NovelToon NovelToon
Kehidupan Di Dunia Iblis

Kehidupan Di Dunia Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Fantasi Timur / Balas Dendam / Iblis / Kelahiran kembali menjadi kuat / Fantasi Wanita
Popularitas:388
Nilai: 5
Nama Author: Ijal Fadlillah

1. Terjebak dalam Siklus Kematian & Kebangkitan – Tokoh utama, Ning Xuan, berulang kali mati secara tragis dimangsa makhluk gaib (berwujud beruang iblis), lalu selalu kembali ke titik awal. Ini menghadirkan rasa putus asa, tanpa jalan keluar.

2. Horor Psikologis & Eksistensial – Rasa sakit saat dimakan hidup-hidup, ketidakmampuan kabur dari tempat yang sama, dan kesadaran bahwa ia mungkin terjebak dalam “neraka tanpa akhir” menimbulkan teror batin yang mendalam.

3. Fantasi Gelap (Dark Fantasy) – Kehadiran makhluk supranatural (beruang iblis yang bisa berbicara, sinar matahari yang tidak normal, bulan hitam) menjadikan cerita tidak sekadar horor biasa, tapi bercampur dengan dunia fantasi mistis.

4. Keterasingan & Keputusasaan – Hilangnya manusia lain, suasana sunyi di kediaman, dan hanya ada sang tokoh melawan makhluk gaib, mempertegas tema kesendirian melawan kengerian tak terjelaskan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ijal Fadlillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 – Jika Ada Hari Baik, Nikmatilah

Di dalam saku Ning Xuan kini tersimpan dua benda penting yaitu darah kera bayangan hantu dan patung Buddha misterius.

Itulah hasil nyata dari petualangannya kali ini.

Namun, sejatinya bukan itu yang paling berharga.

Hasil sejati adalah pemahamannya yang semakin dalam tentang Tianmo Lu (Kitab Iblis Surgawi), tentang para iblis, dan tentang rahasia yang tersembunyi di balik dunia ini.

Baik “Tianmo Lu” yang menyebut “Akan Datangnya Iblis Surgawi” dan “Iblis Surgawi yang Sudah Datang”, perkataan kera bayangan tentang “orang-orang tanah”, maupun ucapan beruang iblis bahwa “di sini juga termasuk Gunung Angin Hitam”, semua itu menuntun Ning Xuan pada satu kesimpulan yang mengerikan.

Segala sesuatu… baru saja dimulai.

Banyak iblis memang sudah bermunculan.

Tetapi itu bukanlah akhir.

Itu hanyalah awal dari malapetaka yang lebih besar.

Dunia tempat ia hidup selama enam belas tahun akan semakin asing, semakin penuh ancaman.

Kelelahan yang menyesakkan tiba-tiba menghantam tubuhnya.

Rasa tegang yang membebani membuat luka di punggungnya kembali terasa perih, panas, seolah terbakar. Ia sungguh ingin segera berbaring di pelukan para pelayannya, satu di kiri dan satu di kanan, lalu terlelap dalam suara manja mereka yang memanggil, “Tuan muda… tuan muda…”

Namun, sebelum beranjak, ia sempat melirik ke arah suara pertempuran.

Di sana, ia melihat seorang pendeta berjubah kuning.

Pendeta itu berdiri di udara, seakan berpijak pada cahaya emas, melayang anggun ditiup angin. Matanya terpejam rapat, wajahnya penuh kesungguhan. Kedua tangannya membentuk mudra, sementara dari tanah muncul lima ekor ular emas tak kasat mata, menjalar cepat, melilit kuat tubuh beruang hitam raksasa menjerat keempat kaki dan lehernya.

Namun jeratan itu hanya mampu menahan, bukan melukai.

Tubuh beruang hitam memang luar biasa kuat. Meski demikian, ia tetap terbelenggu, hanya bisa meraung putus asa,

“Selamatkan aku! Tolong aku!!”

Dari kejauhan, Han Ba dan kawan-kawannya menembakkan panah demi panah dari busur besar mereka. Wajah mereka tegang, keringat menetes deras dari dahi.

Beruang iblis itu semakin menggila meronta.

Pendeta berjubah kuning bergetar sedikit tubuhnya, tapi matanya tetap terpejam. Bibirnya melafalkan mantra tiada henti. Aura damai, tenang, dan seolah melampaui dunia fana memancar dari dirinya.

