Entah karakter di dalam ceritamu itu elf, ratu ras lain, ataupun roh yang kehilangan tubuhnya, semua itu tidaklah penting. Hal yang terpenting adalah, jika pembaca tidak dapat merasakan simpati akan karakter ceritamu, maka mereka tidak akan bisa terlarut dalam cerita.
Entah menurutmu, dirimu sendiri itu adalah penulis yang ceritanya digerakkan oleh alur cerita (plot-driven), pandangan dunia (world building-driven) ataupun karakter (character-driven), tapi kenyataannya adalah, karakter adalah unsur yang membuat pembaca merasa semakin hidup akan cerita. Aku sering menemukan, saat karakter dalam novel fantasi tidak dapat dipercayai orang-orang, dunia yang indah dan alur yang menarik sama saja sia-sia. Tampak jelas, bahwa pembaca tahu penyihir, peri dan manusia serigala bukanlah sesuatu yang nyata, tapi mereka perlu merasa akan nyatanya karakter-karakter dalam ceritamu.
Simpati Karakter:
Saat menulis karakter dalam novel, kamu perlu mencari tahu alasan mengapa pembaca akan jatuh cinta terhadap cerita tersebut. Tanpa pikir banyak, orang-orang memang mudah tertarik akan sesuatu yang mirip dengannya, entah betapa tidak realistis karakter yang kamu tulis, mereka pun memerlukan semacam kepribadian nyata yang sama. Singkat kata, pembaca memerlukan karakter yang mampu membuatnya bersimpati dan merasakan emosi yang kuat. Tentunya, mereka tidak dapat selalu terbang atau memakai tongkat sihir, atau lagi memakai sihir, namun mereka dapat menemukan diri mereka sendiri dari karakter-karakter dalam novel fantasi tersebut. Mereka juga dapat merasakan rasa khawatir, yakin, bahagia dan senang di kehidupan sehari-hari. Perasaan familiar ini lah yang membuat mereka terus mendukung mereka dari awal hingga akhir.
