NovelToon NovelToon
Godaan Kakak Ipar

Godaan Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Pembantu
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Bagi Luna, Senja hanyalah adik tiri yang pantas disakiti.
Tapi di mata Samudra, Senja adalah cahaya yang tak bisa ia abaikan.
Lalu, siapa yang akan memenangkan hati sang suami? istri sahnya, atau adik tiri yang seharusnya ia benci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 - Kejamnya Luna

Lima hari telah berlalu sejak malam itu, malam ketika Samudra dan Senja berbagi ciuman yang mengubah segalanya. Lima hari di mana mereka saling menghindari, berusaha menjaga jarak seolah tidak pernah ada yang terjadi di antara mereka. Namun, semakin mereka berusaha mengabaikan, semakin kuat perasaan itu mengakar di hati masing-masing.

Samudra berangkat kerja lebih pagi dan pulang lebih malam, bahkan sering menginap di apartemen kantornya dengan dalih banyak pekerjaan. Ketika bertemu di rumah, dia hanya mengangguk sopan dan berbicara seperlunya. Matanya yang dulu selalu mencari tatapan Senja kini dengan sengaja menghindari.

Sementara Senja, gadis itu tenggelam dalam rutinitas yang lebih sibuk dari biasanya. Dia bangun lebih pagi untuk membereskan rumah, mencuci, memasak, dan mengurus segala keperluan domestik dengan intensitas yang berlebihan, seolah aktivitas fisik yang melelahkan bisa mengalihkan pikirannya dari bayangan ciuman lembut dan pelukan hangat di ruang kerja malam itu.

Tapi hati tidak bisa dibohongi. Setiap kali mengantar sarapan ke meja makan dan tidak melihat Samudra di sana, dadanya terasa sesak. Setiap kali mendengar suara langkah kaki pria itu di koridor, jantungnya berdebar kencang. Dan setiap malam, sebelum tertidur, wajah Samudra yang penuh penderitaan selalu menghantuinya.

Pagi itu, rumah besar keluarga Samudra terasa lebih sunyi dari biasanya. Samudra sudah berangkat sejak subuh, meninggalkan aroma cologne-nya yang samar di ruang makan. Luna, seperti kebiasaannya, masih tertidur pulas di kamar utama meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Senja berada di laundry room yang terletak di belakang dapur, tangannya sibuk memilah pakaian kotor sambil mesin cuci berputar dengan suara yang monoton. Aroma deterjen yang segar bercampur dengan wewangian pelembut pakaian menciptakan atmosfer yang menenangkan, salah satu tempat di rumah ini di mana dia bisa merasa tenang tanpa harus berpikir tentang perasaan rumit yang menghantuinya.

"Senja! Senja!" teriak suara Luna dari lantai atas, memecah keheningan pagi dengan nada yang kasar dan tidak sabaran.

Senja menghentikan aktivitasnya, menghela napas panjang. Sudah tiga hari Luna kembali dari apartemen Arjuna dengan mood yang sangat buruk, dan seperti biasa, dialah yang menjadi sasaran pelampiasan emosi kakak tirinya itu.

"Senja! Kamu di mana?" teriak Luna lagi, kali ini dengan nada yang lebih keras dan penuh amarah.

Sebelum Senja sempat naik, Bi Ipah muncul dari arah tangga dengan wajah yang terlihat lelah dan kesal.

"Senja," panggil Bi Ipah sambil menghampiri laundry room, "Luna lagi manggil kamu. Tapi hati-hati ya, Nak. Dia kayaknya lagi bad mood banget dari kemarin. Tadi bibi cuma tanya mau sarapan apa, eh malah dibentak-bentak. Katanya bibi cerewet."

Senja menatap Bi Ipah dengan mata yang penuh simpati. Wanita itu sudah seperti ibu kedua baginya sejak dia tinggal di rumah ini. Bi Ipah selalu melindunginya dari kekejaman Luna, meski kadang dia sendiri juga menjadi korban.

"Bi Ipah jangan ambil hati," kata Senja sambil mematikan mesin cuci. "Kak Luna memang lagi stress belakangan ini."

"Stress atau enggak, masa pembantu yang udah tua kayak bibi dicaci maki gitu," gerutu Bi Ipah sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Untung gaji udah mau pensiun, kalau enggak udah bibi cabut dari dulu."

