Kehidupan Amori tidak akan pernah sama lagi setelah bertemu dengan Lucas, si pemain basket yang datang ke Indonesia hanya untuk memulihkan namanya. Kejadian satu malam membuat keduanya terikat, dan salah satunya enggan melepas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Giant Rosemary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benang Merah
Seperti janjinya saat di telepon, Nora benar-benar menjemput Amori di bandara. On time, sama sekali tidak memberikan Amori waktu untuk menyiapkan mental sebelum dimarahi. Ketika mereka bertemu, seperti biasa, Nora mengoceh panjang lebar. Wanita berusia akhir dua puluhan itu benar-benar memastikan Amori dalam keadaan baik, lalu memaksa Amori makan dan istirahat sesaat setelah mereka sampai apartemen.
Lalu seperti rencana, malamnya mereka pergi ke sebuah rumah sakit swasta di pusat Jakarta untuk bertemu dengan dokter spesialis kulit dan kelamin.
“Tuh, kapok nggak lo? Jadi harus minum obat, kan?”
“Tapi kan yang penting, gue gak kenapa-kenapa Ra. Udah dong marah-marahnya.”
Nora berdecak. Seperti biasa, Amori selalu menyepelekan masalah sebelum akhirnya, masalah itu akan meledak bak gunung berapi. Seperti kejadian ketika mantan pacarnya berulang kali terendus selingkuh, Amori juga bersikap santai. Tapi setelah benar-benar ketahuan, gadis itu langsung bersikap impulsif dan kabur.
“Gak ada. Sebelum lo bener-bener aman dari resiko hamil dan jamur kelamin, gue bakal terus bawelin lo. Jadwal kontrol lo udah gue catet, jadi jangan harap lo santai-santai sebelum kita periksa lagi.” Amori sampai tersedak mendengar ucapan Nora. Kini mereka berada di sebuah cafe, dengan segelas kopi yang berada di hadapan masing-masing. Amori menolak pulang ketika tahu, kalau Nora tidak akan menginap malam ini karena gadis mapan itu harus ke luar kota untuk menemani bosnya dalam sebuah pertemuan bisnis.
“Jadi gimana rencana lo kedepan?” Amori menaikkan bahunya ringan. “Jangan kelihatan kayak orang nyasar gitu, ah. Masa cuma gara-gara diselingkuhin si monyet, lo sampe nggak punya gairah hidup? Katanya duit tabungan lo udah habis setengah gara-gara liburan kemarin. Kalo lo begini terus, siapa emang, yang mau bayarin semua cicilan lo?” Amori mencebik, tapi tidak menyangkal kalau uang tabungannya memang berkurang banyak.
“Gue udah minta kerjaan lagi kok, sama Mbak Dara. Lagian gue udah nggak galau. Kucing garong kayak dia sih, nggak bakal bikin gue galau lama-lama.”
“Bagus.” puji Nora, walaupun ia tidak yakin dengan kebenaran ucapan sahabatnya. “Beneran ya Mor, jangan sampe gue denger lo mau balikan sama dia. Kalo dia ngajak ketemu pun, lo harus ajak gue. Jangan berani lo ketemu dia sendirian. Ntar lo goyah, terus balik lagi sama si monyet.”
“Iya Nora, enggak bakal. Nggak usah bahas dia terus, bikin sakit kepala.” Nora menggulirkan matanya malas. Kejadian sebulan yang lalu benar-benar membuatnya trauma. Ketika Amori datang ke apartemennya dengan kondisi yang sangat berantakan. Menangis sesenggukan dan bercerita kalau dia baru saja melihat sendiri pria yang sudah menjadi kekasihnya selama 7 tahun, tidur dengan wanita lain. Dan yang paling parah, hubungan gelap itu sudah berjalan selama 2 tahun terakhir.
Saat itu Amori sampai tidak tidur selama berhari-hari, dan sibuk mempertanyakan kekurangannya. Dia sampai tidak menyelesaikan kontrak kerjanya dengan salah satu klien dan sempat membuat keributan di tempatnya bekerja. Jujur saja, Nora agak sangsin ketika tadi Amori mengatakan bahwa ia kembali meminta kerjaan pada atasannya.
“Terus, waktu lo minta kerjaan, respon Dara gimana?”
“Ya gimana? Dia ngeiyain dong.”
“Ish, kalo gue jadi dia, gue bakal mikir ribuan kali dulu lah, sebelum ngeiyain. Secara kan, project terakhir lo nggak selesai gara-gara galau.”
“Project yang lo bilang nggak selesai itu, cuma sisa 1 minggu Ra. Lagipula, Pak Haris kan akhirnya ada dinas ke luar negeri. Jadi kalau gue dateng pun, siapa yang mau gue masakin?”
