Menikah dengan pria yang membuat hidupnya bagai di Surga membuat Ayu benar-benar bucin dan berjanji untuk tidak akan menikah lagi jika suaminya meninggal dunia duluan atau sebaliknya ia tidak akan membiarkan suaminya menikah lagi jika ia yang meninggal duluan. Namun apa boleh di kata kebahagiaannya tak berlangsung lama, Ayu meninggal setelah melahirkan putri pertamanya. Seperti Janjinya ia pun menjadi arwah penasaran untuk menjaga suaminya dari godaan wanita lain. Namun siapa sangka bayi mungilnya masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu membuat ia harus merelakan suaminya untuk menikah lagi dengan adiknya Hera. Awalnya ia tidak keberatan karena ia tahu benar Hera, pribadinya yang sangat baik bagai malaikat membuatnya mengikhlaskannya hingga ia rela melepaskan suami tercintanya. Namun kehadiran seorang wanita tua di rumahnya membuatnya sadar jika Heralah penyebab kematiannya???, lalu bagaimana kelanjutan hubungan Hera dan suami Ayu??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanin sekarat
Hera yang sedang duduk di meja rias, perlahan menoleh. “Kau sudah kelewatan, Ayu...”
Ayu membeku. Matanya membelalak. Hera menatapnya lurus. Tak ada lagi topeng kepura-puraan.
"Kamu kelewatan kenapa sih kamu harus mati muda, meninggalkan Rei yang belum bisa apa-apa, kasian kan Mas Adi kamu tinggal pas lagi sayang-sayangnya!" gerutu Hera sambil menatap foto Ayu
Seketika Ayu menghela nafas
"Ya ampun, ku kira beneran dia bisa liat gue, ternyata aku salah!" Ayu pun segera menarik tubuhnya dan meninggalkan kamar Hera.
Sementara itu Hera tersenyum sinis melihat kepergian Ayu.
Malam itu hujan turun deras. Langit mendung seakan menutup bulan, membuat rumah Adi terasa lebih dingin dari biasanya. Angin menderu lewat celah-celah jendela, menimbulkan suara siulan panjang seperti erangan. Reina sudah terlelap, wajahnya damai di bawah selimut tebal. Adi masih di ruang kerja, menyelesaikan laporan kantor, sementara Hera duduk di sofa dengan wajah serius menatap layar ponselnya.
Ayu, yang sekarang lebih lihai melayang tanpa nyangkut pintu, memperhatikan gerak-gerik Hera.
"Nyai apa besok bisa datang ke rumah, aku ingin melakukan ritual di rumah saja, aku ingin semuanya selesai besok, kalau Semuanya berjalan lancar sesuai rencana ku, aku akan membayar dua kali lipat?"
"Oh iya, kalau bisa jangan berpenampilan mencolok, aku tidak mau seorang pun tahu identitas Nyai?"
Ayu terperangah. Rencana apa? Jangan sampai seorang pun tahu? Jantungnya terasa berdebar kencang. Ia berusaha mendekat lebih dekat, menempelkan telinganya ke arah ponsel Hera. Tapi seperti biasa, malapetaka konyol menimpanya. Ia tak sengaja melayang terlalu cepat hingga wajahnya menembus layar ponsel Hera.
“Astaga!” Ayu menjerit kaget sendiri, lalu buru-buru mundur.
Hera spontan menoleh. “Siapa di sana?” Matanya tajam menatap ke sekeliling.
Ayu menutup mulut. Untung ia hantu yang tak mungkin terlihat. Tapi entah kenapa tatapan Hera terasa menusuk, seperti ia bisa merasakan keberadaan Ayu.
Keesokan harinya, Hanin yang merasa kondisinya sudah membaik setelah ustadz Aziz mengobatinya, berpamitan pulang. Namun wajah sahabat setia Ayu itu tampak muram. Ia duduk di teras, menunggu Adi pulang. Hera pun duduk di samping nya “Kamu mau aku pesenin taxi online atau nunggu di jemput ayah kamu??" tanya Hera
"Aku nunggu Adi pulang dulu, ada yang aku ingin sampaikan padanya," sahut Hanin
"Ok, tapi Mas Adi pulang malam loh?"
Hanin tersenyum kaku, “ Iya gak papa, lagipula aku cuma sebentar kok, aku gak bisa nunda lagi, takutnya aku gak ada umur," sahut Hanin
Hera membelalakkan matanya.
"Kok ngomongnya gitu sih??"
"Entahlah, aku merasa seperti umurku tak lama lagi," jawab Hanin gusar
Ayu yang melayang di dekat pintu seketika bersedih mendengar ucapan Hanin.
“Hanin, meskipun gue kangen banget sama lo, tapi gue gak mau lo mati. Kan lo belum nikah, kalau gue kan udah jadi gak penasaran lagi. Meskipun aku jadi hantu penasaran, tapi aku mau kamu tetap hidup, kamu harus kuat ya??!"
Tapi tentu saja, Hanin tak bisa mendengarnya.
Hera mengangguk, ia kemudian masuk ke dalam dan tak lama keluar menyajikan teh. Tapi ketika Hanin hendak meminum, Ayu merasakan hawa aneh. Teh itu beraroma wangi bunga melati yang terlalu pekat aroma yang sama seperti saat ia mendengar Hera menelepon semalam. Naluri Ayu langsung menjerit.
