NovelToon NovelToon
Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Playboy / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Oliver Alexander, pewaris tunggal keluarga kaya raya, hidupnya penuh dengan pesta, wanita, dan gemerlap dunia malam. Baginya, cinta hanyalah permainan, dan wanita hanyalah koleksi yang berganti setiap saat. Namun, gaya hidupnya yang semakin tak terkendali membuat sang ayah geram.
Sebagai hukuman sekaligus peringatan, Oliver dipaksa turun tangan mengurus salah satu pabrik keluarga di desa terpencil. Awalnya ia menolak, tapi ancaman kehilangan segalanya membuatnya tak punya pilihan.
Di sanalah ia bertemu Laras Maya, gadis desa sederhana yang polos, lugu, bahkan terlihat norak di matanya. Dunia mereka begitu berbeda, bagaikan langit dan bumi. Tapi semakin lama, Oliver justru menemukan sesuatu yang tak pernah ia rasakan dari wanita-wanita cantik di kota, yaitu ketulusan.
Laras yang apa adanya perlahan meruntuhkan tembok arogan Oliver. Dari sekadar kewajiban, hari-harinya di desa berubah menjadi perjalanan menemukan arti cinta dan hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidak Bisa Hilang dari Pikiran

Setelah berjalan hampir satu jam, cahaya matahari mulai menembus pepohonan. Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan.

“Pak Oliver! Pak Oliver!”

Oliver mendongak. Dari kejauhan, tampak beberapa orang berlari mendekat. Roni, asistennya, berada paling depan dengan wajah lega. Di belakangnya, dua bodyguard berbadan besar menyusul.

“Pak! Akhirnya ketemu juga!” teriak Roni. “Kami mencari semalaman. Semua orang khawatir!”

Oliver ingin tersenyum lega, tapi langsung teringat posisi memalukannya. Saat ini ia sedang ditopang erat oleh gadis kampung kecil.

Bodyguard otomatis bergerak untuk membantu. “Pak, biar kami yang gendong,” ujar salah satunya.

Namun Laras masih memegang lengan Oliver dengan kukuh. “Pelan-pelan aja, jangan buru-buru. Kakinya sakit, nanti tambah parah.”

Semua mata tertuju pada mereka. Oliver merasa wajahnya panas. Bayangkan saja, tuan muda pewaris perusahaan besar, biasanya datang dengan mobil mewah dan wanita cantik, sekarang justru keluar dari hutan ditopang seorang gadis kecil, kurus lagi.

Roni menahan senyum, meski nadanya tetap sopan. “Terima kasih banyak, Mbak… kalau bukan karena Anda, mungkin Pak Oliver tidak akan ditemukan.”

Laras tersipu, menggeleng cepat. “Ah nggak apa-apa, Pak. Saya cuma nolong aja, kan sudah seharusnya.”

Roni mengarahkan semua orang keluar hutan. Bodyguard akhirnya membantu Oliver naik tandu darurat. Sebelum naik, Oliver masih merasakan tangan kecil Laras melepas lengannya dengan senyum tulus.

“Semoga cepat sembuh ya, Om.”

Oliver hanya mendengus, pura-pura tidak peduli. Namun dalam hati, wajah gadis itu tetap terbayang. Bukan karena ketertarikan, tapi karena rasa jengkel bercampur heran.

“Kenapa sih dia nggak pernah minta apa-apa? Padahal dia bisa meminta imbalan karna dia miskin.”

Ia menutup mata, mencoba melupakan.

Suasana vila pagi itu masih sejuk, embun belum benar-benar menguap dari dedaunan ketika seorang dokter desa datang dengan tas kecilnya. Oliver duduk bersandar di kursi kayu, wajahnya masam. Perban di kakinya baru saja diganti, membuatnya merasa seolah-olah ia sedang sakit parah.

“Tidak ada yang serius, hanya terkilir. Tapi lebih baik Bapak istirahat beberapa hari, jangan dipaksakan jalan jauh dulu,” ujar dokter dengan tenang.

Oliver mendengus. “Istirahat, istirahat, istirahat. Seolah aku punya waktu buat tidur-tiduran di desa ini.”

