Dunia Elea jungkir-balik di saat dirinya tahu, ia adalah anak yang diculik. Menemukan keluarga aslinya yang bukan orang sembarangan, tidak mudah untuk Elea beradaptasi. Meskipun ia adalah darah keturunan dari Baskara, Elea harus membuktikan diri jika ia pantas menjadi bagian dari Baskara. Lantas bagaimana jika Elea merasa tempat itu terlalu tinggi untuk ia raih, terlalu terjal untuk ia daki.
"Lo cuma punya darah Baskara doang tapi, gue yang layak jadi bagian dari Baskara," ujar Rania lantang.
Senyum sinis terbit di bibir Elea. "Ya, udah ambil aja. Tapi, jangan nangis jika gue bakalan rebut cowo yang lo suka."
🌼🌼🌼
"Gue jadi milik lo? Cewe bego kek lo? Lo dan Rania nggak bisa disamain," cibir Saka dengan tatapan merendahkan.
Elea tersenyum kecut. "Ah, gitu kah? Kita bisa liat apakah pandangan lo akan berubah terhadap gue dan Rania, Saka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1| Antagonis Vs Protagonis
...BYUR!...
Teriakan keras dari bawah sana di saat air dari ember bekas pel berpindah ke arah gadis berambut sebahu di bawah sana, senyum menyeringai terbit di bibirnya. Siswa-siswi berkerumun, secara serentak yang ada di lantai bawah berlarian ke arah lapangan. Sementara yang ada di lantai 2 sampai 4 ikut turun ke lantai satu, memperhatikan siapa orang gila yang menyiram si queen dari sekolah SMA ELANG RAKABUMING.
"ELEA!" jeritnya geram.
Ember di tangan langsung dibuang ke samping, gadis yang dipanggil dengan nama Elea itu malah mengacungkan jari tengahnya.
"Mampus, lo!" seru Elea terkekeh kecil.
Gadis berambut coklat terang sepinggang itu meninggal rooftop gedung sekolah, bersenandung bahagia.
"Astaga, si Elea lagi."
"Cih! Itu anak emang nggak ada elegannya kek Rania."
"Kasian Rania, mana basah semua lagi."
"Bisa apa? Si Elea anak kandung sementara si Rania anak angkat."
"Eh, eh, eh, asalkan kalian tau. Si Elea katanya kagak di sayang sama Nyokap dan bokapnya."
Bisik-bisik lirih dari siswa-siswi mengalun, sementara remaja lelaki yang mendekati Rania dengan memakaikan gadis cantik tersebut jaket dan membawanya menjauh.
Jika di lapangan sekolah riuh karena ulah Elea, maka di lantai 4. Elea dicegat oleh pemuda yang dua tahun lebih tua dari Elea, kedua tangan Elea dilipat di dada.
"Apa yang lo lakuin ke Rania, hah!" berang Zion dengan gigi geraham bergemeretak.
Mendapatkan tatapan seolah-olah siap melayangkan pukulan, Elea malah nampak santai.
"Lah, Abang nggak ngeliat kah? Adik tersayang Abang gue siram pakek air bekas pel," jawab Elea ceria.
"Sakit lo, El," balas Zion, "sejak kehadiran lo di mansion. Nggak ada hari tenang sedikit pun, Rania salah apa sama lo? Ampek lo segila itu ngebully dia, hah!"
"Salahnya dia, apa," ulang Elea, tak percaya, "pertama dia udah gantiin posisi gue, yang kedua karena dia udah ambil keluarga gue, dan yang terakhir... karena dia bikin gue diabaikan."
Zion tersenyum mencemooh. "Ngaca, El! Ngaca. Lo itu yang bikin orang rumah nggak suka, apa yang terjadi nggak ada hubungannya sama Rania. Dia itu cewe baik-baik, yang punya prestasi. Bikin bangga Nyokap dan Bokap, sementara lo? Lo cuma punya darah dari keturunan Baskara. Tapi, lo nggak pernah bisa nunjukin kalo lo benar seorang Baskara."
Elea mendesah kasar, ya, apa yang dikatakan oleh kakak kandungnya ini benar sekali. Di tubuh Elea mengalir darah Baskara tapi, Elea tidak bisa membanggakan keluarga besar Baskara.
"Gue ingetin ya, buat terakhir kalinya sama lo. Jangan nyentuh Rania, seujung kuku pun. Gue nahan diri buat nggak ngegapar lo sebab gue masih waras. Jangan ampek kewarasan gue ilang, peduli setan sama lo yang katanya Adik kandung gue sediri!" Zion menunjuk-nunjuk muka adiknya dengan wajah merah padam.
Zion membalikkan tubuhnya melangkah terburu-buru meninggalkan lantai 4, ekspresi pongah Elea perlahan memudar. Kedua matanya nampak berkaca-kaca, Elea cuma mau diperhatikan. Dicintai, bukan dimaki-maki. Bahkan dibandingkan, Elea sadar diri.
Jika dirinya tidak seperti Rania yang dibesarkan layaknya seorang lady konglomerat, Elea dihantam gelombang kehidupan pahit. Ia bahkan terlotang-lantung di luar sana, hidup keras tanpa kasih sayang.
Setelah semuanya berakhir, di saat ia diketahui sebegitu anak kandung dari pasangan konglomerat. Harapan Elea akan disayang, dihujani cinta. Nyatanya sebaliknya, Elea diabaikan. Dibanding dengan Rania yang cantik, berprestasi, anggun, dan baik.