"Senja! Mau sampai kapan aku nunggu?" teriak Luna lagi, kali ini suaranya terdengar seperti orang yang siap meledak.

Senja menepuk bahu Bi Ipah dengan lembut. "Bibi istirahat aja. Biar aku yang handle Kak Luna."

"Hati-hati ya, Nak," bisik Bi Ipah dengan nada khawatir. "Mata Luna itu kayak mata setan kalau lagi marah."

Dengan langkah yang berat, Senja menaiki tangga menuju kamar utama. Koridor lantai dua yang biasanya terang benderang kini terasa mencekam dengan aura negatif yang menguar dari kamar Luna. Pintu kamar terbuka lebar, memperlihatkan interior mewah yang berantakan, baju-baju berserakan di lantai, tas-tas branded tergeletak sembarangan, dan tempat tidur yang tidak tertata rapi.

"Kak Luna?" panggil Senja dari ambang pintu.

Luna duduk di tepi tempat tidur dengan rambut yang masih acak-acakan, wajah pucat tanpa makeup, dan mata yang menyala-nyala karena amarah. Dia memakai negligee sutra merah yang mahal tapi terlihat kusut, seolah dia baru saja bangun dari tidur yang tidak nyenyak.

"Akhirnya!" bentak Luna sambil menatap Senja dengan tatapan yang sangat dingin. "Kamu tuli ya? Dari tadi aku teriak-teriak!"

"Maaf, Kak. Aku tadi di belakang, tidak terlalu jelas mendengar suara Kakak," jawab Senja dengan sopan meski hatinya sudah mulai kesal.

"Jangan banyak alasan!" Luna bangkit dari tempat tidur dan berjalan mondar-mandir seperti harimau yang sedang mengintai mangsa. "Kamu tinggal di rumah mewah ini gratis, makan gratis, pakai listrik gratis, masa kerja dikit aja susah!"

Senja mengepalkan tangannya di belakang punggung, berusaha menahan emosi.

"Ada apa yang bisa aku bantu, Kak?" tanya Senja dengan suara yang berusaha tetap tenang.

Luna berhenti di depan nakas samping tempat tidur, menunjuk ponsel ponsel terbaru yang tergeletak di sana. "Ambilkan ponsel aku."

Senja memandang ponsel itu, lalu menatap Luna dengan tatapan tidak percaya. Jarak antara Luna dan ponsel itu tidak lebih dari setengah meter, Luna bahkan bisa meraihnya tanpa harus bergerak dari tempatnya.

"Ambilkan!" bentak Luna ketika melihat Senja terdiam.

Dengan hati yang sesak, Senja melangkah menuju nakas dan mengambil ponsel itu. Ketika menyerahkannya kepada Luna, gadis itu menyambar ponsel dengan kasar sambil tersenyum puas.

"Ternyata kamu masih bisa nurut juga," ejek Luna dengan nada yang sangat merendahkan. "Kirain udah mulai durhaka sama kakak sendiri."

Senja memandang Luna dengan mata yang berapi-api, tapi dia tahu dia tidak bisa melawan. Tidak selama nyawa ayahnya masih menjadi jaminan.

"Kalau tidak ada lagi yang bisa aku bantu, aku permisi dulu, Kak," kata Senja sambil berbalik hendak pergi.

"Siapa bilang kamu boleh pergi?" suara Luna menghentikan langkah Senja. "Buatkan aku teh. Yang panas. Pakai daun teh premium yang ada di lemari dapur."

Senja menghela napas dalam-dalam. "Baik, Kak."

"Dan jangan lupa gula batu. Aku lagi pengen yang manis-manis," tambah Luna dengan senyum yang terlihat sangat licik.

Senja turun ke dapur dengan hati yang bergejolak. Setiap hari Luna semakin kejam, semakin suka menyiksa. Seolah dia menemukan kepuasan dalam membuat orang lain menderita.

Dengan gerakan yang mekanis, Senja menyiapkan teh. Dia merebus air hingga mendidih, mengambil daun teh Earl Grey premium yang harganya selangit itu, dan menyeduhnya dengan perhatian ekstra. Aroma teh yang harum memenuhi dapur, kontras dengan perasaan pahit di hatinya.