Dokter tersenyum ramah, tidak terpengaruh oleh nada ketus Oliver. Setelah berpamitan, ia meninggalkan vila, menyisakan Oliver bersama Roni yang sejak tadi menunggu di dekat pintu.

Roni menatap bosnya dengan wajah serius. “Pak, saya ingin bicara.”

Oliver mendongak malas. “Apa lagi? Jangan bilang kau mau ceramah.”

“Bukan ceramah,” Roni menjawab mantap. “Saya hanya ingin mengingatkan anda supaya jangan terlalu kasar pada Laras.”

Nama itu membuat Oliver refleks mengangkat alis. “Laras… Si gadis kampung lugu itu? Kamu belain dia? Jangan bilang kamu naksir.”

Roni langsung menggeleng cepat. “Saya sudah punya anak istri, Pak. Saya bahagia dengan keluarga saya. Tapi Laras itu anak yatim. Ibunya meninggal waktu dia masih kecil, sekarang tinggal sama ayahnya yang kerja keras jadi petani. Dosa besar kalau kita semena-mena sama anak yatim.”

Suasana mendadak hening. Oliver menatap Roni, sedikit terdiam, tapi gengsinya terlalu tinggi untuk mengakui bahwa kalimat itu menyentuh sesuatu dalam dirinya. Ia pura-pura menguap, lalu berkata sinis, “Jangan bawa-bawa agama ke urusan kerja. Aku nggak peduli siapa dia.”

Roni hanya menghela napas, memilih tidak memperpanjang.

Beberapa hari kemudian, aula besar pabrik gula dipenuhi hiruk pikuk. Kursi-kursi plastik tersusun rapi, dipenuhi pemuda-pemudi desa yang datang untuk mengikuti tes penerimaan karyawan baru.

Laras duduk di barisan tengah dengan wajah penuh semangat, tapi jelas ada gugup yang tidak bisa ia sembunyikan. Baju sederhana yang ia kenakan, blus putih polos dan rok hitam yang sudah agak pudar warnanya membuatnya terlihat berbeda dibanding peserta lain yang berusaha tampil rapi, bahkan ada yang berdandan menor.

Dari sudut ruangan, beberapa peserta perempuan berbisik sambil tertawa kecil.

“Itu si Laras ya? Hahaha, bajunya kayak anak sekolah, nggak pantes banget.”

“Mana mungkin lolos, paling-paling disuruh nyapu halaman.”

Laras pura-pura tidak mendengar. Ia menggenggam buku catatannya erat-erat, bibirnya hanya menyunggingkan senyum tipis.

Seorang pemuda yang duduk di belakangnya, dengan wajah pongah ikut menyindir. “Hei Laras, kamu yakin bisa lolos? Kayaknya paling cocoknya kerja di kantin, cuci piring.”

Laras menoleh pelan, matanya jernih, polos. “Ya kalaupun cuma disuruh cuci piring, nggak apa-apa. Yang penting saya bisa ada tambahan penghasilan.”

Jawaban itu membuat pemuda itu terdiam, lalu mendengus kesal karena merasa tidak berhasil memancing emosi. Sementara beberapa peserta lain yang mendengar malah jadi menatap Laras dengan heran. Bagaimana bisa ada orang setegar itu menerima ejekan tanpa marah sedikitpun?

Tiba-tiba suasana mendadak berubah ketika pintu aula terbuka. Seorang pria masuk dengan langkah pelan tapi penuh wibawa. Semua kepala menoleh saat Oliver Alexander muncul, masih dengan perban di kakinya. Ia berjalan didampingi dua orang staf, duduk di kursi paling depan yang memang disiapkan untuknya.

Suara bisik-bisik langsung memenuhi ruangan. “Itu… bos besar dari kota, ya?”

“Iya, katanya pewaris perusahaan.”

Laras, yang sedari tadi fokus menenangkan diri, refleks mendongak. Dan matanya langsung membelalak.

“Om!” serunya spontan, suara cukup keras hingga menggema di ruangan.

Seisi aula hening seketika. Semua orang menoleh ke arah Laras, sebagian cekikikan menahan tawa. Seorang peserta bahkan menutup mulutnya sambil menahan suara terbahak.

Wajah Oliver langsung menegang. Rahangnya mengeras, matanya menyipit. Roni yang duduk di dekatnya hampir berdiri, ingin menjelaskan siapa Oliver sebenarnya, tapi Oliver mengangkat tangannya cepat, menahan.

