NovelToon NovelToon
Terjerat Pesona Ustadz Tampan

Terjerat Pesona Ustadz Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Aliansi Pernikahan / Anak Kembar / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba, dari balik kerumunan jemaah masjid yang baru saja menyimak tausiyah dzuhur, muncullah seorang gadis berwajah bening dengan sorot mata sekuat badai.

Di hadapan ratusan pasang mata, ia berdiri tepat di depan sang ustadz muda yang dikenal seantero negeri karena ceramahnya yang menyentuh hati.

"Aku ingin menikah denganmu, Ustadz Yassir," ucap Zamara Nurayn Altun, dokter magang berusia dua puluh satu tahun, anak dari keluarga terpandang berdarah Turki-Indonesia.

Seluruh dunia seakan berhenti sejenak. Para jemaah terdiam. Para santri tertegun. Dan sang ustadz hanya terpaku, tak sanggup berkata-kata. Bagaimana bisa, seorang gadis yang tak pernah ia kenal, datang tiba-tiba dengan keyakinan setegas itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 10

Suasana rumah sakit menjelang magrib masih cukup sibuk. Beberapa perawat lalu-lalang, suara sepatu berdecit pelan di lantai licin.

Di ujung lorong, seorang pria dengan kemeja biru laut yang disetrika rapi dan celana kain abu gelap berdiri sambil menggenggam buket besar berisi mawar merah, putih, ungu, dan pink.

Gaya penampilannya malam itu cukup beda dari biasanya. Lebih rapi, sedikit modis, dan wangi parfumnya samar tercium.

"Mas Yassir, ya?" sapa salah satu perawat yang lewat sambil tersenyum ramah.

"Iya. Zamara masih di dalam?" tanyanya, nada suaranya pelan tapi jelas.

"Baru selesai kayaknya udah mau keluar," jawab si perawat sebelum melanjutkan jalannya.

Tak lama, pintu berlabel “Ruang Tindakan” terbuka. Seorang perempuan berhijab putih keluar dengan masker tergantung di lehernya. Wajahnya tampak lelah, namun sorot matanya tetap tajam. Kedua tangannya masih bersarung tangan steril yang belum sempat dilepas.

“Subhanallah… calon ibu rumah tangga paling sibuk sejagat raya,” seru Yassir sambil mengangkat buket bunganya tinggi-tinggi.

Zamara tertegun, tak langsung menyahut. Langkahnya tertahan beberapa meter dari tempat pria itu berdiri.

“Kamu ngapain ke sini?” tanyanya lirih, suaranya agak serak.

“Mau bilang terima kasih karena kamu lebih memilih nyelametin orang lain daripada dandan menjelang akad,” ujarnya tenang sambil menyodorkan bunga itu.

“Kamu serius?” gumam Zamara sambil melirik buket tersebut.

“Kalau nggak serius, saya nggak mungkin dandan begini,” ucapnya sambil melirik celana yang baru dijahit kemarin sore.

Dua perawat yang berdiri di dekat nurse station mulai saling lirik.

“Gaya ustadnya beda malam ini,” bisik salah satunya.

“Romantis banget, asli,” sambung yang lain sambil cekikikan.

Zamara menghela napas. Tangannya gemetar saat menerima bunga dari lelaki di hadapannya. Bau harum mawar tercampur dengan aroma disinfektan yang menempel di bajunya.

“Ini pertama kali aku dikasih beginian,” katanya pelan.

“Semoga bukan terakhir,” sahut Yassir cepat.

“Kamu tahu aku belum mandi dari pagi kan?” celetuk Zamara, mencoba mengalihkan perhatian.

“Justru itu. Kamu tetap cantik, meski bau ruang operasi,” jawabnya tanpa ragu.

“Astagfirullah, kamu ustad, ya?” sindir Zamara sambil menutup wajahnya dengan bunga.

“Saya ustad, bukan patung. Saya masih manusia,” imbuhnya sambil tertawa pelan.

Beberapa perawat langsung bersorak pelan dari kejauhan. Salah satunya bahkan bertepuk tangan kecil.

“Sumpah, cowok begitu nggak ada dua,” ucap seorang perawat sambil memegangi dada.

Zamara menunduk. Wajahnya mulai merah padam. Tangannya masih memegang buket sambil terus menatap pria yang akan menikahinya esok hari.

“Kalau kamu yakin, kita lanjut,” katanya lirih.

“Saya bukan cuma yakin. Saya siap jadi penunggu kamu di ruang jaga kalau perlu,” ucapnya sambil melipat tangan di dada.

Dan di tengah lorong panjang beraroma alkohol itu, cinta tumbuh bukan lewat gombal, tapi lewat kesungguhan yang diam-diam menjalar ke dalam dada.

Usai berbincang sambil tertawa kecil di lorong rumah sakit, Yassir menoleh ke arah jam digital di dinding. Jarum menunjukkan pukul 18.23. Suasana mulai sepi, sebagian lampu ruangan sudah diredupkan.

“Mau saya ajak makan, boleh?” ucapnya pelan sambil melirik calon istrinya yang masih menggenggam buket mawar.