"Ya, gue si antagonis di sini. Dia si protagonis, baik Papi maupun Mami, bahkan Abang Zion. Kalian cuma sayang dia, cuma mengeluh-eluhkan dia. Harusnya kalo emang kalian nggak butuh gue, jangan pungut gue di jalan. Cuma karena gue punya darah Baskara," monolog Elea parau.
Bulir bening mengalir di pelupuk mata, Elea sakit hati. Namun, ia tak suka dilihat saat menangis. Ia tidak ingin dikasihani apalagi dianggap remeh, lebih baik menjadi penjahat yang kejam dibandingkan sosok lemah.
Notifikasi pesan masuk di ponselnya, membuat Elea mengusap kasar air matanya. Tangannya merogoh saku rok, jari jemari lentik Elea mengetuk layar.
"Brengs*k!" Elea memaki dengan tangan bergerak melemparkan ponsel mahal hingga hancur berkeping-keping.
Kedua sisi bahunya naik-turun, emosinya memuncak. Sepenting itukah seorang Rania? Hingga ibunya langsung mengirimkan pesan peringatan padanya.
...***...
"Wah, siapa ini?"
Elea duduk di kursi mini bar, meskipun di bawah umur. Gadis remaja satu ini punya kuasa, maka sudah pasti mudah untuk masuk ke tempat yang tidak seharusnya ia datangi.
"Jos! Gue mau pemainan yang menarik. Lo bisa bantu gue?" Elea merogoh saku tasnya mengeluarkan segepok uang.
Para bartender langsung saling sikut, siapa yang tidak kenal Elea Baskara. Putri tunggal dari pemilik tambang minyak serta perusahaan terbesar di Ibu Kota. Elea gadis remaja yang unik, menghamburkan uang bukanlah masalah besar.
"Kali ini, Lady Elea mau permainan yang seperti apa, hm?" tanya Joseph.
Jari jemari Elea terlihat mengetuk-ngetuk permukaan meja, rasa frustasinya harus segera teratasi. Elea akan menghambur-hamburkan uang sialan dari kedua orang tuanya, toh bagi mereka itu hal kecil.
"Aha!" Elea berseru bahagia.
Jari telunjuknya bergerak memberikan kode untuk Joseph mendekat, Joseph dengan senang hati memajukan tubuhnya ke depan, dengan memiringkan wajahnya membiarkan Elea membisikan keinginannya.
Pupil mata Joseph melebar, kedua kelopak matanya berkedip dua kali. Elea menjauhkan wajahnya dari daun telinga Joseph, dahi Joseph mengernyit.
"Nggak sanggup?" tanya Elea membuat Joseph secara cepat mengeleng.
"Bukan kek gitu, Lady Elea. Cuma cari orang seusia itu dan sesuai susah," jawab Joseph lirih, "gimana permainan yang lain aja."
Elea mengeleng, ia hendak meraih uang yang diletakkan di atas meja. Dengan cepat Joseph mencegahnya, atensi Elea tertuju pada Joseph.
"Katanya sulit," ujar Elea mencemooh.
"Hehe... kalo pakek duit, nggak sulit kok. Kalo gitu, Lady Elea tunggu di ruangan VVIP. Saya akan segera membawanya," balas Joseph serius.
Senyum lebar terbit di bibir Elea. Elea turun dari kursi bersenandung bahagia, melangkah menuju ruangan VVIP.
...**,*...
Elea yang menyadarkan punggung belakangnya di sofa empuk, dengan minuman tanpa alkohol di atas meja terlihat terkesiap di saat beberapa pria seusianya memasuki ruangan. Bukan karena semua terlihat tampan, akan tetapi di antara 8 pria remaja. Ada 1 orang yang Elea kenali, di saat mata lelaki itu terangkat.
Kedua matanya terbelalak melihat siapa yang duduk di depan sana menatap ke arahnya dengan wajah tegang, dua detik kemudian menyungging senyum.
"Inilah orang-orang yang sekiranya pas untuk Lady Elea inginkan," tutur Joseph dengan ekspresi dan nada suara yang ramah.
Elea sontak saja bangkit, mengitari kedelapan pria. Lalu berhenti tepat di depan lelaki berparas tampan dengan kedua sisi rahang yang tegas, jari telunjuk Elea menunjuk ke arahnya.
"Gue mau yang ini, yang lain silakan keluar aja. Dan yang nggak kepilih pun, duitnya akan gue transfer," ujar Elea bak bos besar.
"Oh, satu doang?" tanya Joseph syok.
Kepala Elea mengangguk, ia menggerakkan tangannya memberikan kode untuk Joseph pun ikut meninggalkan ruangan. Pintu ruangan ditutup, Elea tertawa keras. Sementara remaja lelaki itu menatap tajam ke arah Elea, gadis sialan yang kejam di sekolah malah ada di tempat terkutuk itu.
"Eh, mau kemana?" Elea menghentikan tawanya lantaran pria itu mengayunkan langkah kakinya.
"Gue nggak butuh duit lo," ujarnya sebelum kembali mengayunkan langkah kaki yang sempat tertunda.
"Yakin? Gue bisa kasih berapa pun yang lo, loh." Elea menaikan intonasi nada suaranya.
Sayangnya pemuda itu tetap melangkah meninggalkan ruangan VVIP, Elea mengulas senyum menyeringai.
"Cowo sangar, kulkas dua pintu itu ternyata..., hm. Menarik banget, gimana kalo si Rania tau. Dia bakalan terkejut apa langsung mokat?" Elea rasa ia kembali bersemangat.
,
semangat 💪💪💪