“Duduk.” Suaranya dingin, tapi cukup untuk membuat Roni mengurungkan niat.

Di kursinya, Oliver mendesah dalam hati. “Kenapa aku bisa ketemu gadis kampung ini lagi? Dia manggil aku Om di depan semua orang pula. Malu-maluin.”

Laras sadar telah membuat kehebohan. Ia tersenyum kaku, lalu buru-buru menunduk, pipinya merona merah.

Tes pun dimulai. Para peserta mengisi soal tertulis sederhana tentang hitungan dasar, logika, dan sedikit pengetahuan umum. Laras mengerjakan dengan hati-hati, pensilnya bergerak pelan tapi mantap. Sesekali ia menggigit bibir bawah, berusaha keras tidak membuat kesalahan.

Sementara Oliver duduk di kursi depan, pura-pura sibuk mengecek berkas, padahal matanya beberapa kali secara tak sadar melirik ke arah Laras. Ia melihat bagaimana gadis itu menunduk penuh keseriusan.

Namun setiap kali tatapannya bertemu dengan Laras, gadis itu buru-buru menunduk lagi, wajahnya sama sekali tidak menunjukkan niat untuk menarik perhatian. Justru itu yang membuat Oliver semakin bingung.

Waktu tes usai, para peserta menyerahkan lembar jawaban. Laras menunduk sopan sambil mengucap terima kasih pada panitia, lalu berjalan keluar dengan langkah ringan. Beberapa peserta lain masih meliriknya dengan sinis, tapi ia tetap menebar senyum kecil tanpa dendam.

Oliver menyandarkan tubuhnya di kursi, wajahnya dingin tapi matanya tetap mengikuti punggung Laras hingga hilang di balik pintu. Ia sendiri tidak sadar bahwa meski mulutnya sinis, hatinya justru diam-diam terusik.

 “Kenapa gadis kampung itu terus muncul di pikiranku? Menyebalkan.”

1
Yus Nita
Cemburu... nlgbos..
jasngan gengsi aja di gedein 😀😀😀
Yus Nita
gengsi ajalu bedarin oliver
ntar bucin tingkat Dewa, kluudahcinta 😀😀😀
Ratih Tupperware Denpasar
ayo oliver selidiki knp mereka msh miskin padahal digaji layak, jangan2 dikorupsi manager yg disana
Ratih Tupperware Denpasar
istri sendiri diacuhin dicuekin giliran dpt telpon dari jaLAng malah tersenyum sumringah. situ waras oliver?????? tunggu aja laras bertransformasi menjadi wanita cantik dan elegan kamu akan tetbucin2 padanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar up dong jangan dihapus ya ceritanya kayak cerita mapia itu ujug2 hilang dari peredaran tanpa ada penjelasan terlebih dahulu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak, makin suka ceritanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar, knp novel yg satunya dihapus? padahal saya suka lho
Ratih Tupperware Denpasar
olivee ini manusia apa monster? ga punya empati blas. kukutuk kamu biar terbucin2 sama laras
Ratih Tupperware Denpasar
belum apa2 bu sita sdh berpikir negatif, bukannya laras keluar dng air mata tapi keluar dng digandeng mesra om oliver
Ratih Tupperware Denpasar
oliver ini jen menjengkelkan banget... ngedumel trus gadis kampung ..gadis norak sejatinya kamu tuh daj jatuh cintrong tapi kamu menolak dan menepis perasaan.itu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
saya suka cerita2 author satu ini alurnya khas menceritakan wanita betsahaja tapi punya prinsip yg kuat
matchaa_ci
semangat semoga sukses untuk author dan karya² nya💪
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
gampang banget muyusin cewek/Facepalm//Facepalm/. awa lho om ntar jatuh cintrong sama gadis lugu polos
Ratih Tupperware Denpasar
saya mapir kak, ceitanya memang beda dng cerita2 sebelumnya.. kak thor bener2 hebat bs membuat 4 cerita bersamaan dng gendre berbeda. semangat ya kak smg ceritanya banyak yg suka/Pray/
Demar: Makasih ya kak dukungannya sejak awal🥹❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!