Sinopsis
Jovan, seorang pria muda pewaris perusahaan besar, harus menjalani hidup yang penuh intrik dan bahaya karena persaingan bisnis ayahnya membuat musuh-musuhnya ingin menjatuhkannya. Suatu malam, ketika Jovan dikejar oleh orang-orang suruhan pesaing, ia terluka parah dan berlari tanpa arah hingga terjebak di sebuah gang sempit di pinggiran kota.
Di saat genting itu, hadir Viola, seorang wanita sederhana yang baru pulang dari shift panjangnya bekerja di pabrik garmen. Kehidupannya keras, dibesarkan di panti asuhan sejak kecil tanpa pernah mengenal kasih sayang keluarga kandung. Namun meski hidupnya sulit, Viola tumbuh menjadi sosok kuat, penuh empati, dan berhati lembut.
Melihat Jovan yang berdarah dan terpojok, naluri Viola untuk menolong muncul. Ia membawanya bersembunyi di rumah kontrakan kecilnya yang sederhana. Malam itu menjadi titik balik dua dunia yang sangat berbeda.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 24 Jebakan di Balik Senyuman
Rumah keluarga Adiwangsa malam itu terlihat mewah dan megah. Lampu-lampu kristal menggantung indah, cahaya keemasan berpendar di setiap sudut ruangan. Para tamu berdatangan dengan gaun elegan dan jas rapi—semuanya tersenyum ramah, tapi di balik semua kemewahan itu, ada racun yang tersembunyi.
Maya Adiwangsa berdiri anggun di depan tangga besar dengan gaun hitam elegan, bibirnya melengkung membentuk senyum lembut… senyum palsu penuh siasat. Ia telah menyiapkan semuanya dengan sangat matang.
Malam ini,"gumam Maya pelan kepada asistennya, "akan jadi malam di mana semua orang tahu siapa Viola sebenarnya… dan Jovan tidak akan pernah memilihnya lagi."
Beberapa hari sebelumnya, Maya datang menemui Jovan dengan air mata buatan dan nada suara selembut kapas.
"Jovan… mama salah. Mungkin selama ini mama terlalu keras. Jika kau mencintai gadis itu, mama tidak akan melarang lagi," katanya pura-pura tulus.
Jujur dalam hati Jovan merasa ragu mengapa begitu sangat drastis perubahan yang terjadi hanya selang beberapa hari, penerimaan secara terbuka terhadap Viola sangat-sangat tidak masuk akal, hanya saja Jovan tidak ingin berspekulasi dan mencoba untuk mempercayainya.
"Benarkah, yang Mama ucapkan...?" tanya Jovan tak percaya.
"Tentu saja. Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu… kau, mama, dan rumah ini. Bukankah itu yang kau rindukan?"
Sementara tuan Ardan Adiwangsa memang jarang berada di rumah, bahkan seandainya adapun ia tidak terlalu peduli dengan urusan seperti itu, dalam hidupnya hanya ada bisnis dan bisnis bahkan hari-harinya selalu dihadirkan dalam urusan pekerjaan.
Jovan yang sangat merindukan sosok ibunya akhirnya luluh. Ia mencoba untuk percaya—meski jauh di lubuk hatinya ada rasa ragu. Ia pun menerima undangan sang ibu untuk menghadiri pesta penyambutan kepulangannya dari luar kota bersama Viola.
"Ajak dia datang, Nak. Malam itu akan jadi awal yang baru untuk kita semua, dan Mama akan memperkenalkannya kepada kolega kolega serta teman-teman sosialita mama .."ujar Maya, menyembunyikan tatapan liciknya.
Jovan pun menyetujuinya dan mencoba untuk meyakinkan piala bahwa sang Ibu telah berubah.
Tentu saja Viola merasa senang sekaligus tidak percaya dengan apa yang ia dengar, namun ia tidak ingin Jovan kecewa,dan viola pun berusaha untuk mencoba percaya.
akhirnya dengan perasaan antara percaya dan tidaknya Ia pun mengikuti langkah Jovan yang membawanya pulang.
malam harinya di kediaman Adiwangsa sekarang...
Viola datang dengan gaun sederhana berwarna biru muda yang dipilih sendiri oleh Jovan. Ia gugup, namun Jovan menggenggam tangannya dengan lembut.
"Tenang saja," ujar Jovan sambil tersenyum menenangkan.
"Mama sudah berubah. Tidak akan ada hal buruk malam ini."
"Aku hanya… takut membuatmu malu,"lirih Viola.
"Kamu tidak akan pernah membuatku malu viola...."
