sela ciuman mereka, Kiran berkata, "Matthew... Bisakah kau pakai pengaman? Aku masih kuliah, aku tidak boleh hamil."

Matthew mengelus pipi Kiran dengan sayang. "Tenang saja. Kondisiku langka. Aku... aku mandul," ujarnya, lalu kembali mencium bibir Kiran dengan penuh gairah. Kiran membalas ciuman itu, melupakan semua kekhawatiran dan menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Matthew.

Mereka larut dalam ciuman yang semakin dalam dan penuh gairah. Desahan demi desahan lolos dari bibir mereka, memenuhi kamar mewah itu dengan aroma nafsu yang membara. Kiran, yang selama ini hidup dalam kesederhanaan dan kepolosan, kini terhanyut dalam dunia yang baru dan asing. Ia tidak mengenal pria yang saat ini bersamanya, namun demi ibunya, ia rela melakukan apa saja. Ia memejamkan mata, mencoba menikmati setiap sentuhan dan ciuman Matthew, membiarkan dirinya terbawa dalam pusaran gairah yang membara.

Matthew terus menggerakkan pinggulnya dengan ritme yang semakin cepat, membuat Kiran mendesah semakin keras. Ia menciumi leher dan bahu Kiran dengan lembut, membisikkan kata-kata yang membuat Kiran semakin terangsang.

"Oh, Matthew..." desah Kiran lirih, mencengkeram erat punggung Matthew.

"Kiran... kau sangat indah..." balas Matthew dengan suara serak, terus menciumi Kiran tanpa henti.

Kiran membalas ciuman Matthew dengan penuh semangat, melupakan semua kekhawatiran dan ketakutannya. Ia membiarkan dirinya terbawa dalam sensasi yang memabukkan, menikmati setiap sentuhan dan desahan yang keluar dari bibirnya.

"Matthew... lebih cepat..." desah Kiran lagi, merasakan puncak kenikmatan semakin dekat.

Matthew tersenyum mendengar permintaan Kiran. Ia semakin mempercepat gerakannya, membuat Kiran menjerit tertahan.

"Ah... Matthew... aku..." Kiran merasakan tubuhnya bergetar hebat, lalu meledak dalam kenikmatan yang luar biasa. Ia mencengkeram erat rambut Matthew, membenamkan wajahnya di leher pria itu.

Matthew terus bergerak hingga akhirnya ia pun mencapai puncaknya. Ia memeluk Kiran erat, merasakan tubuh gadis itu bergetar hebat di dalam pelukannya.

Setelah beberapa saat, mereka berdua terbaring lemas di ranjang, napas mereka masih tersengal-sengal. Matthew membelai rambut Kiran dengan lembut, lalu mencium kening gadis itu.

Mereka tertidur pulas setelah malam yang penuh gairah. Keesokan paginya, Matthew sudah berdiri dan mulai mengenakan pakaiannya. Kiran terbangun dan melihat ke arah Matthew. Ia bangun dan duduk di ranjang, memperhatikan pria itu.

Matthew melihat Kiran dari pantulan cermin. "Kau sudah bangun," ucapnya, lalu berbalik menghadap Kiran. Ia mengambil dompetnya dan memberikan sebuah kartu kepada Kiran. "Ada satu miliar di kartu ini. Ini seharusnya cukup untuk mengatasi apa pun masalahmu," kata Matthew dengan nada datar.

Kiran segera mengambil kartu itu. "Terima kasih, Pak. Aku pastikan akan minum pil KB tepat waktu," ujarnya tulus.

Matthew tersenyum tipis. "Maksudku, spermaku tidak lincah. Tidak pernah," ucapnya, lalu berbalik dan pergi meninggalkan Kiran.

Ia sudah rapi dengan setelan jasnya. Tak lama kemudian, seorang asisten menghampirinya. "Pak! Akhirnya! Dewan direksi sudah kehilangan akal. Mereka mau pilih pewaris sebelum Anda 30 tahun..."

Matthew mengangkat alisnya. "Mereka pikir aku akan mati besok?" tanyanya dengan nada sinis.

Asisten itu menghela napas. "Kutukan keluarga Andres. Setiap kepala keluarga mati sebelum 30 tahun. Dan dengan kemandulan Anda, mereka jadi panik. Aku cuma memikirkan perusahaan saja, Pak," ujarnya sambil tersenyum canggung.

Matthew hanya tersenyum tipis sambil merapikan jasnya. Asisten itu tersenyum melihat bekas kecupan di leher Matthew. "Tunggu... Apa Anda tidur dengan seseorang semalam?" tanyanya penasaran.

Matthew tersenyum tipis dan memegang lehernya. "Bilang ke mereka, tiga bulan lagi, sebelum ulang tahunku yang ke-30, aku akan tanda tangani surat wasiat. Keponakanku, Yoris, akan mendapatkan semuanya," kata Matthew dengan nada tegas.

Asisten itu terkejut. "Anda kasih ke ponakan Anda?" tanyanya tak percaya.

Matthew tersenyum sinis. "Lebih baik dia daripada para pemain tua licik itu," jawab Matthew.

Asisten itu masih ragu. "Bagaimana dengan gadis semalam itu? Bagaimana kalau dia hamil?" tanyanya khawatir.

Matthew tertawa kecil. "Tidak mungkin. Aku mandul, Yusdi," ucapnya sambil menepuk bahu asistennya. "Dia tidak hamil apa-apa."

Tiga bulan kemudian, sejak kejadian itu, Kiran berada di ruang dokter kandungan. Dokter itu tersenyum lebar sambil memberikan hasil USG kepada Kiran. "Selamat! Anda hamil anak kembar empat!"

Kiran terkejut melihat hasil USG itu. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Bagaimana bisa? Matthew bilang dia mandul. Lalu, bagaimana mungkin ia hamil, dan lagi, kembar empat? Dunia Kiran terasa runtuh seketika.ia terus menatap hasil usg itu kemudian keluar dari ruangan itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!