Kiara Safira Azzahra harus menelan pil pahit mendapati kekasihnya tiba-tiba tidak ada kabar berita. Ternyata ehh ternyata, kekasihnya......
😱😱😱😱
Penasaran????
Yuk kepoin cerita author yang bikin kalian mewek-mewek baper abiss....
Hanya disini.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Hidup ini memang penuh dengan peristiwa yang tak terduga, di mana kita berpapasan dengan berbagai orang yang memiliki peran berbeda.
Beberapa di antaranya mungkin hanya sekedar kenangan, sementara yang lain menjadi bagian penting yang tak terpisahkan.
Ada yang datang sebagai teman sejati, ada pula yang menjadi pasangan hidup yang menemani kita melalui suka dan duka.
Banyak dari kita percaya bahwa pertemuan dengan belahan jiwa atau jodoh sudah ditentukan oleh takdir. Ada keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, termasuk pertemuan dengan orang-orang penting, sudah tertulis dalam takdir.
Kadang, kita merasa bahwa ada kebetulan-kebetulan yang membawa kita kepada seseorang, dan kemudian kita menyadari bahwa ada makna yang lebih dalam di balik peristiwa tersebut.
Cinta sejati memang dapat bertahan dalam ujian waktu, tetapi ada juga hal-hal yang sudah ditentukan oleh takdir. Kita mungkin tidak bisa mengubah jalan hidup kita sepenuhnya, tapi kita bisa memilih bagaimana kita meresponsnya. Apakah kita akan menyambut setiap peristiwa dengan tangan terbuka, atau membiarkannya lewat begitu saja.
Takdir memang misterius, tapi yang pasti adalah bahwa hidup ini penuh dengan kemungkinan. Kita bisa membentuk hidup kita dengan pilihan-pilihan kita sendiri, sambil tetap percaya bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang mengarahkan kita. Jadi, mari kita nikmati setiap momen, temani orang-orang yang penting dalam hidup kita, dan percaya bahwa apa pun yang terjadi, itu semua adalah bagian dari perjalanan hidup yang indah.
Bla....Bla.....Bla....
Semua artikel yang Kiara baca membahas tentang cinta—jodoh, dan takdir---hingga kepalanya benar-benar pusing. Padahal hari ini dia harus mengumpulkan data untuk dosen pembimbingnya.
Namanya, Reygantara Sasmita, atau yang biasa dipanggil Pak Regan, adalah dosen Kiara di kampus yang super tegas dan super duper galak.
Segudang tugas tak masuk akal selalu membuat mahasiswa frustrasi. Belum lagi saat koreksinya—selalu ada saja yang kurang, yang salah, bikin pusing kepala. Memang tampan, tapi dikampus dosen itu terkenal dengan ketegasannya. Meskipun begitu masih banyak mahasiswi yang mengaguminya.
"Kia, elo tugas dari Pak Regan udah?"
"Udah setengah jadi, An." Jawab Kiara, "Elo udah belum?"
"Iya, gue lagi cari buku referensi. Tapi belum nemu," kata gadis itu terlihat mencari buku di rak buku.
"Elo buat apa?" tanya Kiara.
"Gue lagi bikin tugas tipografi. Gue lagi cari buku punyanya Josef Müller-Brockmann berjudul Grid Systems in Graphic Design - Buku ini membahas tentang sistem grid dalam desain tipografi. Bantu gue cariin dong, Ki?" pinta Anne, sahabat dari SMA.
"Kayaknya udah diambil anak- anak. Kenapa nggak yang lain aja? Typography Essential punyanya Rosemary Sassoon juga bagus Buku itu membahas dasar-dasar tipografi dan aplikasinya dalam desain," papar gadis cantik bernama Kiara Safira Azahra , teman-teman memanggilnya Kia.
Cantik, kalem, dan cerdas.
Ketika tugas desain muncul, mata Kia langsung berbinar. Jarinya cekatan menggerakkan keyboard laptopnya, ide-ide kreatifnya mengalir tanpa henti. Otaknya yang encer di bidang itu jadi pelabuhan rahasia yang selalu membuatnya merasa istimewa.
"Elo yakin itu bagus? Gampang nggak dipelajari?"
"Gampang kok. Yang penting elo tau tekniknya aja. Elo pasti bisa?"
"Oke deh, gue coba," angguk Anne, menerima buku itu dan membawanya ke petugas perpustakaan.