Setelah teh siap, Senja menuangnya ke dalam cangkir porselen putih bermotif bunga mawar, set teh mahal yang khusus untuk Luna. Dia menambahkan dua bongkah gula batu dan meletakkannya di atas nampan perak bersama dengan serbet linen dan sendok teh perak.

"Kak, tehnya sudah siap," kata Senja sambil meletakkan nampan di meja kecil dekat jendela kamar Luna.

Luna yang sedang bermain ponsel melirik sekilas ke arah teh itu. "Letakkan di sini," katanya sambil menepuk tempat tidur di sampingnya.

Senja mengambil cangkir dan berjalan menuju tempat tidur. Ketika dia hendak meletakkan cangkir di nakas samping tempat tidur, tiba-tiba Luna berdiri dengan gerakan yang sangat cepat.

"Ups!" seru Luna dengan nada yang dibuat-buat sambil 'tidak sengaja' menyenggol tangan Senja.

Cangkir teh panas itu tumpah dan langsung mengenai punggung tangan kanan Senja yang masih memegang cangkir.

"AAAAHHH!" Senja berteriak kesakitan sambil menjatuhkan cangkir yang langsung pecah berserakan di lantai marmer. Teh panas itu membakar kulitnya, menciptakan rasa perih yang luar biasa.

"Aduh, maaf," kata Luna dengan nada yang sama sekali tidak menyesal, bahkan terdengar senang. "Kamu yang ceroboh sih, masa pegang cangkir tidak hati-hati."

Senja memeluk tangannya yang terbakar, air mata mengalir di pipinya karena kesakitan sekaligus sakit hati. Kulit di punggung tangannya langsung memerah dan melepuh, perih yang luar biasa menjalar hingga ke lengannya.

"Kak... ini... ini sangat sakit," bisik Senja sambil terisak.

"Ah, drama banget. Cuma kena teh doang kok," ejek Luna sambil kembali duduk di tempat tidur dengan wajah yang puas. "Bersihin tuh pecahan cangkirnya. Jangan sampai merusak lantai marmer mahal ini."

Senja terduduk di lantai sambil memeluk tangannya yang terbakar, tidak percaya dengan kekejaman Luna. Ini bukan kecelakaan, ini adalah tindakan yang disengaja.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki cepat di koridor. Pintu kamar terbuka lebar dan Samudra muncul dengan wajah yang panik.

"Ada apa? Kenapa teriak-teriak?" tanya Samudra sambil melihat sekeliling ruangan.

Matanya langsung tertuju pada Senja yang duduk di lantai dengan tangan yang memerah, pecahan cangkir di sekelilingnya, dan genangan teh di mana-mana.

"Senja!" seru Samudra sambil berlutut di samping gadis itu. "Kamu kenapa? Tanganmu...!"

"Dia ceroboh," potong Luna dengan nada acuh tak acuh. "Tumpah sendiri, salah sendiri."

Samudra menatap Luna dengan mata yang menyala-nyala. Ada sesuatu dalam nada bicara istrinya yang membuatnya curiga.

"Ceroboh?" ulang Samudra sambil memeriksa luka di tangan Senja dengan hati-hati. "Teh sepanas ini bisa bikin luka bakar tingkat dua. Ini serius, Luna!"

"Ya udah, obatin aja. Gampang kan?" jawab Luna sambil kembali main ponsel seolah tidak ada yang terjadi.

Sikap Luna yang sangat dingin itu membuat amarah Samudra meledak. Dia bangkit dan menatap istrinya dengan mata yang berapi-api.

"Luna, apa yang sebenarnya terjadi di sini?"

"Udah aku bilang, dia ceroboh. Masa gitu aja kamu tidak percaya sama istri sendiri?" jawab Luna dengan nada yang mulai defensif.

Samudra menatap Senja yang masih menahan sakit, lalu melihat posisi pecahan cangkir dan genangan teh. Matanya yang tajam langsung bisa membaca situasi sebenarnya.

"Kamu yang sengaja menumpahkan teh panas ke tangan Senja, kan?" tuduh Samudra dengan suara yang bergetar karena menahan amarah.

"Hah?" Luna bangkit dari tempat tidur dengan wajah yang mulai pucat. "Kamu ngomong apa sih? Massa aku sengaja..."

"JANGAN BOHONG!" bentak Samudra dengan suara yang menggelegar. "Aku kenal kamu, Luna! Aku tahu kalau kamu sengaja menyakiti Senja!"

