[Sequel My Cold Husband]
Cerita ini tentang sahabat Anin di My Cold Husband season 1. Bisa dibaca terpisah. Tapi kalo mau baca My Cold Husband season 1 juga nggak masalah.
______________________________________________
Di saat usianya sudah menginjak angka dua puluh tiga tahun, dan akan memasuki angka 24 tahun, El harus menuruti keinginan kedua orang tuanya untuk dijodohkan dengan anak dari rekan bisnis orang tuanya.
El yang saat ini juga bekerja di salah satu perusahaan milik Papanya, sama sekali tidak menolak. Karena dia sendiri memang tidak pandai dalam mencari pasangan, hingga membuat El pasrah dengan apapun keputusan dari orang tuanya.
Namun bagaimana jika orang yang dijodohkan dengan El itu adalah orang yang masih terjebak akan masa lalunya?
Orang yang masih sulit untuk melupakan masa lalunya. Dan orang yang masih hidup dalam bayang-bayang masa lalunya.
Apakah El bisa meberima itu semua? Apakah El bisa bertahan dengan orang yang bisa dikatakan tidak pernah menganggap El ada? Apa nasib El akan sama seperti Anin sahabatnya?
Jangan lupa ikuti terus kisah El ya.
Jangan lupa juga follow ig Author @ Afrialusiana
Copyright © Afrialusiana.
Don't copy my story. Ingat dosa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Mengerti
El sudah sampai di kantor milik Papanya, tempat dirinya bekerja sejak gadis itu menyelesaikan studynya dan lulus dari Universitas Indonesia. Di sini, El menjabat sebagai seorang direkur perusahaan yang CEOnya adalah Papanya sendiri.
Kini, El sedang berjalan tergesa gesa menuju ruang kerjanya. Mood gadis itu hari ini benar benar sangat buruk. El juga tidak tau kenapa dirinya bisa se marah itu pada Barra hanya karena Barra tidak ingin memberitahu siapa yang menghubungi dirinya.
Bukankah biasanya El terlihat bodo amat dan biasa biasa saja? Entahlah, El sendiri tidak mengerti dengan dirinya sendiri.
Dan hari ini, adalah hari pertama El kembali masuk bekerja setelah statusnya berubah menjadi seorang istri. Karena selama seminggu ini El dan Barra memang sengaja tidak masuk ke kantor.
"Selamat pagi Bu Gabriel"
"Selamat datang Bu Gabriel"
"Selamat beraktivitas Bu Gabriel"
Di sepanjang jalan, tidak sedikit karyawan yang menyapa El ramah. Mereka tersenyum manis ke arah El. Namun, yang harus diketahui, disini juga tidak sedikit manusia yang bermuka dua.
Yaps. Manusia yang di depan terlihat baik, tapi busuk di belakang. Seperti mereka mereka ini. Yang hanya sibuk mengurusi urusan orang lain.
"Eh itu Bu Gabriel udah datang. Tapi kok sendiri ya?"
"Iya tuh. Bukannya Bu Gabriel baru aja menikah? biasanya kan kalo orang baru menikah tuh ya masih mesra mesraan -sama suami, masih lengket, di ater sama suami kerja, kemana-mana sama suami, bahkan ada yang nggak dibolehin kerja lagi yak"
"Hm. Iya sih. Tapi kalo yang gue denger denger sih Bu Gabriel dan suaminya kan menikah hanya karena sebatas perjodohan gitu, bukan atas dasar cinta. Jadi yaa wajarlah kaya begitu"
"Serius dijodohin? jaman sekarang masih aja ada manusia yang di jodoh-jodohin kaya gitu? kaya kaga laku aja dah?"
Bisikan bisikan tersebut sedikit terdengar dengan jelas di telinga El. Entahlah, sebenarnya El bisa saja dengan mudah memecat mereka semua yang bermulut nyinyir itu.
Tapi El juga sadar, dia tidak mau menghambat rejeki orang lain. Karena El sadar, sebaik apapun dirinya, pasti tetap saja akan ada orang yang tidak menyukai El.
El tidak bisa melarang mereka berpendapat, berbicara apapun karena itu hak masing-masing manusia. Karena disini El hanya perlu belajar bagaimana caranya dia bisa bersikap dan menerima itu semua.
Dan juga, mood El juga benar benar sedang tidak baik sehingga membuat gadis itu tidak ingin mencari maslah. Pasalnya, El juga sadar bahwa apa yang dikatakan oleh mereka semua juga ada benarnya.
Bukankah biasanya para pengantin baru yang menikah atas dasar cinta selalu lengket dan selalu kemana mana berdua? menghabiskan waktu bersama, dan tertawa bahagia?
Tapi sayang, nasib El tidak seberuntung mereka semua. Sekarang El sadar, dan El merasa bisa merasakan apa yang selama ini sahabatanya Anin rasakan.