"Udah jam 4 sore, gue harus buru-buru balik. Kalau nggak---nyokap gue bisa ngomel-ngomel?" kata Kia, sambil mengemasi semua barang-barangnya yang berserakan di atas meja perpustakaan kampus.
-
-
Sampai di rumah, Rosaline, mamanya, menarik tangan Kia dengan kasar, membuat Kia terkejut dan sedikit kesakitan. Matanya menyala penuh kemarahan saat melihat jam di dinding, seolah-olah Kia telah melakukan kesalahan besar. Tanpa aba-aba, gagang sapu yang ada di tangan wanita baya itu terayun cepat, menghantam Kia dengan keras.
Kia terjatuh ke lantai, menahan rasa sakit yang menjalar di punggungnya. Dia tidak mengerti apa yang telah dia lakukan salah, tapi dia tahu bahwa ibunya sangat marah. Rosaline berdiri, napasnya terengah-engah karena kemarahan.
Bugh....
"Aaaaaaa, sakit, Mah! Sakit!" suaranya terdengar nyaris teriak, matanya membelalak kaget.
Bugh....Bugh ...Bugh
"Sakit, Mah, sakit! Hiks....Hiks!"
"Sakit ya? Makanya patuhi aturan yang mama buat di rumah ini!" bentak Rosalind, membuat Kia merintih sambil terisak-isak.
Rosalind mendelik sambil mengacungkan gagang sapu yang tadi baru saja mendarat keras di tubuh putri keduanya.
"Kamu tahu ini jam berapa? Udah jam lima sore, kamu malah telat pulang kuliah!" suaranya menukik tajam, penuh kemarahan. "Kan mama sudah bilang, sebelum jam empat kamu harus sudah sampai rumah. Kamu harus masak, buat makan malam. Tapi kamu, susah banget dibilangin! kamu nggak seperti Kakak kamu yang selalu nurut perkataan mama?"bentak Rosalin melipat tangan, dagunya terangkat tinggi, membandingkan Kia dengan Ratu yang selalu patuh. "Kamu pulang telat, mau jadi apa, hah?"
Nada suaranya yang melengking itu seakan memenuhi seluruh rumah, sementara di luar, para tetangga mendengar— bukan sekali mungkin, tapi berkali-kali---tak seorang pun berani mendekat atau menyela amarah Rosalin.
Kia menunduk, napasnya tersengal, tak berani melawan, namun air matanya terus mengalir sambil menahan kesakitan di sekujur tubuh.
"Maafkan aku, Mah. Aku ada tugas, makanya aku pulang kesorean?" isaknya.
"Papamu bangkrut. Dia di PHK. Kerjaannya hanya keluyuran nggak jelas. Dia sudah nggak nafkahin mama. Mama sudah nggak bisa biayai kuliah kamu. Sebaiknya kamu keluar aja. Nggak usah kuliah!" ucap Rosalin, membuat Kiaraa terkejut bukan main.
"Nggak, Mah. Aku mau terus kuliah," ucap Kia, menggeleng-gelengkan kepalanya
Rosalin menyandarkan diri di kursi sambil menarik napas panjang, matanya tajam menatap Kia.
"Mama nggak sanggup nguliahin dua anak sekaligus. Lagian, jurusan yang kamu pilih itu percuma. Lain halnya sama Ratu yang ambil kedokteran. Kamu mendingan kerja aja, bantu mama beresin keuangan keluarga." Suaranya mengandung nada meremehkan, seperti menegaskan posisi Kia yang kalah dibanding saudarinya.
Kia menunduk, bibirnya bergetar saat air mata mulai tumpah.
"Aku nggak mau, Ma. Aku ingin terus kuliah," jawabnya dengan suara serak, hatinya hancur mendengar kata-kata ibunya.
Rosalin menggeleng pelan, wajahnya kaku. "Kalau kamu mau tetap kuliah, kamu bayar sendiri. Jujur aja, setelah papamu di-PHK, kita nggak punya pemasukan lagi. Keuangan berantakan. Mama nggak bisa lagi nguliahin kamu."
Kia menggigit bibir, berusaha menahan isak yang makin pecah. "Tapi, Ma... Bukannya kakek sudah nyiapin biaya kuliah buat aku?"
"Tidak!" potong Rosalin dengan tegas, suaranya seperti palu yang memukul hati Kia. "Itu buat Ratu. Dia yang lebih butuh."
Kia menatap ibunya dengan campuran kecewa dan marah, suaranya serak tapi tegas, "Kenapa mama harus membeda-bedakan? Aku juga anak mama...!" ucap gadis itu memberanikan diri.