Di sisi sang pendeta berdiri dua murid kecil bersenjata pedang panjang. Tubuh mereka tegang, waspada penuh, menjaga agar tidak ada iblis lain yang tiba-tiba menyerang.

Suara rantai gaib berdentang keras, klang! klang!

Beruang hitam itu terus berjuang, tetapi dengan luka yang semakin banyak, kekuatannya mulai surut. Akhirnya tubuhnya terkulai, jatuh bergemuruh, terkapar dalam genangan darah.

Ning Xuan menyaksikan semuanya dari kejauhan.

“Jadi ini… yang disebut kekuatan transenden?”

Untuk pertama kalinya ia menyadari bahwa dunia tempat ia hidup ternyata menyimpan kekuatan seperti ini.

Seketika, sebuah pikiran muncul di benaknya: besar kemungkinan ayahnya juga menguasai kekuatan seperti ini.

Tapi… kenapa ayahnya tidak pernah mengajarkannya?

Bukankah ia adalah putra kandungnya sendiri?

Pertanyaan itu hanya melintas sebentar. Ia menggeleng pelan.

Tempat ini sudah tidak ada gunanya lagi baginya.

Dengan tenang ia berbalik, lalu melesat pergi.

---

Perjalanannya kembali terasa ringan.

Ia mampir sebentar di mata air gunung, membersihkan tubuhnya, mengganti pakaian, lalu melanjutkan perjalanan menuju Kota Xinghe.

Di depan gerbang kota, kereta kuda telah menunggunya.

Melihat Ning Xuan turun dengan selamat, wajah Xiao Jie yang sejak tadi gelisah langsung dipenuhi kelegaan.

“Syukurlah, Tuan muda… saya benar-benar khawatir,” ucapnya sambil menepuk dadanya.

Ning Xuan hanya tersenyum tipis.

“Pulang ke kediaman.”

---

Malam itu.

Di halaman belakang kediaman keluarga Ning, di bawah pohon bunga persik, uap hangat mengepul dari sebuah bak mandi kayu besar.

Ning Xuan hanya mengenakan celana dalam putih. Ia merendam seluruh tubuhnya di dalam air hangat yang pas dan tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin. Kedua lengannya terentang, dan di sisi kanan-kirinya masing-masing ada seorang pelayan cantik yang sedang memijat perlahan otot-ototnya yang tegang.

Kepalanya ia sandarkan, bukan pada bibir keras bak kayu yang dingin, melainkan pada paha mulus seorang pelayan.

Mata terpejam, hidungnya mencium aroma samar yang keluar dari tubuh gadis itu. Ia tahu betul, itu adalah parfum baru keluaran “Dielou”: “Esensi Bunga Persik”. Untungnya, bukan “Aroma Mawar” yang pernah membangkitkan kenangan buruknya pada tubuh setengah manusia yang pernah ia temukan.

Sebuah kelopak bunga persik jatuh dari dahan, menari di udara, lalu mendarat di permukaan air, menciptakan riak halus. Sebagian lain jatuh di rambut sang pelayan.

Ning Xuan mengangkat tangan, menyingkirkan kelopak itu dari rambutnya.

Saat itu, seorang pelayan lain yang bertubuh lebih berisi membawa seember air panas. Ia menunduk hormat,

“Tuan muda, saya tambahkan air.”

“Tambahkan,” jawab Ning Xuan singkat.

Mendapat izin, pelayan itu menuangkan air panas ke dalam bak.

Air yang sudah penuh meluap, membuat rok para pelayan basah kuyup. Termasuk rok sutra tipis gadis pemilik paha tempat Ning Xuan bersandar. Kain tipis itu kini transparan, menampakkan bayangan samar tubuhnya.

Gadis itu menggeliat malu-malu, lalu tertawa kecil, renyah namun lembut.

Tawa itu terdengar lembut, manis, membuat Ning Xuan seolah terjebak dalam gelombang yang tak bertepi.

Ia terkekeh.

“Kau selalu punya cara baru untuk menggodaku.”

Gadis itu adalah Xiao Jie.

Dengan suara manja ia menjawab,

“Bukankah siang tadi aku sudah bilang?”