Luna terdiam, wajahnya berubah pucat karena ketahuan.

Samudra langsung mengangkat Senja dengan hati-hati, tangannya menopang punggung dan kaki gadis itu. "Kita harus ke rumah sakit sekarang. Lukanya harus ditangani dokter."

"Samudra, tunggu..." Luna mencoba menahan, tapi Samudra sudah bergegas keluar kamar sambil menggendong Senja.

Di dalam pelukan Samudra, Senja merasakan kehangatan yang sudah lima hari dia rindukan. Meski tangannya masih perih luar biasa, hatinya terasa sedikit tenang karena akhirnya ada seseorang yang peduli padanya.

"Sabar ya," bisik Samudra di telinga Senja sambil turun tangga dengan hati-hati. "Sebentar lagi sampai rumah sakit. Mas tidak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi."

Kata-kata itu membuat air mata Senja mengalir, bukan karena sakit fisik, tapi karena kehangatan dan perlindungan yang sudah lama tidak dirasakannya.

Sementara Luna berdiri di ambang pintu kamar dengan wajah yang pucat dan mata yang mulai panik. Dia baru menyadari bahwa tindakannya kali ini sudah keterlaluan, dan Samudra sudah mulai melihat sifat aslinya.

1
Ariany Sudjana
semoga samudra lekas tahu bahwa Luna selama ini selingkuh dari samudra, dan selama ini hanya ingin harta samudra saja. dan setelah samudra tahu yang sebenarnya, jangan sampai senja yang jadi sasaran Luna, kasihan senja dan samudra, ga tega lihatnya selalu jadi sasaran kemarahan Luna , yang sudah ga waras
Ariany Sudjana
eh Luna udah gila yah, yang buat samudra jadi ilfil kan Luna juga, selama ini ga mau melayani samudra, bahkan suami sakit, Luna milih jalan-jalan ke Bali, sama selingkuhannya. yang urus samudra sampai sembuh ya senja sendiri. jadi jangan salahkan senja dong. ini samudra belum tahu istrinya selingkuh, kebayang kalau tahu, seperti apa reaksinya samudra
Ariany Sudjana
bagus samudra, jangan mau masuk dalam jebakan Luna, dia tidak mencintaimu, hanya ingin harta saja, dan sekarang dia butuh 500 JT itu. dan di hati Luna hanya ada Arjuna , pasangan selingkuhnya
Ariany Sudjana
Luna juga kan selingkuh, jadi maling jangan teriak maling dong
Ariany Sudjana
saya sih ga salahkan senja atau samudra yah, kalau Luna bisa menghormati samudra selaku suami, mungkin ga akan terjadi. tapi Luna juga malah selingkuh, belum tahu saja Luna, kalau dia juga hanya dimanfaatkan saja sama selingkuhannya
Ariany Sudjana
di rumah ada cctv kan? coba samudra lihat kelakuan Luna terhadap senja, kalau Luna pas di rumah
Ariany Sudjana
semoga saja Dewi bisa menemukan dengan siapa Luna di restoran itu, dasar Luna bodoh, belum sadar hanya dimanfaatkan sama Arjuna
Bunda SB: namanya juga cinta kak🤭
total 1 replies
Ariany Sudjana
samudra harusnya jujur sama mama kandungnya, jangan takut nanti irang tuanya akan membenci Luna. kan memang selama ini Luna yang ga mau punya anak? kalau memang nanti orang tuanya samudra jadi benci sama Luna, ya itu urusan Luna
Ariany Sudjana
semoga samudra bisa melindungi senja, karena Luna begitu jahat dan licik, dan kalau Luna tahu apa yang terjadi selama dia di Bali, pasti senja akan disiksa habis sama Luna
Ariany Sudjana
saya sih ga menyalahkan kalau sampai samudra dekat sama senja. lha punya istri, tapi istri ga pernah memperhatikan dan mengurus suami, apalagi pas suami lagi sakit. Luna malah sibuk dengan selingkuhannya.
Ariany Sudjana
apa Luna punya selingkuhan? sehingga begitu dingin sama samudra, suaminya sendiri.
Ariany Sudjana
di rumah ga ada cctv? sampai samudra begitu percaya sama Luna
Ariany Sudjana
samudra jangan percaya begitu saja sama Luna, senja sampai pingsan karena ulah Luna, si nenek lampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!