Rosalin menatap Kia tajam, nada dinginnya menusuk kalbu. "Kamu memang anak mama. Tapi Mama benci kamu."
Kia mendongak menatap mamanya dengan tatapan tak percaya.
"Sebaiknya kamu berhenti kuliah. Biarkan Ratu menyelesaikan kuliahnya!" kata mamanya lagi.
"Tapi aku masih mau kuliah, Mah?"
Tatapan Rosalin menusuk, sedingin es yang membekukan jiwa. Kasih sayang yang terluka itu tercetak jelas sejak Kia masih kecil—sebuah luka yang semakin lama kian menganga. Entah apa dosa Kia di mata mamanya, hingga hati wanita itu membeku, membenci anak kandungnya sendiri seolah dia hanyalah bayangan yang tak pernah diharapkan. Rasa itu menggurat tajam, melukai tanpa suara, menyisakan ruang kosong yang semakin dalam di antara keduanya.
"Mama nggak punya uang untuk membiaya kuliah kamu. Kebutuhan kita juga banyak. Lagian jurusan yang kamu ambil tidak penting. Jadi---biarkan Ratu yang menyelesaikan kuliahnya?"
"Mama jahat....!" seru Kia, berlari menuju kamarnya.
Rosalin terkejut saat Kia menggebrak pintu kamarnya, tapi ia memilih untuk tidak peduli. Sementara itu, Ratu tampak begitu senang melihat adiknya menangis tersedu-sedu. Apalagi setelah tadi mamanya sempat memukul Kia, kebahagiaan Ratu semakin nyata terpancar.
*****
Makan malam tiba. Kia baru keluar dari kamarnya dan bergabung di meja makan. Di sana sudah ada Mamanya, Tio, papanya, dan Ratu.
Saat Kia duduk di kursi, Rosalin menatapnya abai. Tio sang ayah bisa melihat itu.
"Kia, tubuh kamu kenapa? Kenapa lebam-lebam begitu?" tanya Tio, tak sengaja matanya menatap luka-luka pada tangan putrinya.
"Nggak apa-apa, Pah . Aku kurang hati-hati di kampus. Aku jatuh?" jawab gadis itu menunduk, sambil menutupi luka-lukanya dengan jaket rajut.
Ia tak mau papa dan mamanya bertengkar. Karena nanti pastinya dia yang akan jadi sasaran.
"Nggak. Nggak. ini bukan luka karena terjatuh. Tapi luka karena dipukul sesuatu!" kata sang ayah tak percaya. Kia semakin menunduk. Dia berharap papanya tidak tahu.
"Siapa yang melakukan ini?" tanya Tio, namun tatapannya beralih ke arah istri dan putrinya yang lain.
"Nggak ada, Pah. Aku memang terjatuh dari tangga," jawab Kia yang mulai panik.
"Papa bukan orang bodoh, Ki. Papa tau, itu luka sabetan!" jawab sang papa, "Ma, kamu yang melakukannya?" tanyanya, dengan nada menekan.
Roslina terlihat diam. Tangannya bergerak menuangkan sup ke dalam mangkuk.
"Jawab, Ki. Jangan takut!" kata Tio.
"Nggak, Pah. Kia memang jatuh," bohongnya.
"Mah, apa mama yang melakukannya?"
Rosalin terdiam, tak berani menjawab. Justru ia berpura-pura sibuk.
BRAKK.....
Tio menggebrak meja.
Ketiganya nampak terkejut.
"Katakan, Mah!" teriak Tio memarahi istrinya, membuat Rosalin terjengit kaget.
"Itu---aku....!"
"Kamu kan yang melakukan itu? Kenapa, Mah? Kenapa kamu tega melukai anakmu sendiri?" bentak Tio pada istrinya.
Roslina terdiam, tak berani menjawab.
"Jawab, Mah?" tekan Tio. Tatapannya nyalang.
"Karena aku membencinya, Pah. Aku sangat membencinya... Setiap melihatnya, aku teringat......!" balas Rosalina dengan teriak, tangannya mengacung ke arah Kia yang menangis.
"Rosalinaaaaaa....!" teriak Tio hampir melayangkan tamparannya ke pipi sang istri, namun tangan Tio hanya menggantung.
"TAMPAR, PAH. TAMPAR!!!" teriak Rosalina, suaranya melengking.
Bersambung......
Aku revisi ya.....
Happy reading....😂😂😂😂
benarkah???