Zamara mengerjap, sedikit terkejut.

“Sekarang?” tanyanya.

“Kenapa? Nggak boleh?” goda Yassir sambil menyandarkan punggung ke dinding.

“Aku belum ganti baju. Belum mandi juga,” ujarnya jujur sambil melirik seragam hijau yang sedikit kusut.

“Justru itu. Biar saya ajak ke tempat yang nggak peduli kamu bau darah atau bau kopi,” katanya sambil tertawa kecil.

Zamara akhirnya ikut tersenyum. Baru saja ia hendak melepas masker yang masih menggantung, pintu ruang IGD mendadak terbuka. Suara roda brankar terdengar keras. Teriakan perawat menggelegar.

“Pasien kecelakaan! Luka terbuka di bagian kepala, tekanan turun, butuh tindakan cepat!” seru seorang suster yang berlari ke arah lorong.

Zamara refleks menoleh. Tubuhnya langsung tegak. Tatapannya berubah serius dalam hitungan detik.

“Panggil dr. Zamara! Dia masih di sini!” teriak perawat lain sambil menunjuk ke arah mereka berdua.

“Zam, kamu...”

Belum sempat Yassir menyelesaikan ucapannya, Zamara sudah melepas bunga, menaruhnya di kursi tunggu, lalu mengancing kembali jas bedahnya.

“Maaf, ditunda dulu ya, kita belum jodoh makan malam kayaknya,” ucapnya buru-buru sambil mengenakan masker dan sarung tangan baru.

“Jangan pikirin saya, tolong yang lebih butuh,” kata Yassir cepat sambil mengangguk.

Zamara berlari kecil mengikuti brankar masuk ke ruang tindakan. Suasana mendadak gaduh, aroma darah mulai menusuk hidung, dan suara monitor menyala satu per satu.

Yassir berdiri sendirian di lorong. Matanya menatap buket yang tergeletak rapi di bangku besi.

Pelan-pelan ia duduk, menunduk, lalu berkata pelan pada dirinya sendiri,

“Saya rela kamu nggak jadi makan malam sama saya asal kamu tetap jadi penyelamat buat orang lain.”

Tiga jam berlalu. Jam dinding di ruang tunggu menunjukkan pukul 21.17. Lampu lorong mulai diredupkan, sebagian ruangan sudah ditutup tirainya. Suasana rumah sakit lengang. Hanya suara sepatu sesekali terdengar, selebihnya sunyi.

Ustad Yassir masih duduk di kursi besi, posisi tubuhnya sedikit condong ke depan, tangan menopang dagu, buket mawar yang tadi dibawa kini tergolek di pangkuannya. Beberapa kali ia mengecek ponsel, tak ada pesan masuk. Ia menatap pintu ruang tindakan dengan sabar.

“Mas Yassir, masih di sini?” tanya seorang perawat yang baru keluar membawa map rekam medis.

“Iya, saya nunggu Zamara,” sahutnya cepat.

“Operasinya cukup lama, kecelakaannya parah. Tapi insyaAllah dokter Zamara tangguh,” katanya sambil tersenyum.

“Saya tahu. Makanya saya nggak pulang,” jawab Yassir singkat.

Perawat itu berlalu. Yassir kembali terdiam. Pandangannya tak lepas dari pintu ruang operasi. Beberapa kali ia menghela napas, lalu berdzikir pelan.

Tak lama, pintu itu terbuka. Zamara keluar dalam kondisi masih mengenakan APD, wajahnya letih, pelipisnya basah oleh keringat. Langkahnya sedikit lemas, namun senyumnya tetap muncul saat melihat pria yang tak beranjak sedari tadi.

“Kamu belum pulang?” tanyanya sambil mencopot sarung tangan satu per satu.

“Belum. Saya tunggu kamu,” jawab Yassir tanpa berpaling.

“Kamu bisa aja tidur dulu di rumah,” katanya pelan.

“Kalau saya pulang, siapa yang nyambut kamu pas keluar ruang operasi?” ucapnya datar tapi hangat.

Zamara mendekat, duduk di sampingnya. Ia menurunkan masker lalu menarik napas panjang.

“Tadi pasiennya gawat. Darah banyak banget. Tapi Alhamdulillah, kondisi stabil setelah dijahit bagian kepala dan perutnya,” jelasnya dengan suara serak.

“Hebat,” gumam Yassir sambil memandangi wajahnya.

“Hebat apanya? Mukaku udah kayak zombie,” sindir Zamara sambil menahan tawa.

“Zombie pun bisa saya nikahin besok pagi,” ucapnya mantap.

Zamara menunduk. Bibirnya mengulas senyum tipis.

“Kamu serius nunggu sampai segini malam?”

“Saya mau belajar sabar. Soalnya besok akan hidup sama perempuan yang waktunya nggak pernah bisa ditebak,” imbuhnya.

“Kalau aku tiba-tiba dioperasi malam pertama gimana?” goda Zamara.

“Saya bisa khatamin Al-Baqarah sambil nungguin di luar ruang tindakan,” jawabnya santai.