“Jangan diminum, Hanin!”
Ia menepuk-nepuk gelasnya, membuat cairan teh berguncang hingga hampir tumpah.
Hanin kaget. “Eh kok… tiba-tiba hampir jatuh ya?” Ia mengernyit, lalu menaruh gelas kembali.
Hera tersenyum tipis. “Mungkin tangannya licin.”
Tiba-tiba, tubuh Hanin gemetar hebat. Matanya terbelalak, wajahnya pucat pasi. Ia memegangi dadanya lalu jatuh tersungkur di lantai.
“HANIN!!!” Ayu menjerit histeris.
Hera bangkit dengan tenang, sama sekali tidak panik. “Kebetulan,” gumamnya pelan, “lebih cepat lebih baik.”
Ayu melayang panik, berusaha mengguncang tubuh Hanin. “Bangun, Nin! Jangan gini dong, ini aku, Ayu, Jangan mati dulu ya!” Air mata gaibnya mengalir meski tak ada yang bisa melihat.
Saat itu juga lampu rumah berkedip-kedip, seperti ada gangguan listrik. Suara ketukan misterius terdengar dari dinding. Kresek, kresek, seperti ada yang merayap dari plafon.
Hera menoleh dengan ekspresi dingin, lalu menyalakan dupa kecil dari dalam tasnya. Asap putih menari di udara, mengeluarkan aroma aneh, perpaduan melati dan belerang.
Ayu menelan ludah. “Apaan lagi nih? Hera kamu ngapain?!”
Tiba-tiba dari arah dapur terdengar suara piring berjatuhan, disusul suara langkah kaki berlari-lari. Mbak Yati pun sampai berlari keluar dari dapur karena ketakutan.
“Astaghfirullah! Ada apa ini?! Saya nggak kuat lagi, Mbak Hera!!!” Mbak Yati memegangi lengan Hera dengan erat.
Wajahnya pucat pasi.
Ayu makin panik. Ia tak paham apa yang terjadi, tapi jelas-jelas Hera bukanlah malaikat penolong seperti dulu. Ia bahkan tak tergerak untuk menolong Hanin yang sekarat.
Malam itu, Ayu berusaha menolong Hanin dengan caranya sendiri. Ia mencoba menyalurkan energi gaibnya, menepuk-nepuk wajah Hanin, bahkan meniupkan sesuatu ke arahnya. Bukannya sadar, Hanin justru menggeliat kesakitan. Dari mulutnya keluar suara lirih bercampur bisikan.
“Jangan dekati Hera…”
Ayu terperanjat. Hanin seolah kerasukan. Matanya memutih, suaranya bukan lagi suaranya.
Suasana rumah makin mencekam. Angin bertiup kencang meski semua jendela tertutup rapat. Tirai berayun-ayun liar, pintu kamar bergetar sendiri. Ayu ketakutan tapi tetap bertahan di sisi sahabatnya.
Hera muncul kembali, kali ini membawa semangkuk air putih. Tapi Ayu tahu, itu bukan sekadar air. Aroma dupa masih melekat kuat.
“Minum ini, Hanin. Biar tenang,” ucap Hera dengan senyum tipis.
“JANGAN!!!” Ayu menabrakkan tubuh gaibnya ke mangkuk itu hingga airnya tumpah berhamburan.
Hera tertegun. Untuk sesaat ia menatap sekeliling, lalu mendesis pelan.
“Rupanya kamu berusaha menyelamatkan sahabat mu Ayu,”
Darah dingin Ayu serasa berhenti. Dia tahu! Dia tahu aku ada di sini!
Malam semakin larut. Hanin akhirnya pingsan, dibaringkan di kamar tamu. Adi yang baru pulang panik melihat kondisi sahabat istrinya itu, tapi Hera menenangkannya dengan dalih Hanin hanya kelelahan. Ayu berusaha memberi tanda pada Adi dengan menjatuhkan buku, membunyikan lonceng angin, bahkan menuliskan “JANGAN PERCAYA HERA” di embun kaca jendela. Sayangnya, semua tanda itu dianggap angin lalu.
“Kenapa rumah ini makin aneh sejak Hera datang, ya?” gumam Adi gelisah, meski tak berani mengungkapkan pada siapa pun.
Ayu terisak. Ia sadar perjuangannya baru saja dimulai. Ia kini sadar jika musuhnya bukan orang lain melainkan saudara kandungnya sendiri Hera. Ada sesuatu yang jauh lebih gelap, lebih menyeramkan, tersembunyi di balik senyum manisnya.
Dan yang lebih menakutkan, Hera tahu Ayu ada di sini.
akhir adi sm hera jd nikah apa g ada kejadian gmn2 gtu stlh nikah
nahh apa g di coba bunuh itu cucu mu
sama anak kesanyang mu hera
wahh apa jadinya yaaa
waduhh g abis2 ini drama pelet
itu istrimu mati bukan karna takdir tp di santet adek nya sndri ohh bang
msih g sadar kah kau kena pelet dr hera
maaf kk bunga aq bru baca
kndala quota
lha ounya rahasia apa kok brani smpe brani yaaa ahahaha
mardi mah ada2 aja mau ngis pun nangis aja lahh yu