Angelo, yang selalu menyangkal kehamilannya, melarikan diri setelah mengetahui bahwa ia mengandung anak Maximilliam, hasil hubungan semalam mereka. Ia mencari tempat persembunyian terpencil, berharap dapat menghilang dan menghindari konsekuensi dari tindakannya. Kehamilan yang tak diinginkan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, memaksanya untuk menghadapi kenyataan pahit dan melarikan diri dari masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pregnant?
"Huek..." Angelo menekan dadanya, sebuah gerakan refleks untuk meredakan mual yang tiba-tiba menyerangnya setelah pulang dari kuburan orang tuanya. Udara terasa pengap, seakan-akan beban berat menindih dadanya. Matanya sedikit sayu, bayangan makam kedua orang tuanya masih jelas terpatri di benaknya.
"Kau baik-baik saja, Angelo?" tanya Cyne, suaranya lembut namun penuh kekhawatiran. Ia menuruni tangga dengan langkah hati-hati, George mengikuti di belakangnya, raut wajahnya mencerminkan ketegangan.
Angelo mengangguk, berusaha tersenyum meskipun raut wajahnya pucat pasi. "Aku baik-baik saja... Huek..." Namun, ucapannya terputus oleh gelombang mual yang lebih kuat. Kali ini, ia benar-benar kehilangan keseimbangan. Wajahnya memutih, keringat dingin membasahi pelipisnya. Dengan langkah tertatih-tatih, ia berlari menuju kamar mandi di lantai bawah.
Cyne, dengan wajah yang dipenuhi kepanikan, langsung menyusul Angelo. George, dengan sigap, menjaga langkah Cyne agar tetap aman. Tangannya siap menopang Cyne setiap saat, melindungi kandungan wanita itu yang masih rawan. Kecemasan terlihat jelas di mata George, ia takut terjadi sesuatu pada Cyne.
"Huek... huek..." Hanya suara mual yang keluar dari mulut Angelo, diikuti cairan bening yang mengalir dari bibirnya. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi dahinya. Ia terlihat sangat menderita.
Angelo membilas mulutnya yang terasa sangat asam, mencoba membersihkan sisa-sisa muntahan. Cyne, yang berada di luar kamar mandi, dengan hati-hati membuka pintu. Di sana, ia melihat Angelo berdiri di depan wastafel, tubuhnya gemetar. Rambutnya yang biasanya rapi kini sedikit kusut, menambah kesan lelah dan tak berdaya pada dirinya.
"Angelo, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara lembut, kecemasan terpancar jelas dari sorot matanya.
Angelo hanya mengangguk lemah, sebuah gerakan yang terlihat dipaksakan. Namun, sebelum Cyne sempat merasa lega, Angelo merasakan kepalanya berputar hebat. Pandangannya mulai kabur, dunia di sekitarnya berputar-putar. Kegelapan perlahan-lahan menyelimuti indranya.
Bruk!
Tubuh Angelo ambruk ke lantai tanpa suara. Keheningan sesaat, kemudian teriakan panik Cyne memecah kesunyian. "Angelo!!" suaranya penuh kepanikan, mencerminkan rasa takut dan khawatir yang mendalam. Angelo tergeletak tak sadarkan diri di lantai kamar mandi yang dingin dan lembab.
Kepanikan memenuhi wajah Cyne dan George saat mereka menghampiri Angelo yang terkulai lemas, tak sadarkan diri. Wajah Angelo pucat pasi, bibirnya membiru, menambah rasa cemas yang menggelayut di hati mereka.
"George, bawa dia ke kamar," perintah Cyne, suaranya bergetar menahan kepanikan. Air mata mengancam untuk jatuh dari pelupuk matanya.
George mengangguk, dengan hati-hati ia membopong tubuh Angelo yang terasa sangat ringan dan lemas. Langkahnya tergesa, namun tetap berusaha lembut agar tidak menambah penderitaan Angelo.
Di luar kamar mandi, Jacob baru saja kembali setelah memeriksa anak buahnya. Pria itu tampak terkejut, langkahnya terhenti saat melihat Angelo dalam gendongan George, wajahnya pucat pasi dan tak berdaya. Tatapan Jacob dipenuhi kekhawatiran dan rasa terkejut yang mendalam.
"Angelo... apa yang terjadi padanya, Cyne?" tanyanya, suaranya terdengar cemas. Ia begitu khawatir dengan keponakannya yang tercinta. Jacob mengenal Angelo sebagai sosok yang kuat dan sehat, melihatnya dalam keadaan seperti ini sungguh membuatnya terkejut dan takut.
Cyne menggeleng, air matanya mulai menetes. "Aku tidak tahu, tapi dia tiba-tiba pingsan. Jacob, segera hubungi dokter! Kita harus segera memeriksa keadaan Angelo." Suaranya dipenuhi kepanikan dan desakan untuk segera mendapatkan pertolongan.
Jacob buru-buru mengeluarkan ponselnya, jari-jarinya gemetar saat ia menghubungi dokter pribadi keluarga. Ia mengikuti George dan Cyne yang membawa Angelo ke kamar Angelo, langkahnya tergesa-gesa, mencerminkan kepanikan yang sama.
"Dokter, segera datang ke rumah utama! Angelo pingsan!" suaranya panik, nada perintah yang tegas terdengar jelas di balik rasa khawatirnya. Perintah darurat itu membuat dokter dan perawat yang berada di paviliun belakang bergegas menuju rumah utama. Mereka berlari kecil, wajah mereka tampak serius dan tegang.