“Hoki doang lu mah. Terus, kapan lo mulai kerja lagi?”
“Belum tau. Mbak Dara bilang ada beberapa klien baru yang mau masuk. Tapi gue pegang yang mana belum tau.”
“Semoga cepet dipanggil deh lo. Biar walaupun sekarang lo jomblo, lo nggak boleh miskin.” Amori meringis, walaupun kenyataannya memang benar. Hubungannya yang ia kira sudah matang dan sangat serius, sudah kandas karena orang ketiga. Karena sakit hatinya, setidaknya Amori harus punya uang setumpuk untuk senang-senang.
“Manis sekali mulutmu Nora.”
***
Suara ketukan pantofel yang beradu dengan lantai marmer terdengar nyaring di tengah koridor yang hampir sepenuhnya sunyi. Amori berjalan cepat, mengikuti langkah Dara, kepala divisi Private Culinary Concierge yang akan membawanya menemui perwakilan klien barunya.
“Pokoknya jangan bikin salah sedikitpun ya, Mor. Kemarin Yura langsung dipecat karena belum pulang waktu Tuan Walsh datang.” Amori mengangguk. Mengingat baik-baik setiap pesan yang diberikan oleh Dara selama lima menit terakhir.
“Datang tepat waktu. Untuk sarapan, jam 5 pagi sudah harus datang dan harus sudah pergi dari sana jam setengah sembilan, paling lambat. Dia punya kebiasaan yang cukup ketat, sarapan selalu jam sembilan dan kamu udah nggak boleh ada disana.” mereka berhenti sebentar untuk menunggu lift.
“Dia makan siang di luar, jadi kamu free. Sorenya, kamu sudah harus datang jam empat. Dia biasa pulang jam tujuh malam, jadi kamu harus selesai dan pergi sebelum itu. Inget baik-baik ya Mor.”
“Siap Mbak.”
“Alat masak, bahan makanan, pokoknya semua kebutuhan kamu nanti sudah tersedia. Ingat, jangan bawa alat dari luar tanpa peresetujuan asistennya Tuan Walsh. Oh iya, siklus menu mingguannya harus kamu kirim paling lambat setiap Rabu ya. Nanti biar asistennya Tuan Walsh yang belanja, karena semua spesifikasinya sudah jelas. Kalau ada request khusus, kamu diskusikan lagi siklus menunya sama asisten Tuan Walsh.”
Dara, kepala penanggung jawabnya tiba-tiba menghentikan langkah di depan sebuah ruangan yang biasanya digunakan untuk meeting besar. Amori bahkan baru sekali masuk ke dalam sana, waktu salah satu investor besar datang dan semua pegawai wajib menyambutnya.
“Perwakilan Tuan Walsh ada di dalam. Informasi tadi mungkin akan diulang lagi, jadi kamu catat baik-baik. Biar dia puas dan percaya lagi sama kita setelah kejadian kemarin.”
“Iya, Mbak.” setelah menarik napas dalam, Dara menarik dua sudut bibirnya lebar-lebar. Kacamatanya ia benarkan, lalu tangannya membuka pintu dengan hati-hati.
“Selamat siang, Pak Ari. Mohon maaf menunggu lama.” Amori ikut menunduk singkat mengikuti gestur yang Dara buat. Di hadapan mereka, seorang pria yang mengenakan baju polo berwarna coklat dan celana bahan hitam tersenyum maklum. Amori kira, ia akan menemukan sosok keras yang arogan. Tapi sepertinya imajinasinya berlebihan.
“Tidak apa-apa, Bu Dara. Saya juga baru sampai.” lalu beriringan, mereka duduk di meja bundar dengan saling berhadapan.
“Sebelumnya saya, mewakili Maison Privee ingin meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan oleh Tuan Walsh sebelumnya. Pihak kami telah memberikan sanksi yang pantas, atas kesalahan salah satu pegawai kami selama melayani Tuan Walsh kemarin.”
“Oh, bukan masalah besar Bu Dara. Saya pribadi sudah mengatakan kalau Tuan Walsh memang sulit dihadapi. Jadi kejadian kemarin, bukan sepenuhnya kesalahan Maison Privee. Saya malah bersyukur, karena dibanding membatalkan kerjasama, pihak Maison Privee malah mencarikan orang lain untuk mengurus keperluan Tuan Walsh.”
Mendengar respon baik yang diberikan oleh Ari, diam-diam Dara menghela. Wanita berusia pertengahan 30an itu terlihat tidak terlalu tegang seperti di awal. Sementara itu, Amori masih berusaha untuk membaca keadaan. Ia tidak ingin masuk sebelum di persilakan, walaupun rasanya penasaran.
“Jadi, ini gantinya?” Amori spontan mengangguk dan tersenyum ketika Ari beralih menatapnya.
****
Bersambung....