Zamara tertawa kecil. Ia bersandar pelan ke bahu calon suaminya.

“Maaf ya. Rencana makan malamnya batal,” bisiknya.

“Rencana kita bukan soal makan malam. Tapi hidup bareng di dunia dan akhirat,” jawab Yassir sambil melirik sekilas.

Dan malam itu, tanpa lilin, tanpa restoran mewah, cinta mereka justru tumbuh lewat kesabaran dan keikhlasan yang hadir tanpa dipaksa.

“Kamu tunggu aku sebentar mau ke depan, kamu boleh istirahat sebentar,” pintanya Ustadz Yassir.

Zamara hanya mengangguk kecil sambil tersenyum simpul melepas kepergian calon suaminya.

Tak lama kemudian, ia kembali membawa dua kantong kertas bertuliskan nama restoran cepat saji.

“Aku nggak bisa ajak kamu makan di tempat bagus malam ini. Jadi aku bawa makanannya ke sini,” ujarnya sambil meletakkan kantong itu di meja kecil dekat kursi tunggu.

Zamara melirik kantong makanan, lalu menatap Yassir.

“Kamu pesen makanan?” tanyanya.

“Grab Food. Menunya nasi ayam sambal matah dan es teh,” jawabnya tenang.

Zamara tersenyum kecil.

“Kamu hafal makanan favoritku?” gumamnya.

“Kalau nggak hafal sekarang, nanti keliru terus setelah nikah,” ucapnya sambil duduk lagi, kali ini memberi jarak satu bangku darinya.

Zamara ikut duduk. Tangannya mengambil satu bungkus nasi dari kantong, lalu membuka pelan.

“Kamu masih jaga jarak?” tanyanya sambil memandang celah kosong di antara mereka.

“Bukan takut dosa. Cuma mau jaga diri. Kita udah deket, tapi belum halal,” katanya tenang sambil menyeruput es tehnya perlahan.

Zamara mengangguk.

“Padahal tadi kamu sempat aku pegang waktu hampir pingsan keluar ruang tindakan,” ucapnya menggoda.

“Itu keadaan darurat. Bukan sengaja,” jawabnya singkat sambil mengunyah.

“Aku suka cara kamu menjaga semuanya tetap di batas yang aman,” ujar Zamara sambil membuka sendok plastik.

“Karena kamu bukan perempuan sembarangan. Kalau aku mau kamu hormati, aku juga harus mulai dari diri sendiri,” imbuhnya.

Mereka makan tanpa banyak suara. Hanya suara bungkus kresek dan gelegak es batu dalam gelas plastik yang terdengar. Tapi suasana terasa penuh makna. Tak ada sentuhan, tak ada jarak yang dilanggar, namun kehangatan menjalar sampai ke dalam hati.

“Aku pikir kamu udah pulang karena kesal rencana batal,” kata Zamara pelan.

“Saya bukan nunggu waktu. Saya nunggu orangnya,” jawab Yassir mantap.

Zamara hanya mengangguk. Matanya memandang pria di sampingnya, lalu berbisik lirih dalam hati, “Kalau beginilah sabarnya kamu sekarang, semoga aku cukup kuat jadi istrimu nanti.”

Meski hanya makan nasi bungkus di lorong rumah sakit, mereka merasa cukup. Karena cinta bukan soal tempat, tapi tentang siapa yang bersedia bertahan dan menemani.

1
Abel Incess
nangis bombay pagi" Thor 😭😭😭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: nggak tanggung tissu yah kakak 🤣🤭🙏🏻
total 1 replies
Abel Incess
Asli ini sangat menyakitkan 😭😭😭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sabar kak ini ujian 🤣☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Enz99
jangan lama-lama sedihnya Thor.... balikin zamara nya y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Mami Pihri An Nur
Wooowww,, perempuan egois, menantang bpknya sndri masalh keturunan, tp dia sndri yg utamakn keturunan laki2 buat penerus trs ditingglkn ank ceweknya,, aku kecewa thour di tengh crtanya ko gini, dikira Setelah punya ank akn bhgia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: masih panjang kak ceritanya 🤭😂
total 1 replies
Isma Isma
apa zamara punya penyakit bikin penasaran
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: tungguin selanjutnya
total 1 replies
Abel Incess
apa sih tujuannya Zamara, makin penasaran
Enz99
Alhamdulillah akhirnya zamara pulang buat menyelamatkan ustadz yasir,lanjutkan Thor tpi jangan bikin ustadz yasir amnesia ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak
total 1 replies
darsih
zamara penuh teka teki JD penasaran
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak sudah mampir baca
total 1 replies
darsih
JD penasaran SM zamara penuh teka- teki
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: baca lanjutannya kakak biar kejwab
total 1 replies
Eva Karmita
ada misi apa kamu Zamara...dalam satu Minggu harus bisa menaklukkan ustadz Yassir...??
Semoga saja kamu tidak membuat ustadz Yassir kecewa , kamu harus hati" dgn Aisyah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: rahasia 😂🤣
total 1 replies
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!