Ning Xuan mengangguk pelan.

“Aku ingat.”

Xiao Jie mendekatkan wajahnya, lalu dengan nakal menggigit lembut telinganya sambil berbisik,

“Besok, aku pastikan Tuan muda tidak akan bisa bangun dari ranjang.”

Sejak siang tadi, ketika ia menunggu Ning Xuan di kereta dengan hati yang hampir hancur karena cemas, Xiao Jie sudah membuat keputusan. Ia tidak akan lagi membiarkan tuannya mengambil risiko besar di luar sana. Malam ini, ia akan mempertaruhkan segalanya… bahkan jika itu berarti mengikat Ning Xuan dengan cara apa pun.

Di samping ranjang, beberapa pelayan perempuan yang sedang memijat tangan Ning Xuan hanya bisa mendengus kesal.

Di mata mereka, si rubah betina kecil itu begitu genit dan penuh tipu daya, berusaha menggoda tuan muda mereka. Bagaimana mungkin Ning Xuan, pewaris keluarga Ning, bisa jatuh ke dalam pelukan seorang wanita murahan seperti itu? Bagi mereka, sikap si rubah itu jelas telah mencoreng nama baik keluarga, benar-benar menjijikkan.

Namun, meski rasa muak itu memenuhi hati mereka, mereka tak bisa memungkiri satu hal pesona kecil Xie (Xiao Jie) memang terlalu memabukkan. Genitnya sudah di luar batas, begitu memikat hingga seandainya ia mencoba menggoda lelaki mana pun, kemungkinan besar lelaki itu akan dengan mudah takluk. Senyumannya, kerlingan matanya, bahkan gerakan tubuh sekecil apa pun bisa membuat hati seorang pria berdebar kencang… dan mungkin, mengingatnya seumur hidup.

Malam semakin larut.

Ning Xuan akhirnya menemukan sedikit ketenangan dalam pelukan Xiao Jie.

Rasa nyaman itu membuatnya seakan terlepas dari belenggu mimpi buruk dan bayangan pembunuhan yang terus menghantui. Dalam pelukan wanita itu, ia bukan lagi monster yang licik dan kejam, bukan lagi sosok yang hanya berpikir tentang cara membunuh musuh. Ia kembali menjadi dirinya sendiri yaitu seorang pemuda bangsawan yang agak sembrono, mungkin sedikit bejat, tapi tetap manusia biasa.

Dengan senyum puas, Ning Xuan memeluk tubuh mungil Xiao Jie, lalu perlahan terlelap dalam mimpi.

Namun menjelang fajar, ia merasakan sesuatu yang aneh. Rasa tidak wajar itu membuatnya membuka mata. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Xiao Jie sudah bangun entah sejak kapan.

Bukan hanya bangun, gadis itu tengah sibuk mengikat tangan dan kakinya dengan pita sutra. Ujung-ujung pita itu diikatkan erat pada tiang ranjang, membentuk simpul mati yang mustahil dilepaskan oleh seorang lelaki manja seperti Ning Xuan.

Mata Ning Xuan yang tiba-tiba terbuka jelas membuat Xiao Jie gugup.

Namun gadis licik itu cepat memutar otak. Ia segera merunduk, menempelkan tubuh mungilnya pada tuannya, lalu dengan suara lembut menggoda berkata:

“Gongzi… bagaimana kalau kita bermain sesuatu yang lebih seru? Hamba pasti akan membuat Anda senang… benar-benar senang.”

Ning Xuan mendengus pelan. “Hari ini aku tidak akan keluar.”

Mata Xiao Jie langsung berbinar. “Benarkah?”

“Benar.” Ning Xuan mengangguk singkat.

Memang, semua urusan sudah selesai. Ia sendiri masih terluka, sementara di luar sana ada si biksu berjubah kuning dan Han Ba yang mengurus sisanya. Tidak ada alasan baginya untuk keluar rumah dalam waktu dekat.

Xiao Jie sempat melirik simpul-simpul sutra yang masih menjerat tangan dan kaki Ning Xuan. Ia buru-buru mengangkat tangannya, membuka ikatan itu dengan cepat. Lalu, seperti balon yang kehilangan udara, tubuhnya langsung terkulai. Ia berguling masuk kembali ke dalam pelukan Ning Xuan, meringkuk di dadanya seperti anak kucing kecil.