Beruntung, sekarang Anin sudah bahagia karena ternyata suami Anin sangat mencintai Anin dan tidak akan pernah membiarkan Anin terluka. Tapi El? bagaimana dengan nasib gadis itu?
"Nggak usah sibuk ngurusin hudup orang kalo hidup sendiri aja belum ter urus dengan baik" Sindir salah satu karyawan yang sedari tadi sudah jengah mendengar nyinyiran beberapa karyawan yang tidak tau diri yang bisa hanya membicaran orang lain tersebut, bahkan anak dari bosnya sendiri.
Beberapa karyawan yang merasa tersindir dan kaget dengan keberadaan Amira sontak saja terdiam. Mereka memang takut jika Amira, salah satu karyawan yang ada di sana sudah membuka suara.
Karena Amira bisa dikatakan salah satu karyawan yang cukup dekat dengan El. Mereka tentu saja takut jika Amira mengadukan perbuatan mereka pada El.
Dan tentu saja mereka juga takut di pecat, namun sangat disayangkan karena tidak bisa menjaga mulut. Merasa hidup mereka paling sempurna.
***
El menaruh tasnya di atas meja kerja. Gadis itu segera duduk di kursi kebangsaannya. El memijat jidatnya frustasi, dia bingung. Kenapa semuanya harus seperti ini?
"Aishhh kenapa hidup gue jadi kaya gini sih. Ternyata punya orang tua tajir nggak menjamin hidup bahagia yak. Pasti ada aja celah untuk terluka. Benar kata orang, hidup nggak ada yang sempurna" Gumam El dalam hati.
Sekarang El sadar. Bahwa setiap manusia pasti punya masalahnya tersendiri. Orang yang selama ini El anggap hidup bahagia, mungkin belum tentu bahagia. Seperti yang saat ini El rasakan. Tidak semua bisa kita nilai dari luarnya saja. Karena manusia punya porsi bahagia dan masalahnya tersendiri.
Tok
Tok
Tok
El mengalihkan pandangannya saat mendengar suara ketokan pintu dari luar sana.
"Masuk" Sahut El.
Seorang sekretaris pribadi El dengan pakaian rapi segera masuk ke dalam sana sembari memegang beberapa berkas di tangannya. Bunyi sepatu heels gadis itu kini mendominasi ruangan El saat gadis yang diketahui bernama Cintya itu berjalan menuju meja El.
"Permisi Bu Gabriel. Ini Bu berkas-berkas yang Bu Gabriel perlukan kemaren. Cintya memberikan beberapa berkas yang semula ada di tangannya pada El.
El menerima berkas tersebut dari Cintya, kemudian menaruh di mejanya. "Makasih" Ucap El.
"Oiya Bu, nanti siang Bu Gabriel ada jadwal rapat dengan bapak Barra dari Bagaskara Company." Ucap Cintya memberitahu. Sebenarnya Cintya juga sudah tau bahwa pria yang dirinya sebutkan itu adalah suami El sendiri.
"Baik. Terimakasih" ucap El.
"Iya Bu. Kalo gitu saya permisi" Setelahnya Cintya kembali berjalan keluar dari ruangan El.
El men cek berkas-bekas yang barusan diberikan oleh Cintya setelah gadis itu pergi, kemudian El menaruh kembali di atas meja.
El memijat jidatnya frustasi. Rasanya El masih belum mau bertemu dengan Barra. Tapi apa boleh buat. El juga harus professional dan mengesampingkan urusan pribadi di luar urusan kerjanya.
**
Setelah selesai makan siang, El langsung saja meluncur ke kantor Barra. Kini, El sudah sampai di dalam kantor suaminya itu. Beberapa karyawan yang mengetahui bahwa El adalah istri Barra juga tampak tersenyum dan menyapa ramah ke arah El.
Setelah keluar dari lift, El segera mempercepat langkahnya berjalan menuju ruangan Barra.
Kini El sudah berada di depan ruangan suaminya itu. Tangan El kini sudah memegang handle pintu, pintu tersebut juga sudah sedikit terbuka.
Bukan karena tidak sopan, El memang sengaja tidak mengetuk terlebih dahulu. El ingin menguji Barra. El ingin tau bagaimama reaksi Barra saat dirinya bertingkah tidak sopan seperti itu.
Namun, El dibuat urung niat saat gadis itu tidak sengaja mendengar percakapan Barra dengan seorang pria di dalam sana. El mendengar apa yang seharusnya tidak perlu dia dengar.
El terdiam di tempat, perlahan tangannya terlepas dari handle pintu tersebut. Entahlah, kenapa rasanya begitu menyakitkan saat mendengar apa yang dikatakan oleh Barra barusan?
El tidak bisa berkata kata, dia hanya mematung di dan terdiam di sana.
...Jangan lupa like, komen, dan vote ya. Makasih :)...