NovelToon NovelToon
Ibu Susu Pengganti

Ibu Susu Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Badu saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aju benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara,...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takdir yang luar biasa

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Baru saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aku benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara, tapi aku sudah tak menginginkan mu lagi. Kau sudah tak bisa memenuhi keinginanku lagi." tegas Denis.

"Tapi Mas..."

"Tidak ada tapi-tapian. Keluargaku menginginkan penerus dan Kau... sudah tak bisa melakukannya!" potongnya cepat.

Tiara terdiam. Bibirnya bergetar menahan isak yang semakin keras. Kata-kata itu terasa jauh lebih menyakitkan dari petir yang mengguncang langit di luar sana.

Ia menatap Denis dengan pandangan kosong—antara tidak percaya dan hancur berkeping-keping.

"Jadi... semua ini karena aku tidak bisa memberikanmu anak lagi?" suaranya parau, hampir tak terdengar.

Denis memalingkan wajah, enggan menatap perempuan yang dulu ia perjuangkan habis-habisan.

"Aku sudah lelah, Tiara. Aku ingin hidup normal, punya keluarga lengkap, punya anak yang memanggilku ayah setiap pagi." ungkap Denis.

"Mas... jangan bilang begitu. Kita bisa cari jalan lain, kan? Kita bisa adopsi... atau..." sahut Tiara terisak keras,memeluk lutut pria itu dengan gemetar.

"Sudah cukup!" bentak Denis, membuat Tiara tersentak dan menjauh.

"Aku sudah memutuskan. Besok aku akan ajukan gugatan cerai." sambungnya mantap.

Langit di luar bergemuruh, hujan turun deras seolah ikut menangis bersamanya. Tiara menatap lelaki yang dulu ia cintai dengan segenap jiwa lelaki yang kini berubah menjadi sosok asing yang dingin dan kejam.

"Mas, dulu kau bilang akan mencintaiku sampai maut memisahkan kita," lirih Tiara, suaranya nyaris tenggelam oleh suara hujan.

Denis terdiam sejenak, lalu menatapnya dengan sorot mata kosong.

"Mungkin maut itu bukan kematian, Tiara. Mungkin... maut itu adalah saat cinta benar-benar mati." ucapnya dingin.

Dan malam itu, di tengah hujan dan petir yang tak berhenti, Tiara tahu kehangatan rumahnya telah sirna untuk selamanya. Kini Tiada lagi yang tersisa. Tiara langsung melepas pegangannya,tubuhnya terasa lemas.

Tiara terduduk di lantai, tubuhnya gemetar hebat. Pandangannya kosong menatap lantai yang mulai basah oleh air matanya sendiri. Kata-kata Denis terus terngiang di kepalanya, memukul keras kesadarannya yang mulai retak.

Cinta yang selama ini ia rawat dengan doa, pengorbanan, dan air mata, kini terhempas begitu saja tanpa sisa. Ia mendengar langkah Denis menjauh, kemudian suara pintu terbanting keras.

BRUK!

Hening. Yang tersisa hanya suara hujan deras di luar jendela dan suara sesenggukan yang makin dalam. Tangannya bergetar saat menyentuh lantai dingin.

"Aku… sudah tidak berarti lagi," bisiknya lirih.

Ia menatap foto di atas meja ruang tamu, foto pernikahannya dengan Denis enam tahun lalu. Senyumnya di sana terlihat tulus, matanya penuh harapan. Kini, senyum itu hanya menjadi pengingat pahit tentang betapa rapuhnya kebahagiaan.

Dengan langkah gontai, Tiara berdiri, mendekati foto itu. Ia menyentuh bingkainya perlahan, sebelum akhirnya menjatuhkan foto itu ke lantai. Kaca pecah, memantulkan wajahnya yang penuh luka dan air mata.

"Kalau cinta memang harus mati… kenapa aku masih hidup untuk merasakannya?" ucapnya lirih, suaranya bergetar di antara isak.

Di luar, petir kembali menyambar. Angin berhembus kencang, seolah ingin menyingkap tirai kelam dari hidupnya. Tapi Tiara tahu, malam itu adalah awal dari kehancuran. Dan entah bagaimana, jauh di dalam hatinya yang paling dalam, sebuah bisikan kecil muncul... bukan tentang menyerah, tapi tentang mencari arti hidup setelah kehilangan segalanya.

Keesokan hari nya, Tiara membuka matanya perlahan. Ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Ia menatap ke sekeliling kamar. Tidak ada yang berubah. Namun tatapan itu berhenti saat ia menatap tempat biasa putranya selalu berbaring. Air matanya mengalir tanpa menunggu perintah.Menetes begitu saja bersama luka hatinya.