Begitu mereka masuk, seluruh ruangan seakan hening sesaat. Para tamu menatap Viola dari ujung rambut hingga ujung kaki. Beberapa wanita sosialita berbisik-bisik, beberapa pria tersenyum sinis. Namun Maya yang berdiri di tangga,menyambut mereka dengan pelukan kecil yang dibuat-buat.
"Selamat datang, Viola," ucap Maya manis. "Senang akhirnya kita bisa akur."
Viola hampir tidak mengenali wanita itu. Wajah Maya tampak begitu ramah… terlalu ramah.
Malam itu berjalan lancar. Musik lembut mengalun, para tamu menari dan bersulang. Namun di balik dapur pesta, seorang pramusaji yang telah disuap Maya menerima sebuah perintah.
"Pastikan minuman itu sampai di tangannya,"bisik Maya dingin.
Sebuah gelas anggur telah dicampur dengan cairan tertentu,bukan racun, melainkan obat yang bisa membuat seseorang kehilangan kendali, pusing, dan terlihat "tidak sopan" di depan publik. Tujuannya jelas mempermalukan Viola di depan semua tamu penting.
Dan tepat pada saat Maya naik ke podium untuk memberikan sambutan, pramusaji itu menyelinap ke arah Viola dan menawarkan gelas tersebut dengan senyum palsu.
"Minuman spesial dari Nyonya Maya, Nona."
Tanpa curiga, Viola menerimanya. Ia menyesap pelan dan dalam beberapa menit, efek mulai bekerja. Pandangannya berputar, kepalanya terasa ringan, tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan.
Ketika semua mata tertuju pada podium tempat Maya berpidato dengan suara elegan, di sudut ruangan,Viola mulai terhuyung-huyung.
Gelas di tangannya hampir jatuh, dan beberapa tamu langsung menatap dengan tatapan sinis.
"Ya Tuhan, lihat gadis itu…"
"Mabuk? Di pesta keluarga Adiwangsa?"
"Dasar murahan…"
Bisikan-bisikan mulai menyebar seperti api. Saat itulah Maya dengan tenang "berpura-pura" terkejut dan berseru.
"Viola?! Apa yang kau lakukan?!"
Sorotan lampu pun beralih kepadanya. Viola yang limbung berusaha menjelaskan.
"A-aku… aku tidak…---"
Tapi suaranya parau dan tubuhnya tak stabil.
Jovan yang awalnya berdiri agak jauh langsung berlari ke arahnya. Ia menangkap tubuh Viola sebelum gadis itu terjatuh di lantai marmer.
Wajahnya menegang, matanya menatap semua orang yang sedang menilai Viola dengan tatapan merendahkan.
"Cukup!" bentak Jovan. Suaranya menggelegar membuat ruangan hening.
"Apa yang kalian lihat?!" teriak Jovan marah.
"Dia bukan orang , seperti apa yang kalian pikirkan!"
Maya berusaha memasang ekspresi sedih.
"Jovan… semua orang melihatnya sendiri. Ibu hanya ingin kau tidak terluka. Lihat, seperti inilah dia—"
"BERHENTI, MA..!! suara Jovan tajam.
"Aku tahu semua ini bukan kebetulan. Aku tidak bodoh."
"Apa ini rencana mama, meminta kami untuk datang kemari..?!"
Maya terdiam. Untuk sesaat, topengnya nyaris retak oleh tatapan tajam putranya.
"Apa maksud kamu nak...? Apa maksud kamu menuduh Mama seperti itu, sebegitu jahat kah Mama di depan matamu..!"ucap Maya masih berpura-pura
"Aku tidak tahu bagaimana caramu melakukannya, tapi mulai detik ini… siapa pun yang mencoba menyakiti Viola, akan berhadapan langsung denganku. Termasuk mama..!"ucap Jovan dengan amarah
Saat itu keadaan Viola benar-benar hilang kendali, tanpa pikir panjang, Jovan meraih tubuh Viola dan menggendongnya ala bridal style, di bawah tatapan Maya dan orang-orang yang menjadi tamu pesta undangan itu
Jovan membawa Viola pergi dari pesta dengan tubuh masih lemas. Para tamu hanya bisa saling berbisik, sementara Maya berdiri diam di tengah ruangan.wajahnya penuh emosi yang sulit ditebak, antara amarah, gengsi, dan rasa kalah untuk sesaat.
Namun ketika semua orang pergi, Maya perlahan menyeringai.
"Kamu menang malam ini, Jovan… tapi permainan ini belum berakhir."
Di tangannya, Maya menggenggam foto Viola dan selembar dokumen rahasia dari masa lalu gadis itu, tentu saja itu semua merupakan senjata barunya untuk meruntuhkan dunia Viola.