Begitu dokter dan perawat tiba, Jacob langsung mengarahkan mereka pada Angelo yang terbaring lemah di tempat tidur. Kepanikan masih terlihat jelas di wajahnya, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Lakukanlah dengan baik, jangan ada kesalahan!" suaranya sedikit meninggi, menunjukkan betapa cemasnya ia akan kondisi keponakannya. Meskipun panik, ia masih sempat mengeluarkan ancaman halus pada dokter.
"Baik, Tuan," jawab dokter dengan tenang, mencoba meredakan ketegangan. Ia segera memulai pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh.
Cyne dan George duduk di sofa, menunggu dengan cemas. Mereka saling berpegangan tangan, mencari kekuatan satu sama lain di tengah situasi mencekam tersebut. Tatapan mereka tertuju pada dokter yang tengah memeriksa Angelo, do'a-do'a terucap dalam hati mereka. Suasana kamar terasa hening, hanya diiringi suara alat medis dan desiran nafas yang tertahan.
Dokter menyelesaikan pemeriksaannya. Namun, seketika itu juga, sebuah ekspresi ketakutan terpancar jelas di wajahnya. Wajahnya memutih, keningnya berkerut, dan matanya melebar seolah melihat sesuatu yang sangat mengejutkan.
Jacob, yang jeli mengamati perubahan ekspresi dokter, mengerutkan keningnya. Matanya menyipit, menunjukkan kekhawatiran dan sedikit kecurigaan. "Apakah kau sudah mengetahui penyakit adikku?" tanyanya, suaranya terdengar tajam, menuntut jawaban yang jelas. Dokter itu menelan ludah dengan susah payah, jari-jarinya gemetar.
Dokter itu menunduk hormat, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menyampaikan kabar tersebut. "Nona muda... tengah mengandung, Tuan," katanya pelan, suaranya terdengar sedikit gemetar. Ia menatap Jacob dengan tatapan yang sulit diartikan, campuran antara rasa takut dan simpati.
"Mengandung?" Jacob mengulang kata-kata dokter itu, suaranya terdengar tak percaya. Ia terdiam sesaat, otaknya berusaha mencerna informasi yang baru saja diterimanya. Ekspresinya sulit diartikan, antara terkejut, tak percaya, dan mungkin sedikit bingung.
Berbeda dengan Jacob, Cyne menunjukkan reaksi yang jauh lebih bahagia. Senyum lega terkembang di bibirnya, mencerminkan kebahagiaan yang tak terkira. "Kan, apa aku bilang? Dia hamil," ujarnya, suaranya penuh kegembiraan. Matanya berbinar-binar, menunjukkan rasa syukur dan kebahagiaan yang begitu besar.
. . .
Jacob, Cyne, dan George masih berada di kamar Angelo, menunggui wanita itu hingga siuman. Udara di ruangan terasa sesak, hanya diselingi oleh detak jam dinding yang berdetak nyaring. Aroma obat-obatan samar tercium di udara.
"Eungh..." Angelo mengerang, perlahan membuka matanya. Kepalanya terasa berdenyut hebat, pandangannya masih kabur. Ia memegangi kepalanya, jari-jarinya terulur dengan lemah.
Jacob segera menghampiri Angelo, raut wajahnya dipenuhi kekhawatiran. "Jangan langsung bangun, Angelo. Tiduran saja dulu," ujarnya dengan suara lembut, tangannya dengan hati-hati menyentuh lengan Angelo. Sentuhannya ringan, penuh perhatian.
Setelah mendapat ceramah panjang lebar dari Cyne—yang diselingi sesekali teguran tajam dari George—Jacob akhirnya mengalah. Ia memutuskan untuk tidak memaksa Angelo menggugurkan kandungannya, dan menerima apapun pilihan Angelo untuk masa depan wanita itu. Keputusan itu terlihat jelas dari sorot mata Jacob yang kini lebih tenang, meski masih tampak sedikit ragu.
"Ah, kepalaku sangat sakit," keluh Angelo, suaranya masih lemah dan sedikit serak. Dahi Angelo berkeringat tipis.
Cyne menghampiri Angelo dengan senyum simpul yang manis, namun tetap terlihat sedikit khawatir. "Benarkan apa yang kubilang? Kau hamil," ucapnya pelan, matanya menatap Angelo dengan penuh kasih sayang.
George dan Jacob langsung melotot ke arah Cyne. "Cyne! Ini bukan waktunya!" bisik George, wajahnya memerah menahan amarah. Jacob mengangguk setuju, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksetujuannya yang sama. Ketegangan memenuhi ruangan, hanya suara nafas mereka yang terdengar.
tmbh lg trauma msa lalu,pst bkin dia mkin down....mga aja max bsa bkin dia lbh smngt.....
lgian,udh ada ank sndri knp mlah adopsi????sukur2 kl ga iri pas udh dwsa,kl iri kn mlah bhya....
jgn blng kl goerge d jbak skretarisnya pke ssuatu,trs dia tau dn nyri istrinya????
tp mmdingn gt sih,drpd jd skandal....
kl angelo nkah sm max,brrti janet jd adik ipar....tp kn janet bkln nkah sm jacob,pdhl jacob pmannya angelo....
🤔🤔🤔
ppet trs smp angelo brsdia buat nkah sm max.....
janet bbo bareng sm jacob...enth bgaimna smp mreka bs brsma,mngkn krna trbwa suasana....
jgn2 janet bno bareng sm jacob?????