"Tiara!"

Seketika ia menoleh mendengar teriakan yang memanggilnya.

"Mama..." sahutnya lirih.

Nancy mendekat,namun tatapannya menyala. Ia mendekat kepada Tiara yang kini tengah berdiri menatapnya.

"Denis sudah menceraikan mu. Dan aku minta kau keluar dari rumah ini!" ucap Nancy ketus.

Tiara terpaku. Tubuhnya membeku di tempat, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia menatap Nancy, wanita paruh baya yang dulu memeluknya dengan hangat di hari pernikahannya, tapi kini tatapannya tajam seperti pisau yang siap mengiris hatinya.

"Mma... apa maksud Mama?" suara Tiara bergetar.

Nancy menyilangkan tangan di dada, napasnya berat menahan amarah. .

"Kau sudah bukan bagian dari keluarga ini lagi! Denis sudah memutuskan. Jadi, tak ada alasan bagimu untuk tetap di sini!"

"Mama, tolong jangan seperti ini..." Tiara mendekat dengan langkah pelan, air matanya mulai menetes. "

"Aku tidak punya tempat lain untuk pergi..."

"Itu bukan urusanku lagi. Kau sudah tak bisa memberikan kami penerus dan jika Denis terus bersamamu maka kau akan menghancurkan masa depannya."

"Ma, itu bukan kesalahanku. Mama tahu kan jika kehamilanku dulu bermasalah? Aku sudah berusaha tapi Tuhan berkehendak lain."

Nancy terdiam sesaat. Semua yang dikatakan Tiara benar. Seharusnya Tiara tidak mengandung bayi itu. Tapi karena kegigihan dan keinginan suami dan mertuanya Tiara melawan ucapan dokter yang melarangnya untuk mempertahankan bayi dalam kandungannya hingga akhirnya ia harus mengangkat rahimnya saat bayi itu dilahirkan.

Namun setelah bayi itu lahir, bukannya ia tumbuh sehat malah ia harus terus dirawat dirumah sakit hingga akhirnya dokter menyatakan jika bayinya meninggal dunia.

"Jadi kau juga menyalahkan ku, begitu? Kau seharusnya malu. Kau tinggal dan menikmati semua fasilitas di rumah ini tanpa membayar sepeser pun. Kau seharusnya tahu diri."

Jantung Tiara berdenyut. Ternyata pengorbanannya selama ini untuk suami dan mertuanya tidak ada harganya. Tiara perlahan mendekati Nancy.

"Baiklah Ma, aku akan pergi dari rumah ini. Tapi, untuk semua yang kalian lakukan padaku, aku tidak akan pernah memaafkannya."

Nancy terdiam sejenak, menatap Tiara dengan sorot mata tajam yang berusaha menutupi rasa bersalah yang sesungguhnya mulai merayap di hatinya. Namun gengsi dan kebencian sudah terlalu menguasai pikirannya. Ia berpaling, menolak menunjukkan kelemahannya.

"Pergi sebelum aku benar-benar berubah pikiran," katanya datar, dingin seperti batu.

Tiara menatap wajah perempuan yang dulu ia panggil Mama dengan tulus, kini berubah menjadi tembok tak berperasaan. Matanya basah, tapi bukan hanya karena air mata di balik pandangan itu, ada luka, ada kehilangan, dan sedikit kebencian yang tumbuh diam-diam.

"Terima kasih, Ma," ucapnya lirih, tapi dengan nada getir.

"Terima kasih karena telah mengajarkanku arti keluarga... yang sebenarnya tak pernah menerimaku sejak awal." sambungnya.

Nancy menggertakkan gigi, tapi memilih diam. Ia menyingkir ke samping, memberi jalan bagi Tiara untuk pergi.

1
Lisa
Denis baru merasakan kehilangan Tiara
Lisa
Galang menghindari Tiara nih
Lisa
Sekarang Denis baru menyesal
Lisa
Pasti Raisa tahu klo Nancy itu mantan mertuanya Tiara
Lisa
Hati Galang mulai lembut dan dapat menerima Tiara dirmhnya..
Lisa
Pasti lama² Galang suka sama Tiara
Lisa
Puji Tuhan Tiara dipertemukan dgn Raisa..ini adl awal yg baik..yg kuat y Tiara..jalani hidupmu dgn penuh harapan..
Lisa
Ceritanya sedih..
Lisa
Aku mampir Kak
sunshine wings
Ceritanya bagus author..
❤️❤️❤️❤️❤️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️
Soraya
ku dh mampir thor lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!