Ia tadi mengikat Ning Xuan hanya karena khawatir tuannya akan nekat keluar rumah lagi. Tapi begitu mendengar janjinya, rasa takut itu hilang. Maka semua sandiwara pun ia akhiri.

Ning Xuan meliriknya sekilas dan tersenyum tipis. “Bukannya tadi kau bilang mau main sesuatu yang lebih seru?”

Xiao Jie mengerjap manja, lalu berbisik lemah: “Nubi… capek sekali.”

Dan tanpa menunggu jawaban, gadis itu benar-benar tertidur, wajahnya polos bagaikan burung kecil yang rapuh, tampak begitu lemah tak berdaya, seolah bisa diremukkan siapa saja dengan mudah.

Namun justru itulah yang membuat setiap lelaki merasa bangga bisa memeluknya. Apalagi Xiao Jie bukan hanya lembut, ia juga tahu cara menempatkan diri, tahu bagaimana menyenangkan hati lelaki dengan seribu cara. Jika benar di dunia ini ada siluman rubah, mungkin mereka pun harus mengakui pesona gadis ini masih menang tiga tingkat di atasnya.

Ning Xuan tidur nyenyak sampai waktu hampir menuju siang.

Berbeda dengannya, Xiao Jie terbangun dengan tubuh penuh rasa sakit. Pinggangnya pegal, kakinya gemetar. Dengan heran, ia memegang paha Ning Xuan, merasakan kekuatan yang luar biasa pada otot-ototnya. Ia hanya bisa tersenyum getir.

Ning Xuan menyeringai, seolah tahu isi hati gadis itu. “Upahmu sudah aku tambah. Setiap bulan ada lima belas tael perak ekstra. Itu tidak sedikit, bukan?”

Xiao Jie buru-buru menggeleng. “Nubi tidak bermaksud begitu. Hanya saja… nubi penasaran, apakah Gongzi mendapat suatu… pengalaman aneh?”

Begitu kata-kata itu lolos dari bibirnya, wajahnya langsung pucat. Ia menepuk bibirnya sendiri dan berulang kali meludah kecil, “ptui, ptui, ptui,” sambil memaksa tertawa canggung. “Tidak, tidak… nubi tidak penasaran sama sekali.”

Namun Ning Xuan tahu, semalam dirinya memang terlalu kuat, bahkan seperti seekor beruang yang buas. Tak heran jika gadis itu merasa kehabisan tenaga.

Sementara Ning Xuan bangun dengan segar bugar, meregangkan tubuhnya dengan penuh semangat, Xiao Jie justru berjalan terpincang-pincang. Ia harus menahan sakit, menggertakkan gigi, dan menghirup napas dalam-dalam sebelum akhirnya menyiapkan pakaian serta menyisir rambut tuannya.

Setelah sarapan pagi, Ning Xuan dengan riang melompat keluar rumah. Lengan bajunya yang lebar berkibar saat ia berlari, sambil berteriak keras:

“Mana ayam petarungku?! Mana Jinchi Leigong?! Jinchi Leigong, cepat keluar!”

Tidak lama, seorang penjaga datang tergopoh-gopoh sambil membawa sebuah kandang besi besar.

Di dalamnya, seekor ayam jantan berdiri gagah. Bulu-bulu sayapnya berkilau keemasan di tepinya, ekor pendek dan keras seperti besi, sementara jengger merahnya menjulang tinggi seperti lidah api.

“Da Shaoye, sudah dibawa!” ujar sang penjaga dengan senyum menjilat.

Ning Xuan melambaikan tangannya dengan penuh wibawa. “Hari ini kita berangkat! Dengan Jinchi Leigong di sisiku, aku akan membuat semua lawan hancur berkeping-keping, tak ada yang tersisa!”

“Bagus!”

“Hebat!”

“Shaoye memang luar biasa!”

Para pengikutnya segera bersorak ramai, berusaha menyanjung sang tuan muda. Suasana pun riuh.

Memang, sudah hampir sebulan Ning Xuan tidak mengadakan pertarungan ayam.

Dan kali ini, ia tampak sangat bersemangat.

1
Leonard
Gak sabar lanjutin.
Oralie
Seru!
iza
Ceritanya bikin keterusan, semangat terus author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!